Kaltim

Kaltim Peringkat 4 Nasional Indeks Demokrasi Indonesia 2022, NGO dan Akademisi Sampaikan Kritik Tajam

Yasmin Medina Anggia Putri — Kaltim Today 11 Juli 2023 16:40
Kaltim Peringkat 4 Nasional Indeks Demokrasi Indonesia 2022, NGO dan Akademisi Sampaikan Kritik Tajam
Ilustrasi demokrasi. (Pexels)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Kaltim berhasil menduduki peringkat 4 nasional untuk hasil Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2022 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Namun sejumlah kritik juga dilayangkan mengenai naiknya peringkat IDI Kaltim tersebut. 

Pertama, kritikan datang dari Koordinator FH Pokja 30, Buyung Marajo. Dia menyebut, naiknya peringkat indeks demokrasi Kaltim ini harus dilihat dari segala aspek. Salah satunya melalui keterbukaan informasi. 

"Keterbukaan informasi itu jadi salah satu yang harus dilihat. Ini meningkatnya di mana dulu? Kalau meningkatnya itu menyumbang pada keterbukaan informasi seperti APBD, anggaran dan keuangan tiap organisasi perangkat daerah (OPD), peringkat itu belum cocok untuk Kaltim," ujar Buyung, Selasa (11/7/2023). 

Sejauh ini, Buyung menilai, informasi di Kaltim masih tertutup. Padahal, informasi seperti APBD menjadi hal yang patut diketahui publik. 

"Harusnya pemprov dan BPS itu memberikan highlight tersendiri dengan aspek keterbukaan informasi. Selama ini, apakah keterbukaan informasi itu menjadi acuan atau tidak? Harusnya keterbukaan informasi yang menjadi salah satu kunci demokrasi. Ini malah tertutup," tegas Buyung. 

Sebagai informasi, ada beberapa aspek penilaian IDI Kaltim yang mengalami peningkatan. Di antaranya, aspek kebebasan meningkat dari 89,46 menjadi 91,40. Lalu ada aspek kesetaraan yang meningkat dari 76,67 menjadi 79,25 dan ada aspek kapasitas lembaga demokrasi yang meningkat dari 77,90 menjadi 81,06. 

"BPS menilai dari mana, ya kalau lembaga demokrasi itu kan dilihat dari pemilu dan sebagainya, nah apakah dari kepemiluan itu menjadi acuan atau enggak, itu kan belum terjadi," ujarnya lagi. 

Berada di peringkat 4 nasional, Buyung menilai seharusnya indeks demokrasi itu bisa diiringi dengan pelayanan publik yang baik, keterbukaan informasi yang bagus, hingga kinerja pemerintahan provinsi yang baik. 

"Selama ini, kalau melihat dari tahun kemarin sepertinya tidak ada perubahan. Nah menurut saya penilaian ini subjektif. Sebab melihat hanya pada aspek-aspek lain saja. Tidak melihat secara keseluruhan," sambungnya. 

Sekalipun pelayanan publik, persoalan demokrasi, kesetaraan, hingga kebebasan berpendapat di Kaltim itu baik, belum tentu hal tersebut bisa jadi acuan bahwa Kaltim sedang dalam kondisi yang baik-baik saja. 

Sebelumnya, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kaltim, Sufian Agus mengungkapkan bahwa IDI Kaltim 2022 yang diukur pada 2023 mencapai skor 83,58. Angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,56 poin dibanding tahun sebelumnya yang berada di angka 81,02.

"Dengan peningkatan ini, Kaltim berhasil naik ke peringkat keempat nasional, setelah sebelumnya berada di peringkat kelima," ungkap Sufian Agus. 

Diketahui, IDI adalah indikator untuk mengukur kemajuan demokrasi di Indonesia. Serta digunakan sebagai acuan dalam menyusun program pembaangunan politik. Mulai di tingkat pemerintah pusat atau daerah. IDI diukur dari 3 aspek dan 22 indikator. 

Terpisah, akademisi dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah atau Castro juga memberikan tanggapannya. Ditegaskan Castro, hasil indeks tersebut hanya di atas kertas. Angka tersebut harus sesuai dengan kondisi di lapangan. 

"Yang pasti, hasil indeks itu di atas kertas. Tidak bisa serta merta dijadikan rujukan penilaian terhadap kualitas demokrasi di Kaltim," ujar Castro, Selasa (11/7/2023). 

Castro memberi contoh, misal terkait responsivitas pemerintah terhadap kritik dan aduan publik. Sejauh ini, menurutnya hal tersebut selalu bermasalah. Bahkan pemerintah seperti tutup mata terhadap protes publik. 

"Terutama terhadap kasus-kasus lingkungan dan sumber daya alam (SDA). Parahnya lagi, kasus-kasus tambang ilegal juga seolah didiamkan oleh aparat penegak hukum. Apa bisa disebut demokratis dengan respons yang buruk begitu?" lanjut Castro. 

Kendati demikian, Castro menyebut kehadiran indeks demokrasi tetap penting sebagai kritik sekaligus alat evaluasi. Namun harus dibarengi dengan dua hal. 

Pertama, objektivitas ukuran indeksnya yang harus dibuat oleh lembaga-lembaga yang benar-benar mendekati netral. Menurut Castro, salah satu contoh indeks demokrasi yang cukup baik adalah yang dibuat oleh The Economist Intelligence Unit. 

"Kalau dibuat orang-orang Indonesia sendiri, terlebih oleh pemerintah, ya jeruk makan jeruk. Pasti bagus. Kemudian, publik tetap harus kritis terhadap indeks macam itu, apapun hasilnya," tandasnya.

[RWT]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya