Kukar

Kisah Jumiati, Perempuan 50 Tahun Rela Jadi Badut Jalanan di Kukar Bantu Hidupi Keluarga

Kaltim Today
24 Maret 2021 17:54
Kisah Jumiati, Perempuan 50 Tahun Rela Jadi Badut Jalanan di Kukar Bantu Hidupi Keluarga
Jumiati, perempuan 50 tahun tidak malu jadi badut jalanan, terpenting bisa mencari rezeki yang halal. (Supri/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Tenggarong - Meski kondisi ekonomi serba kekurangan bukan menjadi alasan untuk bermalas-malasan. Namun, sebagai motivasi tersendiri agar terus semangat mencari rezeki ditengah kesulitan yang ada. Semangat itulah tertanam diseluk hati terdalam seorang perempuan bernama Jumiati yang lahir di Tenggarong pada 50 tahun silam.

Untuk membantu pendapatan keluarga, dia tak malu meski jadi badut dengan menggunakan kostum beruang lucu berwarna kuning. Sejak 2019 hingga sekarang, Jumiati mencari rezeki di Museum Mulawarman, Tenggarong dan tak pernah pindah kemana-mana.

Alasan jadi badut sangat sederhana, dia mengaku memang memiliki hobi dan suka menghibur anak-anak. Meskipun hasil yang didapatkan saat menjadi badut tak seberapa, namun hal itu bisa membuat dirinya senang.

Sebelum pandemi Covid-19, dirinya berkerja pada Sabtu dan Minggu, mengingat merupakan akhir pekan sehingga banyak pengunjung yang datang ke Museum.

"Karena pandemi, jadi untuk sekarang hampir setiap hari berkerja mulai jam 3 sampai 5 sore" tuturnya.

Terkadang ada orang yang mampir dan minta foto, dengan balasan sejumlah uang atau sekedar ucapan terimaksih. Jumiati mengatakan, hasil yang paling banyak yang dia didapatkan senilai Rp20-30 ribu. Bahkan dirinya mengaku, pada Minggu di Februari lalu pernah bekerja dari jam 10 pagi sampai sore hanya mendapatkan Rp5 ribu.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Kaltim Today (@kaltimtoday.co)

"Walaupun pendapatnya tak seberapa, namanya rezekinya segitu mau diapakan lagi hak, jadi disyukuri aja," ujarnya.

"Sanggup gak sanggup ya tetap dilakukan, anak saya juga perlu beli paket karena tidak dapat bantuan paket dari sekolahnya," tutur Jumiati dengan mata berkaca-kaca menahan haru.

Disamping hasil yang didapatkan untuk kebutuhan sehari-hari, lantaran anaknya masih duduk di bangku SMP. Sehingga kerap kali belikan paket kouta internet untuk belajar sebab selama ini tidak dapat bantuan. Kata anak saya, sepertinya dipilih bu oleh pihak sekolah. Kalau seperti kami ini karena rumah tidak nyewa mungkin dianggap sudah mampu makanya tidak dipilih.

"Padahal semua siswa di sekolah lain dapat sedangkan anak saya tidak dapat paket gratis," ujarnya.

Pekerjaan Keluarga

Jumiati bersama sang suami Junaidi beserta kedua anak lelakinya, Ramadhani dan Nur Sandi Putra. Berteduh berlindung dari panasnya mentari dan dinginnya malam dibalik rumah kayu berukuran 5,5x10,5 meter di RT 35, Kelurahan Baru Kecamatan Tenggarong. Sebetulnya Jumiati memiliki 3 anak. Namun, anak sulung yang perempuan bernama Rahmiyatul Fitri sudah meninggal dunia akibat kanker tenggorokan pada usia 27 tahun.

Selain menjadi badut di sore hari, Jumiati mengisi aktivitas dengan berjualan suvernir ditoko miliknya yang berada dibelakang Museum Mulawarman. Memang sendari dulu sudah berjualan berbagai macam suvernir khas kalimantas seperti gelang, cincin, kain batik dan tas manik-manik.

"Saya dah berjualan di Museum sejak 1999, dulu jual minuman saja sekarang suvernir khas Kalimantan," imbuhnya.

Selama Covid-19 pengunjung yang datang ke Museum tidak ada karena ditutup, alhasil Jumiati tak mendaptkan masukan penghasilan  sama sekali.

"Selama Covid-19 ni ndik (tidak) pasti, sebulan ni cuma 2 atau 3 kali urang (orang) beli. Kadang beli satu barang, harganya cuma berapa aja," ungkap Jumiati.

Sang suami tercinta berusia 66 tahun tetap terus bekerja, bentuk tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Walaupun kerja serabutan dan kadang kerja bangunan, dia tak kenal lelah dan semangat demi memenuhi kebutuhan sandang pangan keluarga meski hasilnya tak menentu.

Tak ada kata mengeluh atau menyesal dengan keadaan namun sebaliknya. Selalu ikhlas apabila rezekinya memang segitu, yang terpenting sudah berusaha semaksimal mungkin. Kalau memang ada rezekinya, toh nanti pasti datang juga.

Jumiati bercerita tentang anak lelaki pertamanya, Ramadhani berumur 24 tahun bekerja di penyewaan sepeda tempat wisata Pulau Kumala. Selama pulau tutup, karena gak ada pekerjaan lain sehingga setiap hari anak tercinta selalu membantu dirinya menjaga toko suvernir miliknya di Museum.

"Pernah seminggu gak dapat duit, anak saya bilang gimana ni bu. Saya jawab ya mau gimana lagi nak namanya gak dapat apa apa," ucapnya dengan nada lirih.

Pandemi Covid-19 tahun lalu, Jumiati dapat bantuan dari Dinas Sosial Kukar berupa sembako dan barang pokok lainnya. Bulan Desember lalu, dapat bantuan toko dari Kementerian dan dananya langsung masuk ke rekening. Namun tak dapat Bantuan Langsung Tunai (BLT), anaknya dapat tetapi hanya tahun lalu. Kalau tahun ini gak tau, dapat atau tidak.

"Semoga saja dapat bantuan pemerintah supaya meringankan beban ekonomi keluarga," tandasnya.

[SUP | NON]


Related Posts


Berita Lainnya