Nasional
Kasus Bilqis Ungkap Jaringan Perdagangan Anak, Pemerintah Didesak Perkuat Perlindungan
Kaltimtoday.co - Kasus penculikan Bilqis, bocah berusia 4 tahun asal Makassar mengguncang publik. Bilqis berhasil ditemukan di Kabupaten Merangin, Jambi, setelah sempat hilang selama beberapa hari. Peristiwa ini menjadi peringatan keras atas semakin maraknya praktik perdagangan anak di Tanah Air yang kini diduga dijalankan oleh jaringan lintas daerah.
Insiden ini menyoroti lemahnya pengawasan di ruang publik serta meningkatnya ancaman terhadap anak-anak. Aparat penegak hukum dan pemerintah didesak untuk mengambil langkah tegas dalam membongkar sindikat perdagangan manusia yang kian mengkhawatirkan.
Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat peningkatan signifikan dalam kasus perdagangan anak sejak 2021.
- Tahun 2021: 13 kasus (27 korban)
- Tahun 2022: 28 kasus (89 korban)
- Tahun 2023: 21 kasus (45 korban)
- Tahun 2024: 50 kasus (70 korban)
Dalam kurun waktu empat tahun, jumlah kasus meningkat hampir empat kali lipat, menandakan bahwa kejahatan ini bukan lagi kasus terpisah, tetapi fenomena yang terstruktur dan sistematis.
Kasus Bilqis Tunjukkan Adanya Sindikat Terorganisir
Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, menilai kasus Bilqis merupakan bagian dari gunung es perdagangan anak di Indonesia. Menurutnya, pola penculikan dan jual beli anak yang terungkap menunjukkan adanya jaringan kriminal yang bekerja secara profesional.
“Pelaku menculik korban di area playground Makassar dan menjualnya ke pembeli di Sukoharjo seharga Rp 3 juta. Anak itu kemudian dijual kembali hingga mencapai Rp 30 juta. Ini bukti adanya pasar gelap yang terorganisir,” ujar Mafirion, Senin (10/11/2025).
Meskipun aparat berhasil menyelamatkan Bilqis, ia menegaskan bahwa penemuan korban hanyalah langkah awal. Pemerintah diminta menelusuri jaringan lebih dalam, termasuk kemungkinan keterlibatan perdagangan anak internasional.
Kecepatan perpindahan korban dari Makassar ke Jambi menunjukkan bahwa pelaku memanfaatkan transportasi darat dan media sosial untuk memperdagangkan anak. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar tentang keamanan publik dan efektivitas sistem pengawasan anak di ruang umum.
Reaksi Publik: Orang Tua Kini Lebih Waspada
Kasus Bilqis juga memicu reaksi emosional dari masyarakat, khususnya para orang tua muda. Banyak yang kini lebih berhati-hati saat membawa anak ke tempat umum.
Rini Saputri (32), warga Jakarta Selatan, mengaku tidak lagi membiarkan anaknya bermain tanpa pengawasan.
“Dulu saya biarkan anak main sendiri di taman, sekarang tidak lagi. Kasus Bilqis membuat saya sadar, satu menit lengah bisa berakibat fatal,” ujarnya.
Warga Depok, Nadia Prameswari (33), menambahkan bahwa perlindungan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga, tetapi juga pemerintah daerah. Ia menilai fasilitas umum perlu dilengkapi kamera pengawas (CCTV) dan petugas keamanan rutin untuk mencegah tindak kejahatan serupa.
Polisi Tangkap Empat Tersangka
Kepolisian berhasil mengungkap empat pelaku utama dalam kasus ini, yakni SY (30) warga Makassar, NH (29) asal Sukoharjo, serta AS (36) dan MA (42) warga Merangin, Jambi.
Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan, SY menculik Bilqis di Taman Pakui Makassar, lalu menawarkan korban lewat akun Facebook. NH bertindak sebagai perantara yang membawa korban ke Jambi melalui Jakarta, sebelum akhirnya diserahkan kepada AS dan MA.
“NH mengaku sudah tiga kali menjadi perantara adopsi ilegal. Sementara AS dan MA mengaku pernah menjual sembilan bayi dan satu anak melalui media sosial,” ujar Djuhandhani.
Dari hasil penyelidikan, diketahui korban dijual beberapa kali, mulai dari Rp 3 juta hingga mencapai Rp 80 juta. Polisi menyita sejumlah barang bukti seperti ponsel, kartu ATM, dan uang tunai Rp 1,8 juta.
Para pelaku dijerat Pasal 83 juncto Pasal 76F UU Perlindungan Anak dan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU TPPO, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Pemerintah Perkuat Program Perlindungan Anak
Menanggapi maraknya kasus perdagangan anak, Kementerian PPPA sejak 2023 telah memperkuat program Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Program ini menekankan pentingnya deteksi dini dan pengawasan berbasis keluarga serta komunitas.
Menteri PPPA Arifah Fauzi menegaskan bahwa perdagangan anak bukan sekadar tindak pidana, melainkan kejahatan kemanusiaan.
“Melindungi anak-anak Indonesia adalah tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa,” tegasnya.
Kementerian juga mendorong masyarakat untuk aktif melapor melalui call center SAPA 129 atau WhatsApp 08111-129-129 jika menemukan indikasi kekerasan atau perdagangan anak.
Selain itu, pemerintah memperkuat kerja sama internasional dengan Interpol untuk menelusuri jaringan lintas negara, termasuk dugaan perdagangan bayi dan organ manusia.
[RWT]







