Samarinda
FH Pokja Kritik Kebijakan Kaltim Steril Ala Isran Noor: Sudah Terlambat!
Kaltimtoday.co, Samarinda - Hampir seluruh kabupaten dan kota se-Kaltim berstatus zona merah akibat kasus positif Covid-19 yang mengalami tren kenaikan fluktuatif. Per 6 Februari 2021, terjadi penambahan kasus positif sebanyak 607. Rinciannya di Berau ada 94, Kutai Barat 49, Kutai Kartanegara 74, Kutai Timur 53, Mahakam Ulu 10, Paser 13, Penajam Paser Utara 13, Balikpapan 130, Bontang 85, dan Samarinda 86.
Demi menekan penyebaran virus, akhirnya Gubernur Kaltim Isran Noor mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 1/2021 pada 4 Februari silam. Beberapa instruksinya yakni mengenai penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) se-Kaltim.
[irp posts="27414" name="Pasar Segiri Tetap Buka, Pedagang: Sehari Tidak Jualan, Mau Makan Apa?"]
Masyarakat juga diminta untuk tidak melakukan aktivitas di luar rumah setiap Sabtu dan Minggu. Terhitung mulai hari ini hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Instruksi tersebut menuai tanggapan dari Koordinator FH Pokja 30, Buyung Marajo. Menurut Buyung, instruksi semacam itu sudah terlambat. Seharusnya bisa dilakukan sejak dulu, bukan seperti sekarang dimana kasus positif Covid-19 dan kematian justru semakin banyak. Buyung menganggap, pada akhirnya semua ini menjadi kesia-siaan.
"Kalau mau membuat aturan untuk minta masyarakat berdiam diri di rumah selama Sabtu dan Minggu, bagaimana upaya untuk masyarakat kecil yang upahnya harian?" ungkap Buyung kepada awak media.
Dengan adanya kebijakan seperti ini, Buyung menyebut harusnya pemerintah menyiapkan dan memastikan ketersediaan bahan pangan bagi masyarakat, ditambah lagi dengan kejadian panic buying yang terjadi, akibat kekhawatiran tak bisa belanja di akhir pekan.
Dampak kebijakan ini, bagi perekonomian mikro dan makro juga harus dipertimbangkan, terutama bagi masyarakat kecil menengah. Mengingat kondisi pertumbuhan ekonomi masih mengalami penurunan.
"Masyarakat terdampak juga harus dihitung. Contoh, ada penganggaran untuk masyarakat kecil yang upahnya harian. Misalnya menggunakan APBD atau meminta dari APBN," beber Buyung.
Menurutnya, sejak awal pemerintah terkesan menganggap virus ini biasa. Padahal, pemerintah pula yang memberi kelonggaran dan tidak menindak tegas.
Akhirnya cenderung membiarkan. Ketika kondisi semakin parah, mulai panik dan kerepotan. Kepanikan saat ini juga mencerminkan ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi Covid-19.
Secara teknis, Pemprov memang mengimbau seluruhnya kepada Pemkot dan Pemkab. Buyung menyebutkan, kalau sebatas imbauan tanpa ada pengawasan dan tindakan pun tidak optimal.
Jika ingin efektif, semua harus berjalan menyeluruh. Contoh, jika fasilitas pelayanan publik ditutup, maka apapun bentuk pelayanannya harus ditutup. Namun nyatanya, seperti bandara saja masih dibuka.
"Ini salah satu bagian dari kebijakan publik. Tiba-tiba muncul kebijakan atau imbauan seperti ini tanpa didasari pertimbangan. Kegagalan ini akibat tidak terstruktur, tidak ada koordinasi dan terorganisir secara baik tentang dampak terhadap masyarakat. Sebab masyarakat yang merasakan dampak," pungkas Buyung.
[YMD | RWT]