Daerah

Dosen Psikologi Unmul Tanggapi Fenomena Pejabat Flexing, Picu Tekanan di Masyarakat

Defrico Alfan Saputra — Kaltim Today 04 September 2025 14:46
Dosen Psikologi Unmul Tanggapi Fenomena Pejabat Flexing, Picu Tekanan di Masyarakat
Dosen Psikologi Universitas Mulawarman, Ayunda. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Dosen Psikologi Universitas Mulawarman, Ayunda memberikan tanggapan terkait fenomena pejabat flexing yang ramai diperbincangkan di media sosial. Menurutnya, pejabat yang gemar memamerkan harta kekayaannya, dapat memicu tekanan tersendiri di kalangan masyarakat.

Menurutnya, di tengah kondisi ekonomi yang sulit, tingkat frustasi yang tinggi, serta berbagai kebijakan pemerintah yang dirasa tidak berpihak kepada rakyat, perilaku seperti ini menimbulkan kemarahan yang wajar di masyarakat.

"Dari sisi psikologis, fenomena pejabat yang melakukan flexinh atau memamerkan kekayaan sebenarnya bisa menjadi tekanan tersendiri bagi masyarakat yang melihatnya," sebutnya pada Kamis (04/09/2025).

Ayunda menyoroti soal kebijakan kenaikan pajak di berbagai daerah, pernyataan-pernyataan kontroversial dari pejabat, hingga tunjangan pejabat yang dinilai tidak masuk akal, tentu menimbulkan gejolak atau sensitivitas terhadap situasi sekarang.

"Hal-hal ini memperkuat persepsi masyarakat bahwa pejabat publik tidak memiliki empati atau tone deaf terhadap kondisi sosial," kata Ayunda.

Ia menilai, flexing pejabat terutama saat kondisi masyarakat sedang terhimpit, kerap diasumsikan masyarakat sebagai bentuk ketidakadilan. Apalagi ketika sumber kekayaan yang dipamerkan tersebut diduga berasal dari pajak rakyat. 

"Ketika masyarakat membayar pajak, yang kemudian digunakan untuk menggaji para pejabat, lalu mereka justru memamerkan kekayaan tanpa rasa empati, hal ini menimbulkan ketidakpuasan yang mendalam," tegasnya.

Arahan Mendagri soal imbauan pejabat daerah tidak melakukan flexing, hingga mengurangi seremonial yang bersifat pemborosan merupakan langkah yang tepat menurut Ayunda. Oleh karena itu, sudah seharusnya pejabat menunjukkan sisi humanis dan lebih berpihak kepada kepentingan rakyat. 

"Kebijakan Mendagri untuk menghentikan perilaku flexing adalah langkah awal yang baik menuju pejabat publik yang lebih bijak dan berempati," tutupnya.

[RWT] 



Berita Lainnya