Kaltim

Dilematis Laporan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kaltim, Realitanya Bisa Lebih Banyak

Kaltim Today
24 Februari 2022 19:30
Dilematis Laporan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kaltim, Realitanya Bisa Lebih Banyak
Kepala DKP3A Kaltim, Noryani Sorayalita. (Yasmin/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Masih awal 2022, namun sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan kembali mencuat. Salah satunya terjadi di pondok pesantren (ponpes) yang berlokasi di Balikpapan Utara. Belasan santriwati diperkosa dan salah satu pengasuh di ponpes itu resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Februari ini, di Kukar, salah seorang pimpinan ponpes di Tenggarong turut memperkosa santriwatinya hingga hamil. Bahkan diduga hingga menggelar nikah siri tanpa sepengetahuan orangtua korban. Kasus tersebut pun akhirnya masuk ke ranah hukum.

Bergeser sedikit ke September 2021, oknum dosen di salah satu perguruan tinggi di Balikpapan juga melakukan pemerkosaan sebanyak 2 kali terhadap anak usia 14 tahun asal Penajam Paser Utara (PPU). Lokasi tindakan tersebut bertempat di sebuah hotel di Balikpapan. Dosen tersebut kini juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus-kasus tersebut seakan menjadi pengingat bahwa di Kaltim kerap terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita turut angkat suara.

Sejak awal, Noryani menegaskan bahwa, DKP3A Kaltim mempunyai institusi untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Yakni UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Kekerasan tersebut bentuknya banyak. Mulai fisik, psikis, seksual, penelantaran, hingga perdagangan manusia.

Di Kaltim, masih ada 3 daerah yang belum memiliki UPTD PPA. Yakni Kubar, Mahulu, dan PPU. Pihaknya pun mendorong 3 daerah itu untuk segera membentuk UPTD PPA agar implementasi di lapangan bisa lebih efektif. Sementara itu, Kutim sudah mendapat rekomendasi dari Gubernur Kaltim, Isran Noor untuk pembentukannya.

Berdasarkan data dari DKP3A Kaltim, perkembangan kasus sejak 2019 hingga 2021 memang terjadi penurunan dari segi jumlah berdasarkan laporan. Pada 2019 tercatat ada 633 kasus se-Kaltim dan Samarinda memiliki kasus terbanyak yakni 305 kasus.

Pada 2020, tercatat ada 626 kasus se-Kaltim dan Samarinda masih menduduki peringkat pertama dengan 286 kasus. Kemudian pada 2021, terjadi penurunan kasus menjadi 450 dan tercatat 203 kasus ada di Samarinda.

Namun untuk data per 1 Februari 2022 ini, total kasus seluruh Kaltim ada 69 dengan 83 korban. Kasus terbanyak ada di Bontang dengan 27 kasus dengan total korban sebanyak 38 orang. Hal itu terjadi karena 1 kasus bisa menimpa lebih dari 1 korban.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kaltim Today (@kaltimtoday.co)

"Data-data kekerasan yang ada di aplikasi SIMFONI PPA itu berdasarkan laporan. Kasus itu dilaporkan oleh masyarakat ke instansi terkait di kabupaten dan kota," ungkap Noryani saat ditemui di kantornya, Kamis (24/2/2022).

Kendati demikian, Noryani pun masih merasa data yang ada saat ini belum terlalu maksimal. Sebab data hanya akan tersedia jika disertai laporan yang masuk. Dalam hal ini, OPD terkait di tingkat kabupaten dan kota juga harus turun ke bawah dan mendata kembali kasus-kasus kekerasan. Agar seluruh kejadian di masyarakat bisa terlapor dan sekaligus mencari tahu cara penanganannya.

"Walaupun sebenarnya melihat fenomena yang ada, mungkin lebih banyak kasus yang terjadi di masyarakat. Namun tidak terlapor. Kami juga tidak bisa menerima atau memasukkan data-data itu tanpa ada laporan yang resmi. Nanti dianggap mengada-ada karena tidak ada bukti," lanjutnya.

Terkait penanganan kasus di tiap daerah, tentu bergantung dengan komitmen masing-masing kepala daerah dan OPD terkait. DKP3A Kaltim, ujar Noryani, terus mendorong dengan berbagai kebijakan yang mengatur agar kabupaten dan kota juga punya pegangan untuk melakukan tindakan. Salah satunya dengan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 463/6669/III/DKP3A/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Anak.

