Nasional

Bongkar Jejaring Keuangan di Balik Krisis Iklim: Jurnalis Dibekali Teknik Follow The Money

Kaltim Today
03 Desember 2025 09:34
Bongkar Jejaring Keuangan di Balik Krisis Iklim: Jurnalis Dibekali Teknik Follow The Money
Peserta dan narasumber workshop bertajuk "Reportase Keuangan Berkelanjutan dan Transisi Energi di Indonesia" yang digelar SIEJ.

JAKARTA, Kaltimtoday.co - Puluhan jurnalis dari berbagai wilayah di Indonesia berkumpul di Jakarta untuk mempertajam kemampuan investigasi keuangan di tengah isu transisi energi. Mereka mengikuti workshop bertajuk "Reportase Keuangan Berkelanjutan dan Transisi Energi di Indonesia," yang bertujuan membekali jurnalis untuk memantau akuntabilitas lembaga keuangan di balik proyek-proyek energi dan industri ekstraktif.

Workshop yang berlangsung dua hari (29–30 November 2025) ini diselenggarakan secara kolaboratif oleh Ekuatorial.com, The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), dan Responsibank.

Dwi Rahayu Ningrum dari The PRAKARSA menyoroti sisi gelap industri nikel. Ia menegaskan, dekarbonisasi industri nikel seringkali melupakan prinsip berkeadilan, di mana kelompok rentan seperti masyarakat adat, perempuan, dan penyandang disabilitas menanggung beban terbesar.

"Negara wajib memastikan distribusi manfaat dan beban yang adil. Penggunaan royalti nikel tidak boleh hanya untuk mensubsidi industri, tetapi harus diprioritaskan untuk memulihkan kerugian ekonomi warga," tegas Dwi.

Melengkapi perspektif tersebut, Rani Septyarini dari CELIOS membedah konsep keuangan berkelanjutan. Ia mendefinisikan keuangan berkelanjutan sebagai upaya mengarahkan uang ke hal-hal yang tidak merusak masa depan. Rani mengingatkan jurnalis untuk kritis terhadap instrumen seperti Green Bonds dan Sustainability-Linked Loans, dan memastikan label "hijau" tersebut bukan sekadar greenwashing.

"Follow The Money": Senjata Baru Jurnalis

Sesi pelatihan menjadi semakin menantang ketika Zakki Amali, Research Manager di Trend Asia, membagikan teknik investigasi Follow The Money. Zakki mengajak peserta menelusuri struktur perusahaan, rantai pasok, dan membedah aktor pembiayaan, mulai dari Bank Pembangunan (DFI), Bank Komersial, hingga Dana Kekayaan Negara (SWF). Ia menekankan bahwa semakin banyak uang yang terlibat, semakin besar leverage yang bisa digunakan untuk advokasi.

Kritik tajam terhadap sektor keuangan datang dari Linda Rosalina dari TuK Indonesia. Dengan lantang, Linda menyatakan bahwa "Netral adalah mitos," dan mengajak jurnalis untuk berpihak pada data realitas kerusakan lingkungan.

"Bank di Indonesia, utamanya Bank BUMN, menjadi kreditor terbesar dalam memfasilitasi kerusakan lingkungan," ungkap Linda, menyoroti ironi bahwa keuntungan dari kerusakan itu justru kembali ke pemegang saham di negeri asalnya.

Bagi para jurnalis daerah, materi ini menjadi bekal penting. Rabul Sawal, jurnalis Halmahera Timur merasa sesi dampak nikel telah "menampar" realitas di Halmahera, memberinya panduan untuk melihat siapa sebenarnya yang membiayai kerusakan di wilayahnya. Sementara Rosniawanti Fikry, jurnalis dari Sulawesi Tenggara menyoroti bahwa sesi Follow The Money membuka wawasan bahwa di balik perusahaan sawit atau tambang yang berkonflik, ada jejaring lembaga keuangan yang juga harus dimintai pertanggungjawaban. 
 
CEO Ekuatorial.com, Asep Saefullah, menegaskan bahwa kegiatan ini lebih dari sekadar pelatihan teknis, melainkan ruang kolaborasi. Output dari kegiatan ini adalah aksi nyata, di mana 20 jurnalis dari berbagai wilayah akan berkolaborasi melakukan reportase mendalam untuk mendapatkan gambaran utuh tentang dampak sektor keuangan terhadap transisi energi, masyarakat, dan perempuan di berbagai daerah.

[TOS]



Berita Lainnya