Opini
Asran Pemburu Sejarah dari Kota Balikpapan
Catatan Rizal Effendi
MENJELANG HUT ke-126 Kota Balikpapan, 10 Februari 2023, saya ingin menulis tentang sosok Muhammad Asran, wartawan yang banyak menaruh perhatian dalam penulisan tentang perjalanan sejarah di kota ini. Dulu dia bersama saya menjadi wartawan harian Kaltim Post.
Ketika saya menjadi wali kota, Asran dan rekannya Herry Trunajaya BS mengkhususkan diri dalam penulisan sejarah. Mulai sejarah pembentukan kota, sejarah perminyakan dan sejarah perjuangan kemerdekaan yang mewarnai Kota Balikpapan. Itu sebabnya atas nama pemerintah kota, saya memberikan penghargaan kepada mereka atas kerja kerasnya menulis sejarah di kota ini.
Beberapa buku sudah mereka terbitkan. Baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Terkadang dibagikan pada acara HUT Kota. Karena penerbitannya bekerja sama dengan Pemerintah Kota atau DPRD Kota Balikpapan. Ada juga dengan Pertamina, BP Migas, PDAM dan Bankaltimtara.
Yang ditulis Herry Trunajaya di antaranya “Balikpapan 3 November 1945” dan “Balikpapan 13 November 1945.” Sedang Asran menulis tentang “Balikpapan Jumat 15 Oktober 1965, Kampung Baru Tempo Doeloe Sentral Ekonomi Balikpapan” dan “Tetesan Keringat Pasukan Brandweer.”
Masih ada tiga bahan tulisan yang sudah dipersiapkan Asran berbulan-bulan. Yaitu “Pendidikan Balikpapan dalam Lintasan Sejarah, Sejarah Kampung Atas Air Tahun 45,” dan “Kota Toea.”
“Boleh dibilang sudah rampung penulisannya, saya lagi cari sponsor untuk penerbitannya,” kata ayah tiga anak yang sudah berusia 59 tahun ini. Dia juga lagi menulis satu buku tentang sejarah Gang Catur di Kebun Sayur.
Asran dilahirkan di Balikpapan, 11 Desember 1964. Setamat SMA, dia langsung aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan seperti KNPI, Karang Taruna, dan Kepramukaan. Lalu merintis bakatnya sebagai wartawan di Harian ManuntunG, yang belakangan berganti nama menjadi Kaltim Post.
Beberapa surat kabar di luar Kaltim dijajalnya. Mulai menjadi wartawan Makassar Post, Surabaya Post, Banjarmasin Post, Wakil Pimred Media Borneo, Pimred Balikpapan Post, Wapimred Media Cerdas Kaltim sampai wartawan majalah Bongkar.
Di waktu senggangnya, dia rajin memancing di laut. “Memancing punya keasyikan tersendiri,” katanya bersemangat. Tak jarang dia membawa pulang ikan kerapu, terakulu dan kakap. “Ampun bangganya kalau membawa pulang ikan hasil pancingan,” tambahnya.
Sampai sekarang Asran masih terus memburu pelaku sejarah. Walaupun hampir semuanya sudah tiada. Tapi dia rajin mencari anak cucunya, yang masih ingat cerita dari orang tua atau leluhurnya. Juga meninjau lokasi-lokasi atau situs, yang masih ada hubungannya dengan cerita masa silam.
Beberapa hari lalu dia mengirimi saya foto di lokasi sumur minyak Mathilda di tepi Jalan Yos Sudarso. Pengeboran pertama di sumur minyak Mathilda pada 10 Februari 1897 ditetapkan sebagai patokan Hari Jadi Kota Balikpapan sampai saat ini.
Dia sengaja membawa serombongan bubuhan Bajadul alias Balikpapan Jaman Dulu. Komunitas yang menyukai menelusuri cerita Balikpapan zaman dulu. Mereka rajin mengunjungi situs bersejarah termasuk kemarin meninjau sumur abadi Mbah Gunting.
“Ya benar, sumur Mathilda menjadi tonggak sejarah berdirinya kota Balikpapan sekaligus bukti bahwa kota ini memang kaya dengan sumber minyak. Makanya Balikpapan disebut Kota Minyak,” kata Suhendra Atmaja, praktisi komunikasi perminyakan kepada kantor berita Antara di Jakarta, Juni tahun lalu.
Nama Mathilda konon diambil dari nama perempuan Belanda yang merupakan putri Jacobus Hubertus Menten (1833-1920). Dia adalah pekerja perusahaan minyak yang juga insinyur penemu sumur minyak pertama yang akhirnya diberi nama sumur Mathilda.
Badan Pengelola Cagar Budaya Kaltim mencatat Nederlandsch Indisch Industrie en Handel Maatschappij (NIIHM) menemukan minyak pada kedalaman 180 meter di sumur Mathilda pada 15 April 1898 atau sekitar setahun setelah kegiatan pengeboran.
Pada saat itu, produksi tahunan mencapai 32,618 barel minyak mentah yang berasal dari konsesi sumur minyak Louise dan Mathilda. Tahun 1903 merupakan akhir cerita dari sumur Mathilda, setelah beroperasi selama lebih kurang enam tahun.
Meski Mathilda tidak lagi dipompa untuk menyemburkan minyak mentah, di Balikpapan tetap dibangun kilang penyulingan, yang sekarang dikenal sebagai Kilang Minyak Pertamina. Dulu di kilang itu juga diproduksi lilin. Sayang sekarang tidak lagi.
Kilang Pertamina sekarang ini tengah ditingkatkan kapasitas produksinya dengan nama Proyek Perluasan Kilang Balikpapan atau RDMP (Refinery Development Master Plan). Proyek RDMP didesain untuk meningkatkan kapasitas kilang dari 260 ribu barel menjadi 360 ribu barel per hari. Tahun ini puncak pengerahan ribuan tenaga kerja karena ditargetkan akhir tahun 2023 sudah mulai berproduksi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram “Kaltimtoday.co”, caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.