Noryani menjelaskan, jika ada kasus yang terjadi di kabupaten atau kota itu sendiri, maka menjadi kewenangan OPD terkait setempat. Namun jika kasus yang terjadi itu antar daerah, maka DKP3A Kaltim akan melakukan koordinasi. Seperti halnya kasus anak di bawah umur asal PPU yang diperkosa di Balikpapan oleh pelaku. Maka, DKP3A Kaltim berkoordinasi dengan OPD terkait di Balikpapan dan PPU.

Pada 2022 ini, DKP3A Kaltim masih terus berupaya untuk menekan angka perkawinan anak. Berdasarkan rekapitulasi data perkara dispensasi kawin atau pemberian hak kepada seseorang untuk menikah, meski belum mencapai batas minimum usia pernikahan di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Samarinda, tercatat ada 3.501 total perkara yang terjadi sejak 2016 hingga 2020.

Rinciannya, pada 2016 tercatat ada 391 perkara dispensasi kawin. Angka ini naik pada 2017 dengan 409 perkara. Pada 2018 naik lagi menjadi 476 dan 2019 sebanyak 638 dispensasi kawin. Namun kenaikan signifikan terjadi pada 2020 lalu yakni sebanyak 1.587 dispensasi.

"Kami melihat fenomena yang ada. Misal, tingginya kasus perkawinan anak. Itu jadi fokus kami tahun ini. Sehingga kegiatan sosialisasinya akan kami lakukan di daerah yang kasus perkawinan anaknya tinggi," bebernya.

Noryani menyebut, perkawinan anak juga merupakan akar dari terjadinya kasus kekerasan. Pernikahan yang tidak dilandasi dengan emosional matang akan membuat anak lebih stres menghadapinya. Sehingga berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan dari sisi kesehatan, perkawinan anak bisa melahirkan bayi yang berpotensi stunting.

"Kami melihat ke akarnya dulu. Apa penyebab kekerasan ini bisa terjadi. Menurut informasi sementara dari Kemenag Kaltim, perkawinan anak banyak terjadi di Samarinda dan Balikpapan," beber Noryani.

OPD di kabupaten kota juga didorong untuk terus memberikan pelayanan pada korban. Misalnya dengan sosialisasi dan memberikan pemahaman pada masyarakat terkait KDRT yang sebenarnya melanggar hukum. Sosialisasi juga diharapkan mempunyai prospek bagus agar mengantarkan lebih banyak lagi orang yang berani melaporkan kasus.

Di sisi lain, ada kekurangan yang dirasakan saat menghadapi kasus kekerasan. Khususnya kekerasan seksual yang akhirnya sampai ke ranah hukum. Biasanya sering dianggap kurang bukti atau kurang saksi. Akhirnya mengakibatkan kasus tidak bisa dilakukan sidang.

Misalnya, yang memberatkan itu ada aturan minimal mendatangkan 2 saksi. Padahal, ketika terjadi pemerkosaan, misalnya, kecil kemungkinan adanya saksi. Jika tidak memenuhi itu semua, aparat penegak hukum biasanya akan menolak untuk menangani kasus itu.

"Jadi kadang-kadang ada kasus, malah mereka yang korban ini jadi tambah beban. Akhirnya jadi tidak ada efek jera pada si pelaku. Harapannya, Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) bisa segera disahkan. Supaya ada kekuatan hukumnya," ungkap Noryani lagi.

Kabar baiknya, Pemprov Kaltim tergerak untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD). Hal ini dinilai urgent karena banyaknya kasus terjadi di Benua Etam terhadap anak-anak di bawah umur. Dijelaskan Noryani, pihaknya sudah membentuk tim penyusun pergub pembentukan KPAD dan sudah ada di Biro Hukum Pemprov Kaltim.

"Kami sudah koordinasi dengan KPAI, jadi kami dipersilakan. Kalau mau perda, mungkin agak lama. Kalau pergub, agak cepat. Akhirnya kami putuskan pergub saja dulu. Dari seluruh provinsi, baru 3 saja yang membentuk KPAD. Yakni di Aceh, Bali, dan Kalbar. Karena memang tidak wajib," bebernya.

Pembentukan KPAD di Kaltim berangkat dari komitmen pemprov bahwa perlu adanya keseriusan penanganan kekerasan terhadap anak. Setidaknya, jika KPAD hadir maka bisa membantu dan saling berkoordinasi dengan pemangku kepentingan lainnya.

"Kami harapkan dengan adanya KPAD nanti, paling tidak bisa mengurangi kasus-kasus yang terjadi. Termasuk membantu penanganan. Misalnya memang harus sampai ke meja hijau, bisa tuntas dan pelaku divonis. Jadi mereka bisa mengawal kasus itu," tandas Noryani.

[YMD | RWT]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Related Posts


Berita Lainnya