Daerah

Patah Kaki Seorang Bocah 10 Tahun di Samarinda: Ketika Teguran Kecil Berujung Derita Besar

Claudius Vico Harijono — Kaltim Today 27 November 2025 17:54
Patah Kaki Seorang Bocah 10 Tahun di Samarinda: Ketika Teguran Kecil Berujung Derita Besar
Ilustrasi korban perundungan. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun di Samarinda mengalami patah tulang akibat dugaan perundungan di sekolah. Tangisnya pecah bukan karena cedera ringan, tetapi lantaran mengalami kekerasan fisik yang membuat kakinya patah. 

Peristiwa itu terjadi di lingkungan sekolah tempat seharusnya ia merasa aman. Namun pada Kamis (27/11/2025), Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim harus turun tangan setelah menerima laporan bahwa bocah itu menjadi korban perundungan yang berubah menjadi kekerasan serius.

Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainun, bercerita tentang bagaimana insiden itu bermula. Dari pengakuan korban, semuanya terjadi hanya karena niatnya menenangkan seorang teman yang sedang menangis. Teguran kecil itu tak disangka memancing kemarahan dua temannya sendiri. 

“Korban sempat dicekik oleh pelaku A. Ketika mencoba menepis, pelaku B langsung membantingnya,” ujar Rina, Kamis (27/11/2025).

Saat tubuh kecil itu jatuh, posisi kakinya menggantung dan sempat menyentuh dinding. Tetapi alih-alih berhenti, pelaku B justru melakukan tindakan yang semakin parah. 

“Pelaku B kemudian menindih kaki korban di bagian yang tergantung itu. Terdengar bunyi ‘crack’ keras dan kakinya langsung bengkok,” kata Rina. 

Rina menegaskan bahwa apa yang dialami bocah tersebut bukan permasalahan kecil yang bisa dianggap sebagai kenakalan anak-anak.
“Ini bukan kecelakaan. Bukan candaan. Ini kekerasan yang menyebabkan patah kaki. Harus ditindaklanjuti dengan serius,” tegasnya.

TRC PPA juga menerima keluhan dari keluarga korban mengenai respons awal pihak sekolah. Meski pertemuan sudah dilakukan, keluarga merasa pernyataan yang mereka dengar justru menambah luka.

Sebagai langkah cepat, TRC PPA Kaltim langsung berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Samarinda agar kasus ini ditangani dengan tegas dan tidak berhenti sebatas mediasi informal.

“Kami berharap sekolah bijak melindungi korban dan memberikan sanksi pembinaan yang benar-benar memberi efek jera. Tidak boleh ada normalisasi perundungan dalam bentuk apa pun, apalagi yang sampai melukai seperti ini,” tutup Rina.

[RWT] 



Berita Lainnya