Daerah

Trauma Kehilangan MR, Ibu 3 Anak di Samarinda Diperkuat Lewat Pendampingan Psikologis

Claudius Vico Harijono — Kaltim Today 26 November 2025 14:57
Trauma Kehilangan MR, Ibu 3 Anak di Samarinda Diperkuat Lewat Pendampingan Psikologis
Ilustrasi pendampingan psikologis untuk seorang ibu kehilangan anaknya. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Rasa kehilangan yang tak terbayangkan kini menyelimuti hidup Sartia (41). Sejak kepergian MR, anak ketiganya yang masih berusia 14 tahun dan diduga meninggal secara tidak wajar. Duka yang menghantam membuatnya sulit tidur, sulit makan, dan terus dibayangi ingatan terakhir sang anak.

Kondisi psikologis itu membuat Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim bergerak memberikan pendampingan khusus bagi ibu tiga anak tersebut, sambil menunggu hasil autopsi pasca ekshumasi yang dilakukan beberapa waktu lalu.

Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainun, mengatakan pemulihan psikologis Sartia saat ini menjadi prioritas utama. Pendampingan dilakukan dengan sangat hati-hati mengingat trauma yang dialami ibu korban cukup mendalam.

"Pendekatan harus penuh empati dan melibatkan psikolog profesional. Tujuannya agar ibu korban tidak mengalami trauma berkelanjutan akibat kehilangan anaknya, yang diduga menjadi korban bullying," ujar Rina, Rabu (26/11/2025).

TRC PPA Kaltim juga berkoordinasi dengan UPTD PPA Kota Samarinda untuk memastikan pendampingan berjalan menyeluruh tidak hanya untuk memulihkan trauma, tetapi juga memberi pemahaman hukum kepada keluarga MR.

Rina menjelaskan bahwa banyak orangtua korban tidak mengetahui perbedaan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dibanding orang dewasa, sehingga kerap muncul kesalahpahaman.

"Kami menjelaskan bahwa penanganan ABH mengacu pada UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Termasuk soal kenapa terduga ABH belum diamankan. Semua ada prosedurnya," tegas Rina.

Penjelasan hukum itu, kata Rina, diterima dengan baik oleh orangtua MR. Mereka memahami bahwa proses hukum harus dijalankan secara hati-hati dan sesuai aturan.

"Tujuan kami menyampaikan semua itu agar tidak muncul prasangka buruk terhadap proses yang sedang berjalan. Keluarga harus mendapatkan kejelasan, bukan semakin bingung," ucapnya.

Rina berharap masyarakat dapat mempercayakan seluruh proses kepada aparat berwenang dan menahan diri untuk tidak terprovokasi.

Selain itu, ia menegaskan bahwa kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak tentang bahaya tindak kekerasan, ejekan, maupun tindakan yang merendahkan orang lain.

"Hal sekecil apa pun yang berangkat dari emosi olokan, dorongan, atau pukulan bisa berujung pada konsekuensi hukum," katanya.

Rina berharap hasil autopsi nanti mampu memberikan rasa keadilan bagi keluarga dan menguatkan mereka untuk melanjutkan hidup setelah dihantam duka mendalam.

"Yang terpenting sekarang adalah memastikan keluarga, terutama ibunya, tetap kuat dan tidak merasa sendirian," tutupnya.

[RWT] 



Berita Lainnya