Kaltim
5 Wartawan Direpresi Saat Meliput di Polresta Samarinda, PWI Kaltim dan AJI Balikpapan Keluarkan Pernyataan Sikap
Kaltimtoday.co, Samarinda - Tindakan represif dari aparat kepolisian terhadap 5 wartawan ketika meliput aksi solidaritas di depan Polresta Samarinda pada Kamis malam (8/10/2020) lalu menuai pernyataan sikap dari PWI Kaltim dan AJI Balikpapan. Aksi solidaritas dengan menyalakan lilin di depan pagar Polresta Samarinda dilaksanakan belasan aktivitas akibat penahanan 12 orang pasca demo penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di DPRD Kaltim pada Kamis siang, sekitar pukul 14.00 Wita.
5 wartawan yang mendapatkan perlakuan tak mengenakkan tersebut adalah Samuel Gading dari Lensa Borneo yang dijambak, Yuda Almeiro dari IDN Times yang diintimidasi, Apriskian Sunggu dari Kalimantan TV yang dipukul di bagian dada, Mangir Titiantoro dari Disway Kaltim yang diinjak kakinya, dan Faishal Alwan Yasir dari Koran Kaltim yang sempat ditahan.
Diberitakan sebelumnya, ke-5 wartawan tersebut tengah meliput dan mengambil video kejadian kala itu. Namun mereka dipaksa oleh beberapa oknum kepolisian untuk menghentikan liputan dan dipaksa menghapus dokumentasi yang sudah ada.
Sehingga, atas kejadian tersebut PWI Kaltim memberikan pernyataan sikap bahwa apa yang relah dilakukan oknum rapat kepada 5 wartawan Samarinda merupakan bentuk pelanggaran undang-undang. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40/1999 tentang Pers yang berbunyi, "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana kerja paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta."
Dalam bekerja, jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam Pasal 4 ayat (3). Atas dasar itu, PWI Kaltim mengecam dan mengutuk tindakan represif aparat terhadap kerja jurnalistik saat meliputi aksi solidaritas di depan Polresta Samarinda. PWI Kaltim juga akan mengawal seluruh proses hukum yang akan diambil 5 wartawan sebagai korban atas intimidasi dan tindakan represif oleh oknum aparat.
PWI Kaltim juga menyayangkan peristiwa yang menghalang-halangi kerja jurnalistik. Jelas bahwa dalam bekerja, jurnalis dilindungi UU Nomor 40/1999 tentang pers. PWI Kaltim juga meminta Kapolda Kaltim untuk mengusut dan menindak bawahannya yang melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap pekerja pers di Samarinda. Pernyataan sikap ini diketahui oleh Endro S Effendi, selaku Ketua Umum PWI Kaltim dan Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan, Abdurrahman Amin.
Pernyataan sikap juga datang dari AJI Balikpapan. AJI Balikpapan meminta kepolisian menghormati Nota Kesepahaman Dewan Pers-Polri terdaftar dengan Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
AJI Balikpapan meminta agar aparat kepolisian menghentikan tindakan intimidatif terhadap jurnalis dalam melaksanakan proses peliputan. Baik itu mengancam, merusak fasilitas jurnalis hingga melakukan tindak kekerasan. Mereka juga meminta agar jurnalis dihargai profesinya yang dilindungi oleh UU. Sama halnya dengan Polri, kendati memiliki fungsi dan tanggung jawab yang berbeda.
AJI Balikpapan juga meminta kepolisian daerah Kaltim untuk menindak pelaku kekerasan terhadap jurnalis di lapangan. Sebab itu bagian dari pembungkaman terhadap sistem demokrasi dan juga merusak citra Polri. AJI Balikpapan juga meminta dengan tegas untuk kepolisian menyampaikan permohonan maaf dan menanggung semua beban kerugian jurnalis yang diintimidasi, baik moril maupun materil. Pernyataan sikap itu diketahui oleh Koordinator Bidang Advokasi, Fariz Fadhillah dan Ketua AJI Balikpapan, Devi Alamsyah dan Sekretaris, Teddy Rumengan.
[YMD | RWT]