Opini
Ancaman Keberadaan Populasi Pesut Mahakam
Oleh: Panjaitan Grace Sisilia (Mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta)
Lumba-lumba Irrawaddy yang biasa dikenal warga Kalimantan sebagai pesut Mahakam, merupakan satu di antara jenis lumba-lumba yang ada di perairan Indonesia. Pesut adalah lumba-lumba yang hidup di perairan tawar. Bernama latin Orcaella brevirostris, hewan ini termasuk ke dalam hewan yang dilindungi berdasarkan UU No 5/1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Populasi satwa yang berstatus ‘rentan’ bahkan tergolong kritis ini hanya terdapat di tiga sungai besar, yakni Sungai Irrawaddy di Myanmar, Sungai Mekong di Kamboja dan Laos, dan area Delta Mahakam di Indonesia. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar sungai Mahakam, hewan ini adalah suatu legenda yang oleh sebab itu sangat dihormati keberadaannya.
Sungai Mahakam merupakan habitat pesut di perairan Kalimantan. Ketidakpekaan masyarakat yang secara tidak langsung merusak habitat hewan satu ini perlu mendapatkan perhatian. Kualitas air sungai yang semakin memburuk sangat mempengaruhi keberadaan organisme air yang tinggal di sana, salah satunya pesut. Aktivitas masyarakat terhadap sungai masih memprihatinkan.
Semua rutinitas rumah tangga dilakukan di sungai, seperti membuang sampah, mandi, mencuci baju maupun penempatan kakus di sepanjang sungai. Sampah dalam bentuk padat maupun bersifat cair, sama-sama dapat mencemari sungai. Akibatnya dapat meningkatkan kepekatan air. Warna air sungai pun mengalami perubahan berkala. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Sehingga proses fotosintesis tanaman dalam air akan terganggu. Jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi berkurang, kehidupan organisme dalam air juga terganggu.
Limbah alami yang diproduksi dalam tubuh manusia juga dapat mengganggu kualitas air sungai. Urin yang mengandung ammonia akan mengikat oksigen membentuk nitrat dan nitrit yang lebih stabil. Hal ini menyebabkan kadar oksigen terlarut akan terus mengalami penurunan setiap dilakukannya aktivitas tersebut. Limbah lainnya yang dapat menghancurkan habitat organisme moncong pendek ini bukan lain adalah limbah industri. Limbah perusahaan kelapa sawit banyak ditemukan di sepanjang Sungai Mahakam. Limbah tersebut berwarna kehitaman dan berbau tidak sedap. Limbah ini berasal dari pestisida-pestisida perkebunan kelapa sawit.
Faktor lain yang mengancam habitat pesut yaitu adanya kapal-kapal yang lewat di sepanjang bagian sungai. Lalu lintas kapal di daerah Sungai Mahakam dan Teluk Balikpapan relatif cukup padat, dan suara bising yang dikeluarkannya dipastikan akan mengganggu kehidupan pesut. Namun demikian, karena suara bising yang dikeluarkan oleh setiap jenis kapal berbeda, maka diperkirakan pengaruhnya terhadap pesut juga akan berbeda. Tidak selamanya populasi pesut menurun karena ulah manusia, namun bisa saja terjadi karena aktivitas pesut di dalam sungai.
Contohnya perilaku sosial ditandai dengan kemunculan yang lebih sering dan banyak variasi gerakan seperti fluke slap (menepuk dengan menggunakan ekor), fluke wave (melambai dengan menggunakan ekor), fluke up (ekor diangkat ke atas), fin wave (melambai dengan menggunakan sirip dada), fin slap (menepuk dengan menggunakan sirip dada), spy hop (mengawasi keadaan di sekelilingnya), dan menyemprot. Sering kali ditemukan bahwa ketika berinteraksi sosial dan kawin, pesut tidak memedulikan bahaya di sekitarnya. Hal inilah yang diduga dapat menyebabkan kematian pesut akibat terkena baling-baling kapal.
Frekuensi munculnya pesut ke permukaan diindikasikan karena adanya pengaruh oleh besarnya kelompok. Di sungai, frekuensi munculnya pesut ke permukaan lebih banyak dilakukan ketika tidak ada kapal dibandingkan dengan ada kapal. Di sungai pada saat ada kapal, frekuensi pesut muncul ke permukaan akan menjadi semakin kecil dengan semakin besarnya kelompok. Pada umumnya, pesut di sungai lebih aktif muncul ke permukaan pada saat tidak ada kapal atau ketika kapal jaraknya relatif lebih jauh dengan lokasi keberadaan pesut.
Kelompok kecil kemungkinan besar juga menghindari kapal dengan cara berenang cepat tetapi untuk mendeteksi kelompok kecil di habitat luas sangat sulit sehingga akurasi pengamatan berkurang. Kapal yang masuk ke daerah pesut akan menyebabkan perubahan perilaku pada pesut, seperti perubahan arah berenang, menyelam lebih lama, berenang cepat, menghindari kapal dan muncul jauh dari kapal. Bisa saja di antara perilaku yang disebutkan tersebut mengganggu konsentrasi pesut dalam berenang. Gangguan suara yang dihasilkan kapal sangatlah merusak pendengaran dari hewan dilindungi ini.
Menurut penelitian oleh Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) pada tahun 2014 lalu, jumlah pesut Mahakam tidak lebih dari 90 ekor banyaknya. Kematian pesut dapat dikategorikan mengalami peningkatan setiap tahun. Beragam penyebab kematian pesut di antaranya karena tersangkut pada jaring nelayan lokal maupun keracunan. Co-founder yayasan tersebut, Danielle Kreb menyatakan bahwa, habitat yang digemari pesut berupa daerah penuh kelimpahan ikan yang mempunyai kedalaman sungai hingga 30 meter dan dekat dengan rawa. Danielle menambahkan, saat ini pihaknya tengah mengupayakan kepada Pemkab Kukar untuk kawasan konservasi pesut Mahakam. Upaya konservasi pesut Mahakam diwujudkan melalui perlindungan habitat dari pencemaran dan pendangkalan, perlindungan suaka perikanan yang berfungsi sebagai penyedia makanan alami serta meningkatkan peran aktif masyarakat agar turut menjaga kelestarian pesut Mahakam.
Dengan jumlah pesut yang hanya berkisar kurang lebih 90 ekor, perlu dilakukan perlindungan lebih lanjut terhadap ancaman populasi pesut Mahakam oleh pemerintah. Perkiraan jumlah populasi itu didata pada tahun 2014, maka penyusutan populasi pastinya mengalami kenaikan angka hingga empat tahun setelahnya, yaitu tahun 2018 ini. Hal-hal yang dapat dioptimalkan antara lain adalah konservasi habitat, berupa perbaikan kualitas mutu air sungai dengan cara membuat larangan pembuangan limbah di sungai.
Cara lain agar hewan air ini tidak terlanjur mengalami kepunahan adalah dengan mengurangi jumlah transportasi kapal-kapal besar maupun larangan menggunakan jaring yang terlalu besar, karena dapat mengait pesut yang sedang berenang mencari makanan. Maka akan tetap terjaga keanekaragaman negeri ini dan keseimbangan ekosistem akuatik dengan basis perairan air tawar.(*)
*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co