Kaltim
Kaltim Ingin Tambah Jatah PI Migas
Kaltimtoday.co, Samarinda - Jatah Participating Interest (PI) 10 persen di wilayah kerja minyak dan gas (migas) Kaltim dianggap belum cukup. Kaltim berupaya agar jatah itu ditambah. Tapi sebelum mengajukan permintaan itu, Kaltim harus punya dukungan politik dan basis argumentasi yang kuat.
Hal itu dibahas dalam pertemuan ahli migas, akademisi, dan pengamat yang digelar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) dengan PT Migas Mandiri Pratama (MMP) di Gedung Rektorat Unmul, Selasa (10/12/2019).
Kepada awak media, Dekan Fakultas Hukum Unmul Mahendra Putra Kurnia mengatakan, pertemuan ahli digelar sebagai upaya menggali potensi penambahan persentase PI migas Kaltim. Sebab, porsi yang diberikan pemerintah pusat saat ini dirasakan belum cukup proporsional. Kaltim mestinya mendapat jatah PI yang lebih besar.
"Pertemuan ini untuk menggali potensi dari para ahli. Hasiln nanti jadi basis argumentasi pemerintah daerah untuk menuntut jatah PI lebih ke pemerintah pusat," ungkap Mahendra.
Unmul, sebut dia, memandang diskursus tentang jatah PI migas layak untuk kembali dibedah. Entah itu soal peluang penambahan PI di atas 10 persen, maupun memaksimalkan porsi PI yang sudah diterima untuk digunakan semaksimal mungkin demi kesejahteraan masyarakat.
"Dari diskusi ini, peluang PI di atas 10 persen terbuka. Ada beberapa skema, salah satunya dengan cara B2B (Bussiness to Bussiness), tapi itu perlu modal yang sangat besar," katanya.
Salah satu akademisi yang sebelumnya memperjuangkan PI 10 persen di Blok Mahakam, Dosen Fakultas Kehutanan Unmul Bernaulus Saragih menyatakan, proses mendapatkan jatah PI 10 persen tidak gampang pada era Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Ada proses panjang dan berliku yang sebelumnya harus dilalui. Jika ingin menambah, maka harus dipastikan punya dukungan politik dan basis argumentasi kuat untuk dibawa ke pemerintah pusat.
"Dulu celah aturan dapat PI 10 persen tidak ada, toh buktinya Kaltim dapat. Itu karena punya argumentasi dan bisa membuktikan," tegas Bernaulus Saragih.
Kaltim, menurutnya, sangat layak untuk meminta tambahan jatah PI migas. Karena hingga saat ini pembangunan dari segala bidang seperti infrastruktur di Kaltim masih tertinggal. Akses ke pedalaman masih sulit. Banyak warga miskin terisolasi. Tidak punya listrik. Tidak punya air minum.
Hal itu jadi kenyataan pahit dengan Kaltim yang kaya dengan sumber migas namun tidak berperan untuk mendukung pembangunan. Proyek migas menyerap hanya sedikit tenaga kerja. Uang yang dihasilkan banyak tapi dibawa ke luar negeri. Sementara jatah Kaltim kecil.
"Perjuangan agar porsi PI migas di atas 10 persen itu layak dan harus dilakukan," sebutnya.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Abrar Saleng menyebutkan, dasar hukum penambahan PI yang lebih besar terbuka. Karena PI sejatinya merupakan kewajiban perusahaan dan hak bagi daerah penghasil. Jika PI 10 persen ke Kaltim dianggap belum adil dan dirasakan manfaatnya, mestinya layak ditambah.
Peluang itu, tambah dia, dimungkinkan dengan pola pengusahaan Perjanjian Usaha Pertambangan (PUP). Pola yang sama dengan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
"Di Papua bisa diberikan secara proporsional. Kaltim sebagai daerah penghasil juga bisa," yakinnya.
Meski begitu, untuk mendapatkan jatah PI di atas 10 persen, Kaltim harus punya argumentasi yang kuat dan akurat. Harus punya data pembanding yang bukan hanya berasal dari perusahaan. Sebab, jika tidak punya data pembanding, maka argumentasi Kaltim untuk meminta jatah PI yang lebih besar akan lebih mudah dimentahkan.
"Kaltim harus punya data SDA. Jangan sekadar bicara bocor, tapi datanya enggak akurat," katanya.
Selain itu, disebutkannya, Kaltim juga harus menunjukan, transparansi penggunaan dari jatah PI 10 persen yang sudah diberikan.
"Sebelum PI ditambah, pastikan BUMD mempertanggungjawabkan dana masyarakat yang dijadikan modal berusaha di sektor migas itu," pungkasnya.
Pertemuan ahli ini sendiri menghadirkan pembicara di antaranya Dosen Fakultas Hukum Universitas Tadulako Muhammad Taviv, Anggota Tim Gubernur Untuk Pengawalan Percepatan Pembangunan Zulkarnaen, Dosen Fakultas Kehutanan Unmul Bernaulus Saragih, Dekan Fakultas Hukum Unmul Mahendra Putra Kurnia, Guru besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Prof Tata Wijayanta, Direktur Utama PT MMPKT Wahyu Setiaji, Dosen Fakultas Hukum Unmul M Muhdar, Guru Besar Universitas Hasanuddin Prof Abrar Saleng, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unmul Aji Sofyan Effendi, dan Praktisi Migas Wahdiat.
[TOS]