Advertorial

Menyusuri Perut Bumi Sanggulan: Di Antara Goa, Sungai, dan Cerita yang Mengalir

Supri Yadha — Kaltim Today 07 Juli 2025 18:06
Menyusuri Perut Bumi Sanggulan: Di Antara Goa, Sungai, dan Cerita yang Mengalir
Suasana menyusuri sungai di dalam Goa Binuang Desa Sanggulan. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Tenggarong - Di Desa Sanggulan, Kecamatan Sebulu, waktu terasa melambat. Bukan karena jarak atau keterisolasian, melainkan karena alam di sini berbicara dalam diam—dalam gemuruh air di bawah tanah, dalam bentangan stalaktit yang tumbuh secentimeter selama puluhan tahun, dan dalam desir angin yang menyusup masuk lewat celah bebatuan goa.

Adalah Sopian, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Benua Raya, yang sejak awal percaya bahwa keindahan ini terlalu berharga jika hanya disimpan. Ia dan timnya mulai mengenalkan Goa Tanjak Langit, Goa Binuang, dan Goa Labirin sebagai wajah baru pariwisata berbasis ekowisata di Kutai Kartanegara. Dari sunyi menjadi ramai, dari terpencil menjadi destinasi.

“Yang ditonjolkan sekarang ini wisata-wisata goa. Kita ada Goa Tanjak Langit, Goa Binuang, plus yang di ujung itu ada Goa Labirin juga yang kita jadikan untuk wisata,” kata Sopian kepada Kaltimtoday.co, Senin (7/7/2025).

Goa Binuang menjadi titik awal dari segalanya. Goa ini tidak seperti kebanyakan, bukan hanya ruangan berornamen batu, tetapi jalur basah dengan aliran sungai yang tenang, kadang dingin, kadang mengejutkan. Jalur susur goanya membentang sekitar 300 meter, menghubungkan Goa Binuang ke Goa Labirin, menyatu dengan aliran air yang muncul dari dalam perut bumi.

Wisatawan yang ingin merasakannya harus siap basah. Helm, jaket pelampung, senter, hingga wearpack wajib dikenakan. Tiga pemandu dari Pokdarwis akan menemani, memberikan pengarahan dan menjaga keselamatan.

“Susur yang di dalam ini termasuk wisata minat khusus. Kita pandu juga, ditemani dari pemandu Pokdarwis. Kita harus safety, baju lengan panjang juga harus. Karena rawan juga, takut kejatuhan batu atau gesekan dengan batu,” ujar Sopian.

Namun tak semua pengunjung datang untuk tantangan. Ada pula yang memilih jalur reguler: mendaki area goa kering, mengagumi ornamen stalaktit dan stalagmit yang tak kalah memesona. Pengunjung diperkenalkan pada struktur batuan, dan formasi alam.

“Yang reguler ini sekitar Rp50.000. Yang biasa juga kita pandu. Enggak dibiarkan masuk sendiri, tetap dipandu, kita jelaskan ini-ini goanya,” sebutnya.

Sedangkan untuk jalur minat khusus yang menyusuri sungai dalam goa, tarifnya dipatok Rp150.000 per orang. Harga ini bisa berubah tergantung kondisi dan kesepakatan dengan pengunjung. “Tapi sekarang ini Rp150.000 per orang kita patokkan,” imbuh Sopian.

Di luar aktivitas goa, kawasan ini juga menawarkan pengalaman berkemah. Bagi yang ingin menyatu lebih lama dengan alam, tersedia area camping dengan fasilitas dasar. Di sana sudah ada toilet, tempat bernaung, serta ruang istirahat sederhana.

“Kita bisa juga camping di sana sambil cerita-cerita sama teman. Di sana ada WC-nya juga, ada tempat bernaung seperti wadah istirahat, jadi cocok untuk kita istirahat untuk menikmati suasana goanya,” jelasnya.

Sejak 2022, wisata goa di Sanggulan mulai dikenal lewat kunjungan Mahakam Explore. Popularitasnya meroket pada 2024 setelah komunitas Borneo Venture mengangkat potensi kawasan ini di media sosial. Sejak itu, pengunjung datang silih berganti, dari komunitas petualang, mahasiswa, hingga wisatawan umum.

Namun keselamatan tetap menjadi prioritas utama. Jika hujan turun atau cuaca mendung, kegiatan susur goa akan ditunda atau dibatalkan. Goa-goa ini terhubung dengan aliran sungai yang sensitif terhadap curah hujan. Keputusan untuk membuka atau menutup akses selalu berdasarkan pemantauan cuaca.

“Kalau pagi hujan, habis hujan juga tidak bisa masuk karena ketinggian air naik,” terang Sopian.

Di dalam goa, keajaiban alam memanjakan mata. Ornamen-ornamen aktif, koloni kelelawar, ikan-ikan kecil, dan bahkan udang air tawar menambah kekayaan biotik kawasan ini. Cahaya senter yang menyorot dinding goa akan memperlihatkan relief alami yang menakjubkan—sebuah galeri seni yang diciptakan alam, bukan manusia.

“Kita bisa temukan ornamen-ornamen stalaktit yang masih aktif. Ornamen-ornamen yang masih aktif. Ornamen dengan keindahan, tata letak batu di dalam itu lumayan. Pemandangannya itu kita susuri,” sambungnya.

Meski belum memiliki petugas tetap di lokasi, Pokdarwis Benua Raya tetap siaga. Setiap kunjungan wajib melalui konfirmasi terlebih dahulu. Operasional masih berbasis reservasi, dan penjadwalan dilakukan secara internal oleh tim.

“Kalau ada yang menghubungi kami, ‘Pak, kami mau ke Wisata Goa Binuang hari ini, bisakah?’ Itu kami rembukkan sama anggota. Ada anggota yang bisa, kami oke,” tuturnya.

Dua dari anggota Pokdarwis sudah bersertifikasi sebagai pemandu wisata. Ini menjadi bukti bahwa pengelolaan wisata di Sanggulan bukan hanya soal membuka pintu alam, tapi juga soal tanggung jawab, keberlanjutan, dan kearifan lokal.

Di Goa Binuang dan sekitarnya, pengunjung tak hanya datang untuk melihat, tapi untuk merasakan dinginnya air di pergelangan kaki, sunyinya lorong tanpa cahaya, dan cerita-cerita yang mengalir di antara batu-batu. Ini bukan sekadar perjalanan. Ini adalah penyelaman ke jantung bumi, di mana alam dan manusia saling sapa dalam hening.

[RWT | ADV DISPAR KUKAR]


Related Posts


Berita Lainnya