Nasional
Seniman dan Panggung Politik Indonesia, dari Era Soekarno hingga Jokowi
Kaltimtoday.co – Fenomena keterlibatan seniman dalam ranah politik Indonesia kembali menjadi topik hangat, terutama dengan kasus terkini yang menimpa Butet Kartaredjasa. Butet, seorang seniman terkemuka, baru-baru ini mengklaim mengalami intimidasi oleh kepolisian, yang ia alami selama pentas teater "Musuh Bebuyutan" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 1 Desember 2023.
Meski Polda Metro Jaya membantah tuduhan tersebut, dan PT Kayan Production, penyelenggara acara, juga menyangkal kejadian intimidasi.
Adanya bantahan yang disampaikan polisi dan penyelenggara pentas, Butet diminta tidak melakukan provokasi terkait tudingan yang disebarkan ke publik.
Mungkin ada yang berpikir seharusnya seniman tak terafiliasi dengan kepentingan politik. Namun, dari era Soekarno hingga Jokowi terdapat riwayat seniman atau budaywan yang melekat pada pusaran politik. kasus ini memicu diskusi tentang hubungan historis antara seniman dan politik di Indonesia. Berikut ulasannya.
Jejak Seniman dalam Politik Indonesia
Era Soekarno
Di era Presiden pertama Indonesia, Soekarno, terdapat dua kelompok seniman yang berpengaruh: Lekra dan Manikebu. Lekra, didirikan pada 17 Agustus 1950, adalah sebuah lembaga kebudayaan yang menentang kebudayaan kolonial dan mengadvokasi 'kebudayaan rakyat'. Anggotanya termasuk tokoh-tokoh seperti Njoto dan Pramoedya Ananta Toer.
Di sisi lain, Manikebu, singkatan dari Manifesto Kebudayaan, mewakili seniman seperti H.B. Jassin dan Goenawan Mohamad. Perbedaan ideologi kedua kelompok ini mencerminkan konflik politik era tersebut.
Era Soeharto
Selama pemerintahan Soeharto, seniman dimanfaatkan secara berbeda. Presiden kedua Indonesia ini menggunakan seniman untuk mendukung kampanye politik, terutama untuk partai Golongan Karya (Golkar).
Seniman populer seperti Edy Soed dan Bing Slamet menjadi bagian dari strategi kampanye Soeharto untuk memenangkan pemilihan umum.
Pemerintahan Jokowi
Di era Presiden Joko Widodo, penggunaan celebrity endorsers menjadi strategi kampanye yang menonjol. Pada kampanye "Konser Putih Bersatu", sekitar 500 seniman terlibat, termasuk nama-nama besar seperti Cak Lontong, Slank, dan Yuni Shara. Keterlibatan mereka tidak hanya membantu membangun dukungan publik tetapi juga menandai evolusi cara seniman berinteraksi dengan politik.
Kasus Butet Kartaredjasa merupakan contoh terbaru dari hubungan kompleks antara seniman dan politik di Indonesia. Dari era Soekarno hingga Jokowi, seniman telah memainkan peran penting dalam membentuk dan menyampaikan pesan politik, menunjukkan betapa seni dan politik seringkali saling terkait.
[RWT]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Hasil Survei Pilpres Terbaru SMRC: Ganjar Masih Unggul, Anies Baswedan Mulai Geser Prabowo
- DPRD Samarinda Dorong Keterlibatan Perempuan dalam Kegiatan Politik
- Survei PSI: Airlangga Hartarto Capres Terkuat Pilpres 2024
- Survei INES: Airlangga Lebih Banyak Dipilih Sebagai Calon Presiden 2024
- Survei SMRC: 45 Persen Pemilih PAN Pindah ke Partai Lain, Mayoritas ke PKS