Nasional
Laporan UNDP: Tanpa Tata Kelola Baik, AI Berpotensi Perlebar Kesenjangan Global dan Timbulkan Risiko Lingkungan
NEW YORK, Kaltimtoday.co - Kecerdasan buatan (AI) yang tidak dikelola dengan baik berisiko meningkatkan ketimpangan antar negara, yang berpotensi menghambat kemajuan pembangunan global, demikian peringatan dalam laporan terbaru dari United Nations Development Programme (UNDP).
Laporan berjudul "The Next Great Divergence: Why AI May Widen Inequality Between Countries" menyoroti bahwa negara-negara memasuki era AI dengan tingkat kesiapan yang sangat beragam. Tanpa kebijakan yang inklusif dan tepat, "era konvergensi" yang telah berlangsung setengah abad terakhir—di mana negara-negara berpenghasilan rendah secara bertahap menutup kesenjangan teknologi, kesehatan, dan pendidikan—dapat terkikis oleh AI.
Kawasan Asia dan Pasifik, yang merupakan rumah bagi 55% populasi dunia dan lebih dari separuh pengguna AI global, berada di pusat transisi AI. Kawasan ini mencakup inovasi pesat, seperti dominasi Tiongkok dalam 70% paten AI. AI diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan PDB tahunan kawasan sekitar 2 poin persentase dan menambah hampir 1 triliun dolar AS bagi ASEAN dalam dekade mendatang.
Namun, kesiapan digital di kawasan ini masih sangat beragam. Negara seperti Singapura, Korea Selatan, dan Tiongkok berinvestasi besar, sementara negara lain masih berupaya memperkuat akses dasar dan literasi digital.
“Pengalaman Asia dan Pasifik menunjukkan betapa cepatnya kesenjangan dapat muncul antara negara yang menguasai AI dan negara yang dikendalikan AI,” ujar Kanni Wignaraja, Direktur Regional UNDP untuk Asia dan Pasifik.
Laporan ini menyoroti bahwa AI yang intensif meningkatkan risiko seperti hilangnya pekerjaan, eksklusi data, serta meningkatnya permintaan energi dan air dari sistem AI.
Sara Ferrer Olivella, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, menekankan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan.
“Kemajuan AI harus berjalan seiring dengan penggunaan sumber daya alam yang bertanggung jawab. Ketika sistem AI mendorong meningkatnya kebutuhan akan air dan energi, hal ini mengingatkan kita bahwa kemajuan teknologi tidak boleh mengorbankan kelestarian bumi,” ujar Sara.
Ia menambahkan, fokus negara-negara pada perencanaan terpadu air–energi–pangan menjadi semakin penting untuk membangun masa depan AI yang inovatif sekaligus ramah lingkungan.
Kelompok yang rentan terhadap dampak AI meliputi, pertama perempuan. Pekerjaan yang dilakukan perempuan hampir dua kali lebih rentan terhadap otomatisasi. Kedua pemuda. Lapangan kerja generasi muda (usia 22–25 tahun) telah berkurang di bidang-bidang yang didominasi AI, mengancam awal karier mereka. Ketiga, masyarakat perdesaan dan adat. Kelompok ini seringkali tidak tercakup dalam sistem data AI, meningkatkan risiko bias dalam algoritma dan eksklusi dari layanan esensial.
Meskipun tantangan besar, AI menawarkan peluang signifikan untuk meningkatkan tata kelola publik, seperti yang dicontohkan oleh platform layanan warga di Bangkok (Traffy Fondue) dan layanan efisiensi dokumen di Singapura (Moments of Life).
Namun, hanya sedikit negara yang memiliki regulasi AI yang komprehensif. Diproyeksikan, lebih dari 40% pelanggaran data terkait AI pada 2027 akan berasal dari penyalahgunaan AI generatif, menegaskan perlunya kerangka tata kelola yang lebih kuat.
“Penentu utama di era AI adalah kapabilitas,” kata Philip Schellekens, Chief Economist UNDP untuk Asia dan Pasifik. Negara yang berinvestasi untuk keterampilan, kapasitas komputasi, dan sistem tata kelola yang baik akan mendapatkan manfaat, sementara yang lain berisiko tertinggal jauh.
[TOS]
Related Posts
- Inflasi Kaltim November 2025 Tembus 2,28 Persen, Kenaikan Harga Didominasi Kelompok Makanan
- Kaltim Raih Peringkat 1 Nasional Sutami Award 2025 Berkat Kinerja Jasa Konstruksi Terbaik
- Soroti Kualitas ASN, DPRD Kaltim Desak Peningkatan Kedisiplinan dan Kesejahteraan
- Perkuat Legalitas Aset, Pemkab Kukar Targetkan Sertifikasi Lahan 700 Masjid Mulai 2026
- Dorong Pemerataan Pendidikan, DPRD Kaltim Fokus Awasi Anggaran PETA POLPEN







