Samarinda
Kejaksaan Optimis Kasus Dugaan Korupsi Sulaiman Sade Selesai Tiga Bulan Kedepan
Kaltimtoday.co, Samarinda - Kasus dugaan korupsi yang dilakukan mantan Kepala Dinas Pasar Samarinda, Sulaiman Sade bersama dua orang rekannya yakni, Said Syahruzzaman selaku kontraktor dan Miftachul Choir sebagai Pejabat Pengawas Teknis Kegiatan (PPTK), ditegaskan Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda, Zaenal Effendi, pihaknya akan melakukan upaya penyelesaian perkara tersebut dalam kurun waktu tiga bulan kedepan.
"Perkara ini kami upayakan rampung tiga bulan ke depan. Apalagi, dua alat bukti sudah dikantongi sejak ketiganya ditetapkan sebagai tersangka," ucap Zaenal saat dikonfirmasi.
Bersama dua orang rekannya itu, Sulaiman Sade sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka pada 11 bulan lalu, tepatnya November 2018 silam. Meski menyandang status tersangka, namun ketiganya sejauh ini diketahui bersikap kooperatif dengan petugas kejaksaan. Karena alasan inilah, ketiga tersangka tidak langsung ditahan.
Namun saat ini, ketiganya telah resmi dilakukan penahanan oleh Korps Adhyaksa pada Selasa (08/10/2018) pagi kemarin. Ketiganya diganjar masa penahanan selama 20 hari dan bisa diperpanjang sekali selama 40 hari di Rutan Kelas IIA Sempaja, Samarinda. Setelah dilakukan penahanan, kejaksaan pun harus berpacu dengan waktu. karena dalam kurun waktu itu, perkara pun harus dipastikan bergeser untuk diadili Pengadilan Tipikor Samarinda, karena jika belum usai ketiganya harus dilepaskan demi hukum, sembari pihak kejaksaan menunggu penyusunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dituntaskan.
Lebih jauh dijelaskan Zaenal, jika rangkaian proses penyelidikan ini berjalan cukup panjang, yakni berkisar dari awal 2018 silam. Dari hasil pemeriksaan ulang terhadap sejumlah saksi, tim penyidik kejaksaan, membuat kesimpulan jika kegiatan proyek pembangunan Pasar Baqa, Samarinda Seberang, selama ini terindikasi tindak pidana korupsi.
"Kami terus melakukan koordinasi kepada pimpinan Kejari, Kajati dan Wakajati. Kami melakukan koordinasi bahwa perkara ini akan segera kami selesaikan," tegasnya.
Sebelum menguatkan dugaan korupsi ini, pihak kejaksaan jauh hari telah bekerjasama dengan tim ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta dengan melakukan pemeriksaan fisik di lokasi kejadian. Terdapat beberapa volume pekerjaan yang kurang sesuai dari kontraknya. Kemudian ada beberapa item, yang juga menurut tim ahli, itu tidak sesuai dengan Rancangan Anggaran Biaya (RAB). Dari hal tersebut dan setelah melakukan komunikasi, serta dikeluarkannya perhitungan teknis, kemudian pihak ahli mengeluarkan berita acara laporannya kepada pihak kejaksaan.
"Kemudian kami mengirimkan ke BPK untuk melakukan audit kerugian negara. Dari hasil itu, ada temuan item yang kurang," ungkap Zaenal.
Terbitnya penilaian kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang dinanti sejak Maret 2019 jadi salah satu alasan mengapa opsi menjebloskan ketiga tersangka ke dalam kurang besi harus diambil. Dari hasil auditor tersebut, diketahui ada kerugian riil sebesar Rp 2 miliar. Selain itu, kasus korupsi memiliki ancaman pidana penjara di atas lima tahun sesuai Pasal 21 Ayat 4 KUHAP jadi pertimbangan objektif jaksa.
“Pasal 21 Ayat 1 sebagai dasar subjektif kami menahan. Takut terdakwa kabur atau menghilangkan barang bukti lain,” ulasnya.
Dalam perencanaan awal pembangunan, Pasar Baqa memerlukan dana sekitar Rp 60 miliar. Karena berbagai pertimbangan akhirnya nominal pun menyusut jadi Rp 18 miliar dan terbagi dalam tiga mata anggaran. APBD Perubahan 2014 sebesar Rp 5 miliar, APBD 2015 sebesar Rp 8 miliar dan di perubahan 2015 senilai Rp 5 miliar. Menurut informasi dari Lelang Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Samarinda, pada 2014, proyek ini dimenangkan PT Sumber Rezeki Abadi dengan nilai Rp 4.695.780.000.
Realisasi di lapangan hanya terbangun beberapa tiang pancang dan lantai dasar pasar tersebut. Masalah ini sempat didemo mahasiswa awal 2015. Di tengah pekerjaan dilelang untuk anggaran baru. Badai defisit membuat pemkot menunda pembangunan dua tahun kemudian dan baru kembali dikerjakan pada 25 Mei 2018 dengan rekanan yang menangani PT Fajar Sari Lima Sahabat dengan nilai pekerjaan mencapai Rp 4,65 miliar. Selain dugaan penyimpangan spesifikasi bangunan, penyidik menenggarai adanya patgulipat di antara para tersangka.
"Pengusutan kami hanya fokus pada pekerjaan yang bersumber di APBD 2014-2015,” tegas Zaenal.
Adakah indikasi tersangka lain dalam kasus ini, Zaenal mengaku masih menelusuri keterlibatan pihak lain.
"Peluang selalu ada. Bergantung seperti apa perannya membuat negara merugi. Sementara tiga ini dulu,” pungkasnya.
[JRO | RWT]