Nasional

Aturan Baru Kementerian ATR/BPN 2025, Ini Penyebab PBB Naik di Sejumlah Daerah

Network — Kaltim Today 25 Agustus 2025 15:31
Aturan Baru Kementerian ATR/BPN 2025, Ini Penyebab PBB Naik di Sejumlah Daerah
Ilustrasi. (Pixabay)

Kaltimtoday.co - Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sejumlah daerah tengah menjadi sorotan publik. Lonjakan tarif yang mencapai ratusan hingga ribuan persen membuat banyak warga resah, bahkan memicu aksi protes di beberapa kota.

Data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, pada periode 2024–2025 terdapat 104 daerah yang menaikkan PBB, dengan 20 di antaranya mengalami kenaikan lebih dari 100 persen.

Beberapa contoh mencolok antara lain: 

  • Kota Cirebon: tarif PBB naik hingga 1.000 persen.
  • Kabupaten Pati: kenaikan mencapai 250 persen.
  • Kabupaten Jombang: warga memprotes dengan cara membayar pajak menggunakan uang receh.

Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, mengingatkan agar pemerintah daerah tidak hanya mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga memperhatikan kemampuan masyarakat. Kenaikan PBB yang berlebihan dinilai dapat menggerus daya beli rakyat.

Kebijakan PBB tidak terlepas dari regulasi yang ditetapkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Dasar hukum terbaru tertuang dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 2 Tahun 2025, yang merupakan perubahan dari Permen Nomor 16/2022 mengenai pelimpahan kewenangan penetapan hak atas tanah dan pendaftaran tanah.

Beberapa poin penting di antaranya:

  • Pasal 2 ayat (1): Penetapan hak atas tanah dan pendaftaran tanah merupakan kewenangan Menteri ATR/BPN.
  • Pasal 2 ayat (2): Kewenangan tersebut bisa dilimpahkan dengan mempertimbangkan kondisi geografis, kepadatan penduduk, nilai tanah, luas lahan, hingga potensi konflik pertanahan.
  • Pasal 5: Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN dapat mengambil keputusan atas tanah tertentu, misalnya tanah pertanian lebih dari 50.000 m² atau non-pertanian di atas 5.000 m².

Aturan ini menegaskan bahwa penetapan hak tanah tidak boleh dilakukan sewenang-wenang oleh daerah, melainkan harus melalui mekanisme pelimpahan kewenangan dari pusat. 

Selain regulasi pertanahan, faktor fiskal juga berpengaruh terhadap kebijakan PBB. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran membatasi ruang fiskal pemerintah daerah. Akibatnya, banyak daerah mengandalkan PBB untuk meningkatkan pendapatan daerah.

Hal ini menjadi salah satu alasan sejumlah pemerintah daerah berani menaikkan tarif PBB secara signifikan, meski berpotensi menimbulkan gejolak sosial.

[RWT] 


Related Posts


Berita Lainnya