Kaltim
Kaltim Masuk Kategori Darurat dengan 1.735 Lubang Tambang di Berbagai Daerah
Kaltimtoday.co, Samarinda - Pandemi Covid-19 tak menyurutkan keuntungan bagi oligarki tambang di Kaltim. Berdasarkan data dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, ada beragam kasus dan pelanggaran oleh industri tambang batu bara sepanjang 2020 silam.
Rinciannya, ada 5 pencemaran dan pengrusakan lingkungan, 4 perampasan tanah, 2 kriminalisasi, 10 tambang ilegal, 2 kasus lubang tambang, 7 kasus keselamatan nelayan dan masyarakat pesisir, 6 kasus buruknya protokol keselamatan kerja, 1 pengrusakan fasilitas publik dan 1 kasus korupsi.
Dijelaskan oleh Dinamisator JATAM Kaltim, Pradarma Rupang bahwa beberapa kasus soal perampasan tanah terjadi di beberapa daerah. Di Sangatta misalnya, 645 hektar lahan dari 300 petani yang tergabung ke dalam Kelompok Tani Kutai Jaya Sangatta Bersatu diserobot oleh PT Kaltim Prima Coal (PT KPC) dan belum mendapat persetujuan pelepasan hak.
Kemudian, ratusan masyarakat Maraan dan Tumbit Melayu turut mengalami perampasan lahan oleh PT Berau Coal dan menuntut diselesaikannya ganti rugi atas 800 hektar tanah masyarakat adat.
PT Berau Coal pun secara sepihak menggusur lahan warga dengan dalih bahwa lahan yang dikelola warga statusnya berada di kawasan budidaya kehutanan. PT Berau Coal juga mengklaim telah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Albed, Masyarakat Adat Kampung Geleo Asa di Barong Tongkok, Kutai Barat pun melaporkan PT Kencana Wilsa karena diduga telah merampas tanah dan merusak tanaman di atasnya. Perbuatan itu telah dilaporkan oleh Albed ke Polres Kubar pada pertengahan Oktober 2020 silam secara resmi.
Begitu pula dengan kasus tambang ilegal. Di Samarinda ada 3, Penajam Paser Utara ada 1 dan terbanyak di Kutai Kartanegara yakni 6. Beberapa contoh lokasi di Kukar ada di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu dan di Desa Manunggal Jaya, Kecamatan Sebulu.
Kedua penambang ilegal di sana melakukan aktivitas tambang di wilayah hutan negara. Padahal, 2 lokasi itu menjadi kawasan pengelolaan hutan produksi santan.
View this post on Instagram
Dijelaskan Rupang, temuan itu merupakan laporan dari warga sejak pertengahan 2020. Sampai hari ini pun, kegiatan di sana masih berlangsung dan tak ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Laporan tersebut sudah disampaikan namun tak ada tindak lanjut dari pengaduan itu.
Bahkan di Hulu Waduk Samboja, Kukar, lebih dari 50 warga Desa Karya Jaya menghentikan aktivitas tambang dan menahan sejumlah alat berat di lokasi. Mereka melakukan itu karena tidak ada tindakan tegas.
Padahal laporan sudah disampaikan ke Gubernur Kaltim, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Polda Kaltim sejak 2018.
Pria yang akrab disapa Rupang itu tak menampik bahwa pada masa pandemi, gerak dari pengrusakan dan pembongkaran sumber daya alam sangat terlihat jelas.
"Kami juga melihat ada reaksi dari aparat hukum yang justru seakan-akan membenarkan pandemi membuat mereka tak bisa bekerja maksimal. Walaupun kejahatan itu sedang berlangsung. Ini akan jadi ironi bahwa publik diminta untuk memaklumi situasi," ungkap Rupang pada Senin (25/1/2021).
Menurut JATAM Kaltim, ini tak hanya dimodali oleh aparat hukum tapi juga dimodali oleh politisi-politisi lokal. Selama ini, pendekatannya hanya dengan menangkap operator di lapangan.
Sedangkan pemodal, pemilik alat berat dan sebagainya tak pernah dibongkar oleh aparat hukum. Pada 2021 ini, hal serupa berpotensi masih akan terus terjadi.
Bicara soal korban lubang tambang di Kaltim sejak 2011-2020, total ada 39 korban. Di Kukar ada 13, Kubar 1, Samarinda 22, Penajam Paser Utara 1 dan Paser 2. Sedangkan untuk sebaran lubang tambangnya ada 1.735. Terbanyak ada di Kukar dengan 842. Kemudian di Samarinda ada 349, Kutim 223, Berau 123, Kubar 74, PPU 64 dan Paser 60.
"Dari sekian banyak kasus tersebut, hanya 1 yang sampai ke pengadilan. Dan yang didakwa adalah pekerja selama 2 bulan kurungan dan denda. Itu terjadi di wilayah Sambutan. Jadi bukan pemilik perusahaan, komisaris, direksi atau pemegang saham," beber Rupang.
Lubang tambang jadi masalah besar dan pelik di Kaltim. Ditegaskan Rupang bahwa Kaltim sudah masuk dalam kategori darurat lubang tambang.
JATAM Kaltim pun mendesak Komnas HAM untuk menaikkan status soal lubang tambang menjadi pelanggaran HAM berat. Namun sangat disayangkan karena Komnas HAM masih terkesan hati-hati.
Untuk konflik keselamatan nelayan dan masyarakat pesisir terbanyak ada di Kukar dengan 5 kasus. Kemudian di Paser dan Berau masing-masing 1. Disebutkan Rupang, ada nelayan-nelayan yang tak ditemukan akibat ditabrak tongkang batu bara.
Tak hanya di laut, ini juga terjadi di daerah sungai. Diduga, jalannya tongkang dikelola dengan navigasi yang buruk dan dengan mudahnya menyasar pemukiman atau fasilitas publik.
"Ketegasan aparat hukum terkait pengrusakan fasilitas publik itu faktanya ya hanya berlaku ketika rakyat dan mahasiswa melakukan protes," tandas Rupang.
[YMD | RWT]