Opini
Debat Adalah Retorika
Oleh: Syamsul Rijal (Dosen Bahasa dan Sastra Universitas Mulawarman)
Berdebat memang harus menggunakan retorika. Debat tidak akan menarik jika tidak menggunakan retorika. Tetapi, tidak semua orang mampu beretorika dengan baik. Sebab, retorika adalah ilmu dan keterampilan. Retorika bukan sekadar dipandang sebagai seni dalam berbicara. Di dalamnya berpadu antara logika, fakta, dan etika. Aristoteles merangkumnya menjadi tiga unsur ideal, yakni ethos, pathos, dan logos.
Ethos dalam retorika melingkupi tentang kredibilitas pesan yang disampaikan oleh orang yang sedang berbicara. Ethos ini dapat mengangkat kepercayaan sosok yang sedang berbicara di hadapan publik. Jika pesan-pesan yang disampaikan tidak bertentangan dengan kodisi riil di lapangan, pesan tersebut dianggap benar oleh publik. Oleh karena itu, retorika tidak boleh mengandung kebohongan.
Pathos juga tidak kalah pentingnya, sebab berbicara tentang aspek afektif dan psikis pesan yang disampaikan. Praktik retorika sangat perlu memerhatikan aspek perasaan dan kejiwaan. Aspek ini dapat berfungsi ganda, yakni kepada orang yang berbicara dan kepada orang yang mendengar pesan tersebut. Pendengar pesan pasti akan memunculkan emosi terhadap pesan yang disampaikan. Efek emosi tersebut dapat berupa senang, sedih, benci, takut, atau bahkan dapat memunculkan efek-efek reaksioner lainnya.
Logos merupakan aspek kunci dalam menjalankan keterampilan retorika. Logos dapat diartikan sebagai logika atau penalaran dalam berbicara. Penalaran yang logis dan tepat akan melahirkan argumentasi yang kuat dan masuk akal. Tentu hal inilah yang dicari oleh pendengar saat melihat atau mendengar seseorang berbicara. Pengajuan bukti-bukti rasional dapat meningkatkan keberterimaan satu gagasan oleh publik. Oleh karena itu, bagian logos inilah yang paling tampak dan menonjol dalam ajang debat.
Komunikasi modern sangat perlu memerhatikan penggunaan ketiga aspek di atas. Lantas, untuk apa seorang komunikator atau pembicara harus taat pada ketiga aspek di atas? Jawaban kuncinya adalah untuk meyakinkan. Siapa yang mau diyakinkan? Tentu para pendengar, orang lain, kelompok lain, atau khalayak secara umum harus diyakinkan.
Penyampaian pesan dengan retorika yang efektif dapat ditempuh dengan empat tahapan, yakni eksordium, protesis, argumentasi, dan konklusi. Eksordium terkait cara pembicara mengantarkan mental hadirin ke arah pokok persoalan. Hal ini penting dilakukan untuk memikat perhatian khalayak agar terus mengikuti tahapan berikutnya sampai inti persoalan.
Tahapan berikutnya adalah protesis. Protesis ini terkait hakikat persoalan yang akan dibahas. Di dalam tahapan protesis, kesempatan bagi pembicara menyampaikan fakta-fakta persoalan. Selain itu, pembicara juga dapat menyampaikan manfaat persoalan yang akan dibahas. Namun yang sangat penting diperhatikan adalah bagaimana pembicara mengaitkan antara fakta persoalan yang disampaikan dengan kepentingan publik atau para pendengar.
Tahapan berikutnya adalah argumentasi. Inilah inti dalam retorika. Pembicara wajib mengulas fakta-fakta persoalan dengan logika yang tepat. Tentu pembahasan suatu persoalan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus didampingi dengan teori saat dipaparkan. Ketepatan teori dengan bukti-bukti rasional akan memudahkan pendengar meyakini pokok persoalan. Pemaparan teori dalam retorika tidak mesti harus eksplisit penjelasannya. Teori cukup diketahui oleh pembicara tetapi tetap digunakan secara implisit untuk mengulas fakta persoalan.
Tahapan berikutnya adalah konklusi. Secara harfiah, konklusi dapat berarti simpulan. Namun, konklusi dalam konteks retorika terutama saat berdebat dapat berupa penegasan, justifikasi, dan afirmasi dengan semua hal yang telah diulas dari awal sampai akhir debat.
Saat proses debat, tahapan-tahapan di atas tidak mesti hadir secara berurutan. Kadang-kadang pembicara langsung pada tahap argumentasi. Hal ini dilakukan karena untuk segera dan secepatnya membidas atau menyerang balik pernyataan atau pertanyaan dari lawan debat. Kadang-kadang juga, seorang pembicara menjawab satu pertanyaan dengan memulai dari tahap protesis, yakni mengawali dengan fakta-fakta di lapangan.
Setelah itu, fakta tersebut diulas dengan argumentasi tandingan dari lawan debat. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, ada satu jawaban yang langsung pada konklusinya. Akan tetapi jawaban seperti ini tetap harus dilanjutkan dengan argumentasi yang jelas. Di sinilah letak kepiawaian seseorang dalam beretorika. Jika persoalan dan teori dikuasai dengan baik, dari manapun memulai tahapannya, pasti akan menghasilkan argumentasi yang tepat. Jadi inti debat memang sebenarnya ada pada argumentasi seseorang.
Lantas, apakah seorang pembicara atau peserta debat bisa menyerang secara pribadi lawan debatnya? Jawabannya, bisa saja, jika persoalan pribadi itu juga menyangkut persoalan umum atau persoalan bangsa dan negara. Lalu, di mana letak ethos dan pathos-nya jika menyerang pribadi lawan debat? Sekali lagi, jika pembicara mampu memberikan argumentasi yang kuat tentang keterhubungan masalah pribadi dengan masalah negara, pasti tidak akan melanggar aspek ethos dan pathos. Bahkan, mungkin saja pertanyaan itu dapat melipatgandakan kepercayaan publik terhadap pembicara tersebut.
Retorika memang adalah seni, tapi bukan seni untuk mengelabui lawan bicara dan pendengar. Retorika adalah seni mengatur pikiran, emosi, gestur, etika, dan argumentasi untuk menyerang lawan bicara dan meyakinkan publik. Debat dan retorika harus satu paket. Dan, debat memang harus menyerang. Tidak boleh hanya bertahan. Sebab, bertahan tidak akan menghentikan serangan. Jadi, serangan harus dilawan dengan serangan.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Disdikpora PPU Gandeng Telkom Sediakan WiFi Gratis di Sekolah
- Andi Singkeru Soroti Tantangan Guru dan Pendidikan di Daerah Terpencil PPU
- Disdikpora PPU Libatkan Puluhan Sekolah dalam Program Sekolah Laboratorium Pancasila
- Kekurangan Guru di PPU, Proses Belajar Mengajar Terhambat
- DKP PPU Gelar Sosialisasi Hidroponik Sambut Natal dan Tahun Baru