Uncategorized

Dukungan Terbuka Jokowi ke Ganjar Dikritik, Berpotensi Munculkan Perkubuan Kontraproduktif

Kaltim Today
01 Desember 2022 00:13
Dukungan Terbuka Jokowi ke Ganjar Dikritik, Berpotensi Munculkan Perkubuan Kontraproduktif
Presiden Jokowi bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Kaltimtoday.co - Pernyataan Presiden Jokowi yang ditafsirkan sebagai dukungan ke Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo jelang Pilpres 2024, dikritik banyak pihak. Salah satu alasannya karena dukungan itu bisa menimbulkan perkubuan politik yang kontraproduktif.

Jokowi, dalam pertemuan dengan lebih dari 100 ribu warga dalam acara Gerakan Nusantara Bersatu di Stadion Gelora Bung Karno pada akhir pekan lalu, meminta kepada para pendukungnya untuk memilih pemimpin yang memikirkan rakyatnya sehingga rambutnya menjadi putih.

Pernyataan itu dipahami publik sebagai mengacu kepada Ganjar, satu-satunya yang berambut putih dari sejumlah kandidat yang digadang-gadang sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024.

“Ini sudah menjadi rahasia umum bahwa Jokowi dekat dengan Ganjar. Rambut putih adalah Ganjar. Pilihan paling mungkin karena karakternya yang mirip, visi dan misinya sama, dan ikatan dukungan besar,” kata peneliti pada Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor kepada dilansir dari BenarNews.

Namun, Firman menambahkan bahwa pernyataan Jokowi itu disampaikan pada waktu yang tidak tepat, mengingat Indonesia masih menghadapi dampak bencana gempa dan seruan tersebut juga dianggap prematur karena pemilu masih 15 bulan lagi, yaitu 14 Februari 2024.

“Di Cianjur sana sedang ada bencana, ini malah ketemu fans. Harusnya Jokowi menjadi presiden buat semua. Ini tidak negarawan,” kata Firman.

Menurut Jokowi, pemimpin yang memikirkan rakyat terlihat dari wajahnya yang banyak kerutan dan rambut yang beruban.

"Kalau wajahnya cling bersih, tidak ada keritan di wajahnya hati hati, lihat juga lihat rambut rambutnya, kalau rambutnya putih semua ini mikir rakyat ini," ujar Jokowi saat itu.

Menurut Firman, kritik terhadap sikap Jokowi tersebut tidak hanya datang dari pihak oposisi tetapi juga dari partainya sendiri, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, yang menyoroti perilaku massa yang terkesan hanya “Asal Bapak Senang” kepada Presiden.

Firman mengakui popularitas Gubernur Jawa Tengah itu memang tertinggi, hanya dapat disaingi oleh mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Sejumlah lembaga survei di Indonesia mencatatkan Ganjar di posisi tertinggi dengan persentase di atas 30 persen, sementara urutan kedua dan ketiga diduduki antara Anies dan Prabowo pada kisaran 20-an persen.

Pengamat politik dari BRIN lainnya, Siti Zuhro, menyampaikan hal serupa dengan mengingatkan bahwa dalam demokrasi yang memiliki hak suara itu rakyat, bukan dari elite atau presiden.

“Keleluasaan rakyat dalam memilih harus dihormati,” kata Siti.

Dia menambahkan bahwa hal paling penting adalah partai politik memberikan informasi selengkap mungkin tentang calon yang dimajukan dan memastikan pemerintah menyiapkan Pemilu 2024 agar berjalan sukses.

“Bukan sebaliknya, malah memberi endorsemen pada calon tertentu. Cara seperti itu bisa diterjemahkan atau terkesan mendikte dan memperlakukan calon-calon lain tidak setara,” kata Siti.

“Bila pemilu dimaknai sebagai kontestasi antar calon, tak sepatutnya proses ini diintervensi dengan keberpihakan seorang presiden,” kata Siti.

Direktur Populis Centre Usep Saeful Ahyar mengatakan bahwa pernyataan Presiden dalam mendukung seseorang, dalam konteks kepemimpinan yang masih dua tahun lagi, berpotensi membangun perkubuan politik yang kontraproduktif.

“Akhirnya kepemimpinan yang masih dua tahun ini direpotkan oleh orang-orang yang merasa diserang. Itu yang seharusnya (Presiden) netral saja sampai masa jabatan berakhir,” kata Usep kepada BenarNews.

Demi kesinambungan program

Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai komentar Jokowi wajar karena dia masih merasa berkepentingan dengan penerusnya untuk melanjutkan program kerjanya.

“Ini terkait keberlanjutan programnya yang belum selesai, seperti IKN (Ibu Kota Negara), jalan tol dan lainnya,” kata Arifki.

Namun, tambah Arifki, sikap politik Jokowi tersebut menimbulkan gesekan pada partai politik tempat dia bernaung karena merasa tersaingi dalam menentukan capres dan cawapres untuk Pemilu 2024.

“Mengingat Jokowi yang tidak lagi bisa maju di tahun 2024, makanya banyak yang berharap Beliau netral. Tapi karena masih berkepentingan melanjutkan programnya, dia endorse nama tertentu,” kata Arifki.

Menurut Arifki, Jokowi ingin memainkan posisinya sebagai “kingmaker” dengan mendorong orang-orang potensial yang dekat dengan dia, termasuk Prabowo, menang pada pemilihan presiden 2024.

Sementara itu, tokoh muda Nahdlatul Ulama, Khairi Fuady, mengatakan perkataan Jokowi yang menjelaskan ciri-ciri pemimpin peduli rakyat adalah suatu yang wajar.

“Presiden dan relawannya itu kaya ayah dan anak. Jadi di acara relawan itu Presiden kaya bicara ke anak sendiri. Mengirimkan sinyal, kasih nasehat. Tinggal relawannya nanti pandai-pandai menangkap sinyal itu,” ujar Khairi kepada BenarNews.

Menurut Khairi, Jokowi memiliki hak untuk memastikan warisan program yang dia tinggalkan dapat dilanjutkan oleh penerusnya, serta capaian-capaian Presiden dalam pemerintahan harus ada yang melanjutkan.

“Sebagai negarawan dan politisi, bolehlah dia kasih kriteria-kriteria yang menurutnya cocok untuk masa depan Indonesia,” ucap Khairi.

[TOS | BN]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Related Posts


Berita Lainnya