Nasional
Makna Hari Raya Waisak dan Tiga Peristiwa Suci dalam Sejarah Buddha

Kaltimtoday.co - Hari Raya Waisak merupakan perayaan paling sakral bagi umat Buddha di seluruh dunia. Setiap tahunnya, Waisak diperingati untuk mengenang tiga peristiwa besar dalam kehidupan Sang Buddha, Siddhartha Gautama. Di tahun 2025, Hari Waisak jatuh pada Senin, 12 Mei.
Tanggal perayaan Waisak tidak tetap karena didasarkan pada kemunculan purnama sempurna atau purnama sidhi pada bulan Mei menurut penanggalan lunar, bukan kalender Masehi. Oleh karena itu, tanggal Waisak berubah-ubah setiap tahunnya.
Asal Usul dan Sejarah Hari Waisak
Istilah "Waisak" berasal dari kata dalam bahasa Pali "Vesakha" dan Sanskerta "Vaishakha", yang merupakan nama bulan dalam sistem kalender India kuno. Perayaan ini dikenal dengan berbagai nama di negara-negara Buddhis, seperti Visakha Bucha di Thailand, Vesak di Sri Lanka, dan Visakah Puja di India. Meskipun nama dan tradisinya berbeda, makna perayaan tetap sama, yaitu memperingati tiga peristiwa penting yang disebut Tri Suci Waisak, yaitu:
1. Kelahiran Pangeran Siddhartha Gautama
Pangeran Siddhartha lahir di Taman Lumbini pada tahun 623 SM. Dikisahkan, ia langsung dapat berjalan beberapa langkah, dan dari setiap langkahnya tumbuh bunga teratai sebagai pertanda kelahiran suci.
2. Pencerahan Siddhartha Menjadi Buddha
Di usia 35 tahun, Siddhartha mencapai pencerahan sempurna di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya. Sejak saat itu, ia dikenal sebagai Buddha, yang berarti “yang telah tercerahkan”.
3. Parinibbana atau Wafatnya Sang Buddha
Pada usia 80 tahun, Buddha wafat di Kusinara. Peristiwa ini disebut Parinibbana, yaitu saat beliau meninggalkan dunia fana dalam keadaan damai dan penuh kesadaran.
Ketiga momen bersejarah ini dipercaya terjadi tepat pada hari purnama bulan Waisak, menjadikannya sangat istimewa dalam ajaran Buddhisme.
Rangkaian Tradisi dan Upacara Waisak di Indonesia
Di Indonesia, Waisak dirayakan dengan serangkaian prosesi dan ritual keagamaan yang dipusatkan di Candi Borobudur, Jawa Tengah. Prosesi dimulai dengan pengambilan air suci dari mata air Jumprit di Temanggung dan api abadi dari Mrapen, Grobogan. Kedua elemen ini dibawa ke Borobudur sebagai simbol kemurnian dan semangat yang tak padam.
Salah satu tradisi utama dalam perayaan ini adalah Pindapatta, yaitu praktik memberi dana makanan kepada para bhikkhu, yang mencerminkan semangat berbagi dan kebajikan. Saat bulan purnama tiba, umat Buddha melakukan meditasi atau samadhi untuk merenungkan ajaran Buddha dan menenangkan batin.
Selain itu, umat juga melakukan Pradaksina (berjalan mengelilingi candi searah jarum jam), mengikuti pawai budaya, serta menyaksikan pelepasan lampion yang menjadi simbol pelepasan harapan dan doa untuk kedamaian dunia.
Tradisi lain yang umum dilakukan termasuk memandikan patung Buddha sebagai lambang pembersihan diri, menghias rumah dengan lampion, melantunkan doa di vihara, serta mengenakan pakaian serba putih sebagai tanda kesucian.
Lebih dari sekadar upacara keagamaan, Hari Waisak merupakan momen kontemplasi untuk mengenang nilai-nilai luhur yang diajarkan Sang Buddha: welas asih, kebijaksanaan, dan kedamaian.
[RWT]