IJTI Sultra Desak Investigasi Kasus Penghapusan Paksa Materi Liputan Jurnalis oleh Kepala Bandara

Kaltim Today
08 Agustus 2025 19:19
IJTI Sultra Desak Investigasi Kasus Penghapusan Paksa Materi Liputan Jurnalis oleh Kepala Bandara
IJTI Sultra Desak Investigasi Kasus Penghapusan Paksa Materi Liputan oleh Kepala Bandara.

Kaltimtoday.co, Kendari - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara mengecam keras tindakan Kepala Bandara Haluoleo Kendari, Denny Arianto, dan sejumlah stafnya yang diduga menghapus paksa video dan foto milik jurnalis Antara, La Ode Muh Deden Saputra. Peristiwa ini terjadi saat Deden meliput keberangkatan rombongan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (8/8/2025).

Insiden berlangsung sekitar pukul 06.20 WITA, ketika Deden tengah merekam momen empat tersangka Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kolaka Timur memasuki area check-in bandara. Meski sempat ditegur oleh seseorang berseragam rompi merah yang belakangan diketahui sebagai Kepala Bandara, Deden tetap melanjutkan pengambilan gambar karena sedang menjalankan tugas jurnalistik.

Tak lama kemudian, beberapa petugas bandara mendatangi Deden atas perintah Denny Arianto. Mereka melarang pengambilan gambar dengan alasan area tersebut merupakan “daerah sensitif” dan memaksa Deden membuka ponsel untuk menghapus video yang sudah direkam. Tindakan penghapusan dilakukan di bawah tekanan dan disaksikan sejumlah orang di lokasi.

Menurut Deden, tindakan ini dilakukan atas permintaan KPK agar tidak ada dokumentasi keberangkatan mereka bersama para tersangka OTT.

IJTI Sultra menegaskan bahwa area check-in bandara merupakan ruang publik yang dapat diakses masyarakat, termasuk jurnalis yang sedang meliput. Karena itu, melarang atau menghapus hasil liputan jurnalis adalah bentuk pelanggaran serius terhadap kemerdekaan pers.

“Tidak ada pihak yang berhak membatasi, melarang, apalagi memaksa menghapus materi liputan, terlebih terhadap jurnalis yang sedang bertugas,” tegas IJTI Sultra dalam pernyataan resminya.

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin kemerdekaan pers, termasuk hak mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi. Sementara itu, Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan bahwa setiap tindakan yang menghalangi kerja pers, termasuk menghapus materi liputan, dapat dipidana dengan ancaman penjara maksimal dua tahun atau denda hingga Rp500 juta.

IJTI Sultra mengeluarkan enam poin sikap resmi terkait insiden ini:

  1. Mengecam tindakan penghapusan paksa foto dan video jurnalis di Bandara Haluoleo.
  2. Menuntut manajemen Bandara Haluoleo dan KPK memberikan penjelasan resmi serta permintaan maaf terbuka.
  3. Mengingatkan semua pihak, termasuk aparat negara, untuk menghormati kerja jurnalistik dan tidak menghalangi liputan dengan alasan tidak sah.
  4. Mendesak Kementerian Perhubungan, Angkasa Pura I, KPK, dan Dewan Pers menggelar investigasi dan mencegah kasus serupa terulang.
  5. Mengimbau jurnalis melaporkan setiap bentuk intimidasi atau kekerasan kepada organisasi profesi dan Dewan Pers.
  6. Mengingatkan jurnalis agar tetap mematuhi kode etik dan UU Pers saat bertugas.

[RWT] 



Berita Lainnya