Kaltim
Tahura Bukit Soeharto Rusak Parah, Wahyu Widhi Salahkan Warga Sekitar
Kaltimtoday.co, Samarinda - Persoalan tambang batu bara tidak kunjung berhenti jadi momok di Kaltim. Padahal dari sisi ekonomi, industri ini sangat menguntung dan menjadi salah satu penopang utama perekonomian bumi etam. Masalahnya, industri ekstraktif ini selain merusak lingkungan juga sudah menelan banyak korban jiwa.
Atas problematika ini, warga beserta lembaga swadaya masyarakat sudah berulang kali menyampaikan keresehannya. Namun, tidak kunjung disambut dengan langkah konkrit dalam menyelesaikannya. Justru sebaliknya, eksploitasi batu bara semakin menggila. Kawasan konservasi Taman Bukit Raya (Tahura) Soeharto turut dieksploitasi.
Meski begitu Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Wahyu Widhi Heranata, Jumat (9/8/2019), membantah kerusakan Tahura Bukit Soeharto semata-mata disebabkan aktivitas tambang batu bara. Menurut Wahyu, Tahura Bukit Soeharto kerusakannya lebih disebabkan kegiatan masyarakat sekitar, seperti pembangunan permukiman dan pembukaan kebun untuk bercocok tanam.
“Bukan saya membela tambang, tapi okupasi lahan yang disebabkan masyarakat sekitar jauh lebih merusak,” ucap Wahyu Widhi.
Dicontohkannya, pada 1989 pihaknya sempat melakukan reboisasi pada lahan hutan konservasi, namun kawasan itu dirusak oleh masyarakat sekitar.
“Kalau batu bara, setelah mereka ambil batunya langsung mereka tutup kembali,” paparnya.
Meski saat ini kawasan Tahura masih memiliki beberapa kegiatan penambangan, akan tetapi sejak 2014 sudah terbit Surat Edaran (SE) Kementerian ESDM, bahwa tidak ada lagi kegiatan di kawasan konservasi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 30/2007 tentang Kawasan Konservasi yang Terletak di antara wilayah kabupaten/kota yang berada di bawah kewenangan kementerian.
“Kami (provinsi) hanya mengawasi saja,” tuturnya.
Kendati hanya punya wewenang mengasi, dia menegaskan, sudah beberapa kali mengambil tindakan nyata, dengan melakukan penutupan sebuah usaha dagang yang terletak di kawasan hutan konservasi tersebut. Juga pendataan terkait IUP yang beroperasi di kawasan konservasi.
“Kalau jelas melanggar ketentuannya jelas pidana,” pungkasnya.
[JRO | TOS]