Nasional

Kenaikan PPN 12 Persen Dinilai Berpotensi Berdampak Negatif pada Ekspor

Network — Kaltim Today 26 Desember 2024 09:46
Kenaikan PPN 12 Persen Dinilai Berpotensi Berdampak Negatif pada Ekspor
Ilustrasi. (Freepik)

Kaltimtoday.co - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengungkapkan bahwa rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% sebaiknya diterapkan ketika kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat sudah stabil. Menurutnya, kebijakan tersebut dapat memengaruhi ekspor dan perekonomian nasional jika diberlakukan pada saat yang kurang tepat.

“Kenaikan PPN sebaiknya dilakukan ketika ekonomi sudah stabil agar tidak memberikan dampak negatif terhadap produk domestik bruto (PDB),” jelas Esther.

Esther mengingatkan bahwa Indonesia dapat belajar dari pengalaman Malaysia, yang sempat menaikkan tarif PPN namun kemudian berdampak buruk pada volume ekspor. Akibatnya, Malaysia terpaksa menurunkan kembali tarif PPN tersebut.

"Pemerintah Malaysia menaikkan tarif PPN. Namun, setelah melihat dampaknya yang menyebabkan penurunan volume ekspor, tarif tersebut akhirnya dikembalikan ke level sebelumnya," ujar Esther.

Pemerintah Indonesia telah merencanakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai tahun depan. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan juga tercantum dalam UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Kesepakatan mengenai tarif PPN ini telah disetujui oleh pemerintah bersama DPR.

Jika terdapat perubahan tarif PPN di UU APBN, mekanisme perubahan akan dibahas melalui pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Penyesuaian atau Perubahan.

UU HPP sendiri merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR yang disusun di masa pandemi Covid-19. Kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan. Namun, kebijakan kenaikan PPN ini mendapat sorotan karena dinilai dapat memberikan tekanan tambahan pada masyarakat dan sektor ekonomi, terutama di tengah upaya pemulihan pasca-pandemi.

Dengan mempertimbangkan potensi dampak negatifnya, Esther menyarankan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam menentukan waktu pelaksanaan kebijakan ini. Stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat harus menjadi prioritas agar kebijakan tersebut tidak mengganggu kinerja ekonomi nasional, termasuk sektor ekspor yang merupakan salah satu penopang penting perekonomian Indonesia.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 



Berita Lainnya