Samarinda

Warga di Jalan Danau Semayang Samarinda Diminta Segera Bongkar Rumahnya Akibat Dibangun di Atas Tanah Milik Pemkot

Kaltim Today
17 Februari 2022 21:28
Warga di Jalan Danau Semayang Samarinda Diminta Segera Bongkar Rumahnya Akibat Dibangun di Atas Tanah Milik Pemkot
Marjiati (kanan), warga di Jalan Danau Semayang yang diminta membongkar tempat tinggalnya segera karena dibangun di atas tanah milik pemkot. (Ist)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Diketahui bahwa Pemkot Samarinda mengirimkan surat peringatan ketiga terkait pembongkaran rumah milik Marjiati di Jalan Danau Semayang, RT 16, Kelurahan Sungai Pinang Luar. Dalam surat itu, pemkot meminta agar Marjiati bisa segera membongkar atau mengosongkan bangunan di atas tanah tersebut.

LBH Samarinda pun turun tangan terhadap hal ini dan mendampingi kliennya, Marjiati. Kuasa Hukum dari LBH Samarinda, Mangara Tua Silaban mengungkapkan bahwa, maksud kedatangan pihaknya ke pemkot karena ingin mengajukan keberatan terhadap perintah pembongkaran bangunan dari Pemkot Samarinda. Menurut pihaknya, hal tersebut merupakan penggusuran paksa. Setelah disampaikannya surat keberatan itu, pemkot harus memberi balasan paling lama 10 hari.

"Upaya keberatan ini sebagai bentuk upaya administrasi dan apabila tidak mendapatkan penyelesaian dari pihak pemkot maka akan kami ajukan gugatan melawan hukum oleh pemkot," beber Mangara kepada awak media, Kamis (17/2/2022).

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa, memindahkan orang dari tempat tinggalnya tanpa persetujuan adalah bentuk penggusuran paksa. Pihaknya tak sekadar menganggap kejadian ini sebagai bentuk pelanggaran HAM. Namun, ada banyak pelanggaran administrasi yang dilakukan pemkot melalui Kecamatan Samarinda Kota dan Kelurahan Sungai Pinang Luar.

"Surat perintah pembongkaran bangunan, SP I, SP II itu diberikan sekaligus. Harusnya kan itu bertahap, ini diberikan sekaligus dan manipulatif, dibilang ini surat undangan dan itu back date, tanggalnya diterima oleh klien kami itu pada 7 Februari. Padahal di suratnya itu 25 Januari. Ini seolah-olah, klien kami telah menerima di tanggal surat itu," lanjutnya.

Mangara menyebutkan, masih ada upaya mal administrasi lainnya. Misal, tidak menyebutkan dasar hukum dan tak menyebutkan nama penerima. Termasuk tak menyebutkan jalan mana, RT berapa, serta ukuran. Padahal, ujar Mangara, hal-hal demikian tertera di dalam peraturan perundang-undangan.

"Sementara ini rumah yang mau dibongkar itu 1. Milik klien saya. Tapi kami menduga, ada banyak upaya serupa di tempat lain. Belum kami verifikasi. Jika ada di tempat lain terjadi hal serupa, LBH Samarinda membuka pintu bagi korban penggusuran atau mau digusur. Kami siap bantu," tegasnya.

Ditambahkan lagi olehnya, alasan pembongkaran tak dijelaskan. Sementara itu, kliennya diberi tenggat waktu pembongkaran sampai 23 April 2022. Jika tidak dilakukan secara mandiri, pemkot akan membongkar secara paksa. Padahal, rumah itu sudah ditempati kliennya mulai 1977.

Marjiati yang datang bersama sang anak pun membenarkan bahwa rumah tersebut telah dia tempati sejak 1977.

"Sudah 40 tahun tinggal di situ. Di rumah itu juga sambil mencari nafkah," bebernya.

Pada 10 Februari 2022 lalu, dirinya mendapat surat peringatan dari Pemkot Samarinda agar segera membongkar tempat tinggalnya. Pemkot beralasan, pembongkaran itu harus dilakukan karena diklaim, Marjiati membangun rumahnya di atas lahan milik pemerintah seluas 84 meter persegi. Dijelaskan ibu paruh baya itu, tanah yang dia tempati selama ini merupakan hibah sejak 1977 oleh kepala kampung kala itu, Achmad Yunani.

"Mereka hanya mengakui kalau ini tanah pemkot. Kalau memang itu tanah pemkot, buktikan pada kami. Kami taat kok. Jangan semena-mena begitu, jangan kami ini seperti tidak dianggap," lanjutnya.

Kepala Bidang Aset di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Samarinda, Yusdiansyah menuturkan bahwa, tanah yang berada di Jalan Danau Semayang, RT 16 Kelurahan Sungai Pinang Luar, Kecamatan Samarinda Kota itu memang benar milik pemkot.

"Lahan seluas 84 hektar persegi itu dulunya adalah lahan pemerintah yang digunakan sebagai kantor kelurahan," ungkap Yusdiansyah.

Warga yang mendiaminya sejak 1977 mendapatkan tanah itu atas dasar status hibah dari keluarga. Apapun aset pemkot, yang bisa menghibahkan hanya pejabat yang berkompeten dan punya kewenangan mengelola aset.

Dijelaskan Marjiati sebelumnya, surat hibah itu dibuat oleh lurah. Walhasil, lurah bukan pejabat yang berkompeten untuk memberikan hibah atas aset pemerintah. Sebab sudah ada OPD terkait yang mampu menangani soal aset.

Pun pemberi hibah yang dimaksud sudah tak berstatus sebagai pejabat lagi saat menyerahkan surat hibah itu ke Marjiati. Dalam hal ini, Yusdiansyah menyebut bahwa, pemkot mengklaim memiliki dasar atas kepemilikan tanah itu sebagai aset dengan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Tanah (SPPHT).

"Surat bukti hibah yang diserahkan kepada kami hanya dalam bentuk tulis tangan. Tidak ada stempelnya, tapi nanti akan kami beri surat balasan," lanjutnya lagi.

Dalam hal ini, pemkot akan tetap melakukan penertiban apabila sampai waktu yang telah ditentukan, Marjiati belum membongkar tempat tinggalnya secara mandiri. Sementara itu, pemkot mengklaim sudah melaksanakan prosedur penertiban aset sesuai SOP yang berlaku. Yakni dengan mengirimkan SP I dan SP II terlebih dahulu sebelum mengirimkan SP III.

[YMD | RWT]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya