Nasional
Hamdan Zoelva Kritik Putusan PK Mardani H. Maming, Nilai Kekuasaan Kehakiman Terkikis
Kaltimtoday.co, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva menyoroti putusan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus Mardani H. Maming yang dianggap masih jauh dari ideal. Dalam putusan terbaru ini, Mahkamah Agung mengurangi hukuman Maming dari 12 tahun menjadi 10 tahun penjara, serta menetapkan denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Hamdan, yang memimpin MK pada periode 2013-2015, menilai bahwa keputusan ini mengandung sejumlah kekeliruan dalam penerapan hukum dan menunjukkan adanya perbedaan antarputusan.
“Dari putusan tingkat pertama hingga kasasi, ada kesalahan penerapan hukum dan pertentangan substansial,” ungkap Hamdan.
Menurutnya, ada tiga aspek utama yang bertentangan dalam putusan tersebut, termasuk kesalahan penerapan Pasal 93 UU No. 4/2009 tentang Minerba. Dalam kasus ini, subjek Pasal 93 seharusnya adalah pelaku usaha atau pemegang IUP, bukan Bupati. Selain itu, IUP-OP yang diterbitkan oleh Maming, berdasarkan bukti persidangan, masih dianggap sah karena tidak ada pembatalan dari pengadilan mana pun.
“Setiap keputusan yang sah menurut hukum administrasi negara memiliki asas het vermoeden van rechtmatigheid atau praduga sah, artinya keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat negara dianggap sah hingga terbukti sebaliknya,” jelas Hamdan dalam pernyataan resminya.
Hamdan juga menyoroti kurangnya bukti yang menunjukkan adanya kesepahaman antara Maming dan pihak pemberi suap dalam unsur “menerima hadiah” pada Pasal 12 huruf b UU Tipikor. Ia menyatakan bahwa unsur suap memerlukan bukti kesepakatan antara kedua belah pihak, yang menurutnya tidak terbukti dalam kasus ini.
Selain itu, ia mencatat adanya pertentangan antara putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Pengadilan Niaga. Dalam putusan Tipikor, Maming dianggap menerima dividen dan fee dari PT ATU dan PT PCN, tetapi Pengadilan Niaga menyebutkan bahwa transfer dana dari PT PCN hanya terkait hubungan bisnis antara PT TSP dan PT PAR.
"Ketidakkonsistenan ini seharusnya menjadi dasar yang kuat untuk membatalkan putusan Tipikor," tegas Hamdan.
Hamdan juga mengkritik indikasi pelanggaran prinsip imparsialitas, terutama ketika pertimbangan hakim hanya didasarkan pada keterangan satu saksi tanpa mengindahkan asas unus testis nullus testis, serta adanya penggunaan bukti yang lemah sebagai circumstantial evidence yang tidak konsisten satu sama lain.
“Dalam negara hukum, independensi peradilan itu penting. Kejanggalan-kejanggalan ini seharusnya dapat ditinjau oleh hakim dengan objektivitas penuh, tanpa intervensi eksternal,” kata Hamdan.
Ia berharap, kasus ini menjadi cerminan penting akan pentingnya menjaga kekuasaan kehakiman yang adil dan merdeka.
[RWT]
Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp
Related Posts
- Desa Rapak Lambur Siapkan Pembangunan Masjid Besar dan TPA pada 2025
- Pemenang Duta Lingkungan Bakal Jadi Garda Terdepan Pelestarian Alam
- Andi Singkeru Tegaskan Pentingnya Pengawasan untuk Pastikan Kualitas Guru
- Disdikpora PPU Tegaskan Dukungan Moral dan Hukum bagi Guru dalam Hadapi Tantangan Zaman
- Disdikpora PPU Dorong Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Kebersamaan Guru dan Siswa