Nasional

Belajar dari Inggris: Indonesia Dorong Integrasi Energi Terbarukan di Sistem Kelistrikan

Kaltim Today
12 Desember 2024 10:01
Belajar dari Inggris: Indonesia Dorong Integrasi Energi Terbarukan di Sistem Kelistrikan
IESR terus dorong keseriusan pemerintah dalam urusan transisi energi.

JAKARTA, Kaltimtoday.co - Pemerintah Indonesia menegaskan pentingnya transisi energi terbarukan dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, sebagaimana ditekankan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, target ambisius telah ditetapkan, seperti mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, swasembada energi, transisi penuh ke 100 persen energi terbarukan dalam satu dekade, serta penghentian PLTU batubara pada 2040.

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut positif ambisi ini, meskipun mengakui tantangan besar yang harus dihadapi. Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa langkah pertama menuju tujuan tersebut adalah meningkatkan kapasitas energi terbarukan hingga 60–80 GW dalam lima tahun ke depan, dengan dominasi dari tenaga surya.

“Pengakhiran PLTU batu bara sebesar 5–8 GW secara nasional pada 2030 adalah langkah penting. Solar PV menjadi pilihan utama karena melimpahnya sumber daya dan biaya modal yang rendah,” ujar Fabby.

Namun, Fabby mengingatkan bahwa integrasi energi terbarukan ke sistem kelistrikan membutuhkan perencanaan dan modernisasi infrastruktur.

“Penguatan jaringan, pengembangan sistem penyimpanan energi, dan peningkatan fleksibilitas jaringan adalah langkah kunci untuk memastikan keandalan sistem energi,” tambahnya.

Erina Mursanti, Manajer Transisi Energi Hijau IESR, menggarisbawahi bahwa Inggris dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia. Inggris telah mengimplementasikan penyimpanan baterai untuk meningkatkan fleksibilitas jaringan listrik dan mengembangkan interkoneksi untuk mendukung penetrasi energi terbarukan.

“Rencana Indonesia untuk membangun jaringan listrik hijau pada 2029 dapat mengambil pelajaran dari Inggris, terutama dalam mengintegrasikan teknologi angin dan surya. Kemitraan dengan Inggris dapat membantu meningkatkan kapasitas dan mendukung pembiayaan,” kata Erina.

Proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI), kolaborasi antara pemerintah Inggris dan IESR, menjadi salah satu upaya untuk mempercepat transisi energi di Indonesia. Proyek ini fokus pada mobilisasi dukungan kebijakan dan pembentukan pasar hidrogen hijau, yang sejalan dengan Strategi Hidrogen Nasional Indonesia 2023.

FGD bertema “Meningkatkan Fleksibilitas Sistem Tenaga Listrik untuk Transisi Energi yang Cepat” yang digelar oleh Kedutaan Besar Inggris dan IESR pada 10 Desember 2024, menjadi wadah pertukaran pengetahuan. Menurut Erina, kebijakan seperti Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBET) perlu selaras dengan RPJPN untuk mendorong investasi di sektor energi terbarukan.

Muhammad Bintang, Koordinator Riset Energi dan Sumber Daya Listrik IESR, menambahkan bahwa reformasi regulasi sangat diperlukan.

“Skema pembiayaan menarik dan tata kelola proyek yang transparan akan memfasilitasi kerja sama internasional. Lelang pasar kapasitas seperti di Inggris dapat mendorong pengembangan penyimpanan energi,” jelas Bintang.

Proyek GETI juga menekankan pengembangan hidrogen hijau dan peningkatan infrastruktur jaringan listrik sebagai pilar penting menuju target net zero emission pada 2060. Investasi besar, seperti pembangunan super grid dengan nilai USD 25 miliar, akan menjadi bagian dari langkah strategis Indonesia untuk memperkuat integrasi energi terbarukan di wilayahnya.

IESR menegaskan bahwa transisi energi yang sukses membutuhkan komitmen kuat dari pemerintah, pembaruan kebijakan, serta kolaborasi internasional. Dengan belajar dari pengalaman Inggris, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam pasar energi terbarukan global, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

[TOS]



Berita Lainnya