Samarinda

114 Dosen di Unmul Deklarasi Tolak Revisi UU KPK

Kaltim Today
13 September 2019 22:46
114 Dosen di Unmul Deklarasi Tolak Revisi UU KPK
Beberapa dosen yang tergabung dalam Koalisi Dosen menyatakan sikap menolak revisi UU KPK di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, di Samarinda.

Kaltimtoday.co, Samarinda - Sebanyak 114 dosen yang tergabung dalam Koalisi Dosen Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Kalimantan Timur, menyatakan sikap menolak revisi UU KPK.

Mereka memegang sejumlah poster mini berukuran kecil tertulis menolak revisi dan save KPK usai menggelar diskusi publik menolak revisi UU KPK di lantai tiga Gedung B Fakultas Hukum Unmul di Samarinda, Jumat (13/09/2019).

Ekspresi tersebut sebagai dukungan penolakan terhadap perubahan UU KPK yang tengah digodok DPR RI di Jakarta.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Mahendra Putra Kurnia yang juga tergabung dalam koalisi mengatakan, rencana revisi UU KPK adalah bentuk nyata ancaman terhadap eksistensi KPK lewat draf revisi yang telah disiapkan DPR RI.

Para dosen meminta Presiden Joko Widodo menolak revisi UU KPK yang diajukan DPR RI. Para dosen juga menyerukan segenap dosen lintas universitas, mahasiswa dan komponen masyarakat sipil peduli terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Kami rapatkan barisan untuk terus mengawal gerakan penolakan terhadap revisi UU KPK," ungkapnya.

Mahendra menegaskan, koalisi dosen Unmul menolak revisi UU KPK dan akan mengirim petisi kepada Jokowi dan para pimpinan DPR RI.

"Kami akan kirim petisi. Tapi gabungan dengan universitas lain se Indonesia yang sedang dikonsolidasikan," jelasnya.

Menurut Mahendra, perubahan terhadap UU adalah hal lumrah. Tapi perubahan harus diletakan pada kepentingan masyarakat bukan kepentingan golongan.

"Kami tidak anti perubahan. Hukum memang dinamis. Tapi kami harap agar perubahan itu memperkuat KPK dalam pemberantasan korupsi, bukan sebaliknya," tegas Mahendra.

Ada enam poin draf revisi UU KPK yang ditolak Koalisi Dosen Universitas Mulawarman Samarinda.

Pertama, rencana KPK akan ditarik jadi bagian dari cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintah. Rencana itu melemahkan KPK karena KPK adalah lembaga independen.

Kedua, rencana pembentukan dewan pengawas KPK. Adanya dewan pengawas dinilai rawan kepentingan.

Ketiga, upaya penyadapan KPK harus seizin dewan pengawas. Izin dewan pengawas dianggap kontrol terhadap lembaga independen.

Keempat, mengintegrasikan KPK secara umum ke dalam sistem peradilan pidana konvensional sesuai hukum yang berlaku. Cara konvensional dinilai tak ampuh menyelesaikan kasus korupsi.

Kelima, memberikan kewenangan kepada KPK menerbitkan SP3 terhadap perkara yang tidak selesai dalam waktu satu tahun. Rencana ini dinilai diduga rawan intevensi kasus hukum.

Keenam, mengebiri kewenangan KPK atas kontrol Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN).

Selain pernyataan sikap, para dosen juga menggelar diskusi publik dengan melibatkan para mahasiswa dan unsur dosen.

Sebelumnya, rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang seluruh fraksi di DPR setuju revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang diusulkan Badan Legislasi DPR.

[JRO | RWT]


Related Posts


Berita Lainnya