Opini

Tragedi Kemanusiaan di India Merusak Fitrah Kebhinekaan

Kaltim Today
29 Februari 2020 15:55
Tragedi Kemanusiaan di India Merusak Fitrah Kebhinekaan

Oleh: Yakub Fadillah, S.IP (Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Kader PW Pemuda Muhammadiyah Kaltim)

Bila kita menyebut negeri India, banyak terlintas sebuah ciri khas, mulai film, lagu, tarian hingga bangunan monumental yang mengagumkan dunia. Di Indonesia kita akan mengenal Candi Borobudur dan Candi Prambanan sebagai peninggalan sejarah monumental yang dijaga dan dilestarikan oleh jutaan muslim di sekelilingnya, sebagai tanda bahwa bangsa ini begitu kuat akan akar semangat keberagaman dan kebersamaan. India bila kita sebut dengan bangunan monumental yang penuh dengan filosofi cinta dan kasih sayang, Taj Mahal adalah satu-satunya bangunan monumental yang masuk daftar 7 keajaiban dunia yang dibangun atas nama cinta. Syah Jahan begitu menghargai pengorbanan sang istri yang melahirkan putranya Bauhara Beghum menjadi syahidah, maka Syah Jahan membangun menomen atas nama cinta dan kasih sayang, Ia begitu mengagungkan Mumtaz Mahal sang istri yang berkorban untuk kelangsungan keturunanya. Bisa kita telisik tak ada satu peradaban dunia pada masa lampau yang dibangun atas nama penghargaan seorang raja kepada wanita yang berkorban untuk dirinya. Sejarah ini bila kita baca, setelah Rasulullah SAW Syah Jahan adalah pria yang patut diteladani dengan seksama bagaimana cara memuliakan wanita, gagasan dan narasi pembangunan Taj Mahal begitu indah dirasakan sampai ke relung hati.

Dari sisi perjalanan peradaban, India bukanlah negeri baru, dua agama ardi yaitu Hindu dan Budha juga berasal dari negeri ini, bahkan sebagian para pakar sejarah meyakini Nabi Adam AS juga diturunkan di puncak Himalaya yang kemudian berjalan ke barat selama 40 tahun mencari tulang rusuknya yaitu Hawa. Ada banyak goresan sejarah yang sulit dicabut dari akar peradaban.

Penyebaran Islam di Indonesia tak lepas dari para penyebaran dan pedagang Gujarat di masa lampau, meski abad ketujuh Islam sudah masuk Nusantara, akan tetapi peran orang-orang Gujarat India dalam gelombang besar sangatlah penting. Berdirinya kerajaan Samudra Pasai banyak dipengaruhi oleh perantau dari India. Pada 1637, Sultan Iskandar Mudar Raja Aceh mengangkat seorang ulama sufi dan juga pakar filsafat Nurudin Arraniri dari Ranir India. Dari akar sejarah ini bisa kita simpulkan bahwa, dalam peradaban Ilmu India memiliki peran pengaruh terhadap perkembangan Nusantara, baik penyebaran agama Hindu, Budha maupun Islam. Bahkan nama Indonesia pun erat dengan kata India, yaitu indos dan nekos, yang artinya India Kepulauan.

Pada 30 Januari 1948 Mahatma Gandhi sang maestro perdamaian India, seorang nasionalis yang moderat ditembak oleh Nathuram Godse karena tidak setuju akan misi perdamaian antara Hindu dan Islam yang telah lama bertikai sejak runtuh dinasti Mughal, ini pertanda bahwa perdamaian begitu sulit dicapai karena memang ada pihak yang menginginkan konflik ini terus melebar.

Pada 2002 di Gujarat terjadi pembantaian, dikabarkan 1.044 tewas orang tewas, 223 hilang dan 2.500 (sumber Wikipedia), masih dari sumber yang sama ada berita lain 2.000 orang lebih tewas, korban tewas dari kedua komunal dan terbanyak adalah korban di komunal muslim yaitu 790. Sementara kerusuhan yang masih hangat ini dikabarkan dengan angka yang berbeda dari media yang berbeda korban mencapai 2.000 lebih, tragedi kemanusiaan yang sangat mengerikan.

Dengan Undang-Undang baru yang diskriminatif bukan hanya soal imigran masuk, tapi juga mengancam 200 juta lebih Muslim India bisa kehilangan status kewarganegaraan kini menjadi akar persoalan tragedi kemanusiaan baru. Sebagai negara yang memiliki peran dalam perdamaian dunia sudah semestinya Indonesia protes dengan konstitusi baru tentang kewarganegaraan, karena bila ancaman itu benar terjadi, tentu akan ada arus pengungsi besar-besaran ke negara sekitar India, dan Indonesa berpeluang disasar paling banyak, dan menjadi pengungsi bukanlah jalan terbaik dari tragedi kemanusiaan yang ada.

Oleh karena itu, selaku perkumpulan negara-negara yang memiliki pengaruh Islam semestinya tidak tinggal diam, bersama ulama-ulama dari negara-negara OKI (Organisasi Konferensi Islam) dan organisasi Komunitas Hindu di negara masing-masing bisa berkumpul di India untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan yang berpotensi permanen ini. Apa yang menjadi persoalan? Salah satunya adalah ketidaktahuan para penduduk India bahwa umat Hindu di negeri-negeri Muslim itu hidup dalam keadaan aman dan damai. Persoalan yang kedua semisal penyembelihan hewan sapi sangat menyinggung perasaan umat Hindu di India, ulama-ulama dari negara-negara OKI bisa berijtima mencari konsensus agar diganti dengan hewan lain semisal kerbau, jika ini disepakati tentu tensi bisa menurun, tentu juga komitmen Pemerintah India agar konstitusi yang dibangun tidak diskriminatif dan bisa berbuat adil dengan menindak dan memproses hukum bagi para radikalis yang anti muslim ketika melakukan penganiayaan kembali.

Lalu bagaimana dengan sikap Muslim terhadap Hindu yang ada di Indonesia? Hal terbaik adalah rangkul mereka dalam aksi-aksi protes ke India, berikan kesempatan bertestimoni bahwa mereka di negeri ini aman, damai dan bergandengan tangan dengan semua pemeluk agama termasuk dengan mayoritas Muslim. Dengan pola ini kerukunan umat beragama dan kebhinekaan sebagai fitrah berbangsa terus terjaga, tidak rusak dengan isu tragedi kemanusiaan yang sangat sensitif bagi dunia. Karena agama apapun pasti punya solidaritas sesama pemeluk agama yang sama, karena ikatan keyakinan tak berbatas teritorial negara. Yang perlu kita tekankan di sini adalah tragedi kemanusiaan, di mana HAM tidak bisa hadir dan dirasakan oleh minoritas di India.(*)

*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co



Berita Lainnya