Daerah

Harmoni Alam dan Budaya: Kolaborasi Pemerintah, Akademisi, dan Pemuda dalam Menjaga Warisan Bumi Etam

Kaltim Today
18 Juli 2025 21:26
Harmoni Alam dan Budaya: Kolaborasi Pemerintah, Akademisi, dan Pemuda dalam Menjaga Warisan Bumi Etam
Talkshow Harmoni Alam dan Budaya dalam rangkaian acara Helo East Festival. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Pelestarian lingkungan dan budaya tidak bisa dibebankan pada satu pihak saja. Harmoni antara kebijakan pemerintah, peran komunitas, serta kontribusi anak muda menjadi kunci untuk menjaga alam dan warisan budaya di tengah tantangan zaman.

Gagasan ini mengemuka dalam sesi talkshow bertema Harmoni Alam dan Budaya dalam rangkaian acara Helo East Festival yang digelar Jumat (18/7/2025) di Atrium City Centrum Samarinda. 

Amirah Kaca, akademisi Oxford University sekaligus ahli kebijakan publik, menyoroti bahwa pemerintah memiliki dua peran penting dalam menjaga alam dan budaya.

Termasuk sebagai pengatur dan pemberi insentif. Menurutnya, dalam konteks sumber daya bersama seperti hutan atau budaya, terdapat tantangan besar yang disebut free rider problem.

“Semua orang ingin menikmati manfaatnya, seperti udara segar atau identitas budaya yang lestari. Tapi tak semua mau berkontribusi dalam menjaga,” ujarnya. 

Ia menjelaskan, pemerintah dapat bertindak sebagai wasit untuk memastikan semua pihak patuh pada aturan yang mendukung pelestarian, misalnya melalui regulasi konservasi dan pelarangan penebangan liar.

Namun, upaya pemerintah tidak bisa berdiri sendiri. Amirah menekankan bahwa peran komunitas sangat penting, karena mereka memiliki pengetahuan lokal yang lebih mendalam. “Kalau di komunitas itu sendiri tidak ada norma yang menjaga satu sama lain, maka regulasi saja tidak cukup,” tambahnya.

Senada dengan itu, Erwiantono, akademisi yang fokus pada pengembangan ekonomi kreatif, mengingatkan agar arah pembangunan daerah tidak lagi bergantung pada sektor ekstraktif. Ia menekankan pentingnya perencanaan ekonomi jangka panjang yang tidak hanya mengejar keuntungan sesaat dari eksploitasi sumber daya alam.

“Kita terlalu lama larut dalam ekonomi gali-jual. Tidak ada negara makmur dari model itu. Sekarang saatnya memikirkan ekonomi kreatif dan keberlanjutan,” tegasnya. 

Ia menyebutkan bahwa sektor kreatif bisa menjadi jalan keluar untuk menciptakan ekonomi yang tetap berpijak pada nilai budaya dan kelestarian lingkungan.

Sementara itu, Suryani Ino, aktivis lingkungan dan pegiat pariwisata dari Bontang, menyoroti peran penting anak muda dalam merawat budaya dan alam. Ia mengaku prihatin dengan lunturnya kesadaran budaya di kalangan generasi muda, yang menurutnya dipengaruhi oleh derasnya arus digitalisasi.

“Mungkin karena perkembangan yang begitu pesat, kita mulai melupakan bahwa Indonesia punya keberagaman budaya yang luar biasa,” ucapnya. 

Ia pun mendorong pemuda Kalimantan Timur untuk aktif menyuarakan dan melestarikan kebudayaan lokal.

“Kita enggak hanya harus melek digital, tapi juga melek budaya di tempat kita,” tambahnya.

Suryani juga menekankan pentingnya partisipasi aktif pemuda dalam gerakan pelestarian lingkungan dan ekowisata, terutama di Kalimantan Timur. Ia percaya bahwa generasi muda memiliki peran besar dalam menjaga identitas budaya dan kekayaan alam daerah mereka. 

“Harapannya buat teman-teman muda, semoga kalian terinspirasi dan bisa ikut bergerak. Jangan pantang menyerah, saling sinergi dan kolaborasi untuk melestarikan budaya Indonesia,” pungkasnya.

[NKH | RWT]



Berita Lainnya