Headline

Dilema Kampanye di Tengah Pandemi, Kampanye Hitam Masih Terus Menghantui

Kaltim Today
26 September 2020 17:03
Dilema Kampanye di Tengah Pandemi, Kampanye Hitam Masih Terus Menghantui

Kaltimtoday.co, Samarinda - Pilkada di tengah pandemi Covid-19 memang mengundang banyak tantangan. Contohnya pemilihan wali kota dan wakil wali kota di Samarinda. Tantangan itu tak hanya dirasakan oleh para pasangan calon (paslon), tapi juga penyelenggara seperti Bawaslu dan KPU. Banyak mekanisme yang mengalami perubahan. Minimalisasi massa paling kentara. Di mana kampanye tatap muka hanya dibatasi untuk 50 orang dan mesti mendapatkan izin dari Polresta dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Padahal, kampanye identik dengan suasana ramai, para pendukung berbondong-bondong ingin melihat jagoan mereka. Alhasil, pilkada kali ini terbilang cukup sepi. Terlebih lagi, beberapa kalangan justru menolak keras pesta demokrasi tersebut digelar. Namun, apa boleh buat ketika pemerintah pusat telah menegaskan bahwa Pilkada serentak tetap dilaksanakan.

Alternatif lainnya, kampanye bisa dilaksanakan secara daring. Memanfaatkan media sosial. Paslon dan timnya harus cerdas memanfaatkan platform tersebut. Sebab, pihak KPU Samarinda pun meminta untuk memaksimalkan kampanye daring ini. Tantangan kembali datang untuk Bawaslu Samarinda. Di mana mereka selaku pengawas harus memastikan bahwa kampanye hitam tidak terjadi pada masa Pilkada di tengah pandemi.

Bukan tak mungkin, namun potensi tersebut tetap rentan terjadi. Kewaspadaan bersama mesti jadi kunci. Ketua Bawaslu Samarinda, Abdul Muin pun tak menampik kemungkinan itu. Diungkapkan Muin saat konferensi pers di Hotel HARRIS pada 24 September 2020 lalu, Bawaslu Samarinda akan terus melakukan sosialisasi. Pihaknya juga akan terus berkomitmen untuk menegakkan keadilan Pilkada. Prioritas dan integritas jadi dua hal krusial.

"Paling penting adalah tiap paslon harus bisa mengikuti aturan yang ada. Oleh sebab itu, sosialisasi kami terus lakukan. Sehingga kampanye hitam bisa dihindari," jelas Muin.

Pada kesempatan yang sama, Kompol Erick Budi Santoso selaku Kabag Ops Polresta Samarinda turut menambahkan terkait penegakan hukum. Dia menyebutkan telah dibentuk Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yakni gabungan antara Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan. Sehingga, apabila terbukti ada pelanggaran terhadap Pilkada bisa ditindaklanjuti.

Meski masih diizinkan, kampanye terbuka akan sangat terbatas sekali. Paslon pun tentu akan lebih gencar pula di media sosialnya. Oleh sebab itu, Polresta Samarinda juga sudah menyiapkan tim unit cyber crime demi berpatroli secara siber. Sekaligus mengawasi akun-akun yang tidak ada hubungannya dengan Pilkada atau kampanye paslon.

Diakui Erick, banyak yang sudah dilakukan penindakan di luar Pilkada. Itu mengartikan bahwa perbuatan ujaran kebencian atau kampanye hitam di media sosial tetap bisa mengancam kegiatan kampanye daring yang suasana kondusifnya telah berusaha dibangun seluruh pihak terkait.

Kini, penetapan dan pengundian nomor urut telah dilalui paslon. Kampanye tengah mereka hadapi selama 71 hari ke depan. Mengartikan bahwa per 24 September 2020, pengawalan pribadi resmi didapatkan paslon. Tiap paslon mempunyai pengawal pribadi (walpri).

Dibeberkan Erick, pemilihan walpri tak sembarangan. Mereka adalah anggota-anggota Polri terbaik. Sudah selama 3 bulan terakhir kerap dilatih menembak, mengemudi, dan latihan krusial lainnya. Psikotest, tes rapid, dan tes usap juga sudah mereka lewati. Dalam rangka mengantisipasi Covid-19.

"Masing-masing paslon ada 4 walpri. Jadi 2 orang untuk calon wali kota dan 2 orang untuk calon wakil wali kota. Samarinda ada 3 paslon, berarti totalnya ada 12 orang," pungkas Erick.

[YMD | TOS]



Berita Lainnya