Kaltim

SAKSI FH Unmul Desak KPK Usut Tuntas Perkara Korupsi Dinasti Politik

Kaltim Today
04 Juli 2020 20:01
SAKSI FH Unmul Desak KPK Usut Tuntas Perkara Korupsi Dinasti Politik

Kaltimtoday.co, Samarinda - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk terus mengusut praktik korupsi calon kepala daerah dan persoalan dinasti politik. Hal ini dikemukakan Sekretaris Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah.

"KPK harus memperketat pengawasan terhadap daerah-daerah yang sarat dengan praktek politik dinasti," kata Herdiansyah Hamzah, Sabtu (4/7/2020).

Sebelumnya diberitakan, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kutai Timur (Kutim) Ismunandar dan istrinya, Ketua DPRD Kutim Encek UR Firgasih. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan menerima suap terkait sejumlah proyek di Kutim. Praktik kotor Ismunandar dan istrinya ini bahkan disebut bukan yang pertama kalinya.

OTT terhadap Ismunandar dan istrinya tersebut harus mendapatkan perhatian serius. Ada beberapa catatan menurut Herdiansyah Hamzah.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Warning untuk politik dinasti di Kaltim.

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kaltim Today (@kaltimtoday.co) pada

Pertama, bukti politik berbiaya tinggi memang bukan satu-satunya faktor yang mendorong perilaku korup kepala daerah. Tapi biaya politik yang tinggi inilah, alasan yang memaksa para kandidat calon, khususnya petahana, untuk menghalalkan segala cara untuk mendapatkan posisi.

Argumentasi itu, dijelaskan, Herdi, berdasarkan hasil kajian Litbang Kemendagri yang menunjukkan bahwa untuk menjadi wali kota atau bupati dibutuhkan biaya mencapai Rp 20-30 miliar, sementara untuk menjadi gubernur berkisar Rp 20-100 miliar.

Ongkos yang harus dikeluarkan itu, sebut dia, tidak sepadan dengan gaji yang bakal diterima oleh seorang kepala daerah ketika sudah menjabat.

Kedua, pertanda masih kuatnya politik transaksional dalam proses pengadaan barang dan jasa. Semacam jatah preman atau upeti yang diberikan sebagai tiket untuk memenangkan tender barang dan jasa.

"Tradisi macam ini jelas akan melanggengkan tindakan korup dalam pengadaan barang dan jasa. Kepala daerah cenderung menggunakan pengaruhnya (trading in influence) untuk mengatur lalu lintas pemenang tender barang dan jasa, demi mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya, sebutnya," tutur pria yang akrab disapa Castro ini.

Ketiga, yaitu politik dinasti, tersangka lain yang turut diamankan, yakni ketua DPRD yang juga sekaligus istri dari bupati Kutai Timur, menandakan politik dinasti telah memberikan jalan yang lapang bagi perampokan keuangan negara. Politik dinasti telah melumpuhkan check and balances system antara pemerintah dan DPRD. Sebab kendali pengawasan berada di tangan satu keluarga.

"Jadi mustahil akan ada kontrol yang kuat dan memadai di bawah kuasa politik dinasti," sambungnya.

Terakhir yang keempat, keterlibatan 3 unsur OPD dalam kasus OTT ini, yakni Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Badan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah (BPKAD), dan Dinas Pekerjaan Umum (PU).

Hal ini menandakan OPD-OPD telah menjadi sapi perah kepala daerah, yang hanya dijadikan bancakan untuk memperkaya pundi-pundi modal politiknya jelang Pilkada.

"Tentu saja ada proses tawar menawar atau transaksi saling menguntungkan di antara keduanya, termasuk dalam proses seleksi atau keterpilihan kepala-kepala OPD tersebut. Hal ini tentu saja merusak desain merit system manajemen lembaga pemerintahan kita, sebab telah terjadi spoil system yang memberikan dampak merugikan terhadap kualitas layanan publik," ucapnya.

Dengan adanya hal krusial yang sudah, sehingga dari SAKSI Fakultas Hukum Unmul, menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mendukung langkah KPK untuk menuntaskan kasus ini, sekaligus mendorong agar dilakukan proses dan upaya yang sama di wilayah lain, baik ditingkat Provinsi maupun ditingkat Kabupaten/Kota. KPK harus memperluas jangkauan penegakan hukum terhadap segala macam aktivitas korupsi di daerah secara konsisten. Sebab KPK sendiri.butuh upaya lebih serius dan konsisten untuk mengembalikan kepercayaan publik.

2. Meminta kepada KPK dan aparat penegak hukum lainnnya, untuk memperketat pengawasan terhadap daerah-daerah yang sarat dengan praktek "Politik Dinasti". Sebab di bawah kendali politik kekerabatan tersebut, potensi tindak pidana korupsi akan jauh mudah terjadi. Persekongkolan jahat yang mengarah kepada perampokan uang negara, akan jauh lebih efektif dan berlangsung lebih cepat di bawah kendali politik dinasti ini.

3. Meminta kepada seluruh kepala-kepala daerah, khsusnya yang ada di Kalimantan Timur, untuk menjadi kasus OTT ini sebagai terapi kejut (shock therapy) agar tidak bermain-main dengan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, dengan cara-cara yang tidak patut atau bertentangan dengan hukum yang berlaku.

4. Meminta kepada lembaga-lembaga pengawasan, baik internal maupun eksternal, termasuk seluruh lapisan masyarakat, untuk memperketat pengawasan terhadap proses lalu lintas pengadaan barang dan jasa. Jika menemukan kejanggalan atau indikasi perbuatan melawan hukum, silahkan segera laporkan kepada aparat penegak hukum. Hal ini juga berlaku kepada perusahan dan kontraktor, jika menemukan indikasi pemerasan atau permintaan fee tertentu dari pejabat dalam upaya menjanjikan pemenangan tender.

5. Mendorong partai politik untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat secara serius, agar dapat melahirkan pemilih yang rasional. Dengan demikian, politik berbiaya tinggi dalam Pilkada dapat kita tekan. Upaya pendidikan politik ini, termasuk pula perbaikan pola rekrutmen dan kaderisasi, menjadi jalan untuk membatasi eksistensi politik dinasti, yang secara nyata telah merusak sistem politik kita sekaligus melapangkan jalan korupsi.

[TOS]


Related Posts


Berita Lainnya