Politik
KPU Samarinda Gelar Bimtek Teknis Pemungutan Suara hingga Penggunaan Sirekap
Kaltimtoday.co, Samarinda - Jelang pemungutan suara Pilkada serentak, KPU Samarinda terus melakukan berbagai persiapan. Salah satunya seperti bimbingan teknis (Bimtek) terkait pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi hasil penghitungan suara, serta penggunaan Sirekap. Dilaksanakan di Hotel Selyca Samarinda pada Kamis (19/11/2020), nampak seluruh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) se-Samarinda dan Bawaslu Samarinda menghadiri Bimtek tersebut.
Ditemui di sela-sela istirahat, Dwi Haryono komisioner Divisi Perencanaan Program, Data, dan Informasi mengungkapkan bahwa kegiatan bimtek ini terkait dengan pemungutan dan penghitungan suara (Tuksura) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 9 Desember 2020 mendatang.
"Poin pada kegiatan ini adalah pengenalan sistem pembuatan TPS di Pilkada nanti yang terkait dengan standar Covid-19 dan pengenalan aplikasi Sirekap," ungkap Dwi.
Disampaikan Dwi, sebenarnya KPU berkeinginan bahwa di dalam hasil nanti itu tidak menggunakan form C1 lagi. Namun langsung dengan C1-Plano yang difoto kemudian dikirimkan ke E-Rekap. Namun berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kemendagri, Komisi II DPR RI, dan Bawaslu RI nyatanya Komisi II DPR RI belum merekomendasikan. Sehingga, yang menjadi dasar untuk keputusan tetap cara biasa atau manual. E-Rekap tetap dijalankan, tapi khusus internal KPU saja. Tujuannya untuk mempermudah laporan dan mengetahui hasil secara cepat.
"Pada intinya, E-Rekap tidak menjadi bagian yang penentu. Saat ini, itu sebagai sarana untuk mempercapat laporan dulu saja. Belum menjadi dasar untuk penetapan. Jadi untuk penetapan masih yang manual seperti biasa," bebernya lagi.
Sedangkan Muhaimin dari divisi Pengawasan, Hubungan Masyarakat, dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Samarinda menyampaikan bahwa PPK harus memberikan pengawasan di tingkat TPS. Hal tersebut jadi krusial mengingat kecurangan atau sengketa di Pilkada kerap terjadi. Menurut pengalaman yang pernah ditemukan sebelumnya, sebagian anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) melakukan keteledoran. Sebab mereka lupa akan tupoksi yang sudah tercantum di dalam PKPU.
PPK juga dituntut untuk mengawasi ketidaknetralan di TPS. Hal ini disebabkan oleh adanya temuan surat suara yang kosong terisi tidak sesuai dengan jumlah pemilih yang terdaftar di form C6 dan C7. Contoh kecilnya, 1 TPS dipastikan hanya ada 50 pemilih. Namun ketika pencoblosan dilakukan, justru ada 51 suara. Jika terjadi hal seperti itu, maka akan dilakukan penelusuran.
Muhaimin mengingatkan pada PPK agar bisa memberikan informasi mengenai hal itu ke KPPS. Menurutnya, penyelenggara lebih berpotensi mendapat sanksi selama pelaksanaan Pilkada berlangsung.
"Saya saling mengingatkan satu dengan lainnya menjaga marwah lainnya, serta menjaga integritas masing-masing," tandas Muhaimin.
[YMD | TOS]