Nasional

Kontroversi Izin Pengelolaan Tambang: NU Dukung, Ormas Lain Menolak

Kaltim Today
13 Juni 2024 08:58
Kontroversi Izin Pengelolaan Tambang: NU Dukung, Ormas Lain Menolak
Presiden Jokowi saat menghadiri Muktamar NU di Lampung.

Kaltimtoday.co - Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memberikan hak pengelolaan pertambangan kepada organisasi keagamaan, menimbulkan berbagai reaksi di kalangan organisasi masyarakat (ormas). Sementara Nahdlatul Ulama (NU) menyambut positif kebijakan ini, beberapa ormas keagamaan lain menolak dengan tegas.

Marhen LP Jenarut, Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), menyatakan penolakannya atas dasar prinsip keagamaan.

“Kami menolak karena mau tetap konsisten dan berpegang teguh pada prinsip sebagai lembaga keagamaan,” ujar Marhen kepada BenarNews pada Rabu (12/6).

Sejak didirikan pada tahun 1924, KWI fokus pada pengembangan rohani umat dan pelayanan kemanusiaan.

“Kami berperan mengawal manajemen pembangunan yang dilakukan pemerintah dengan memperhatikan lingkungan hidup dan berlandaskan moral etis gereja Katolik,” tegas Marhen.

Ketua Umum Persekutuan Gereja di Indonesia (PGI), Gomar Gultom, juga menyatakan penolakannya. “Kami menolak ikut mengelola usaha tambang. Selain diliputi ragam kontroversi di dalamnya, usaha ini juga sangat kompleks dan memiliki implikasi yang sangat luas,” kata Gomar.

Ia menambahkan bahwa selama ini PGI aktif mendampingi korban kebijakan pembangunan, termasuk korban usaha tambang. “Ikut menjadi pelaku usaha tambang akan menjadikan PGI berhadapan dengan dirinya sendiri dan sangat rentan kehilangan legitimasi moral,” katanya.

Uskup Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Robinson Butarbutar, turut menyuarakan penolakannya. “Dengan segala kerendahan hati, HKBP tidak akan melibatkan dirinya sebagai gereja untuk bertambang,” ungkapnya.

Sebaliknya, Nahdlatul Ulama, ormas Islam terbesar di Indonesia dengan sekitar 100 juta pengikut, mendukung kebijakan tersebut. “Kebijakan ini merupakan langkah berani dan terobosan penting untuk memperluas pemanfaatan sumber daya alam yang dikuasai negara untuk kepentingan langsung rakyat,” kata Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam keterangan tertulisnya pekan lalu.

Muhammadiyah, ormas Islam terbesar kedua dengan sekitar 60 juta anggota, belum memberikan respons resmi. “Kalau ada penawaran resmi pemerintah kepada Muhammadiyah, akan dibahas dengan seksama,” jelas Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti awal bulan ini.

Peraturan Pemerintah Nomor 25/2024 yang ditandatangani oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada 30 Mei merupakan tindak lanjut dari kebijakan pencabutan izin operasi atas jutaan hektar lahan yang tidak dikembangkan atau disalahgunakan oleh perusahaan tambang. Pengalihan pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan dimaksudkan sebagai penghargaan atas jasa mereka dalam kemerdekaan Indonesia dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menanggapi kecaman bahwa ormas keagamaan tidak memiliki kompetensi dalam mengurus tambang, Kementerian Investasi menyebut akan melakukan verifikasi dan pemberian syarat ketat sebelum mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP).

“Pemerintah yang menentukan misalnya ada yang mengajukan, kemudian diverifikasi dan memenuhi syarat. Persyaratannya akan ketat, tidak mudah. Ormas itu harus punya badan usaha,” kata Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.

Bahlil menambahkan bahwa IUP tidak bisa dipindah tangan dan pengelolaannya harus profesional untuk memberikan pendapatan ke ormas tersebut guna menunjang program sosial mereka.

Relasi Patron-Klien

Dominique Nicky Fahrizal, pakar politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), mendukung penolakan beberapa ormas keagamaan terhadap izin pengelolaan tambang.

“Mengurus tambang berbeda dengan ormas. Tambang memerlukan teknologi, keahlian, visi dampak panjang, dan mitigasi lingkungan tercemar, core business yang sangat beda dengan pemberdayaan umat,” katanya.

Fahrizal mengkhawatirkan peraturan ini dikeluarkan semata untuk mengkonsolidasi kekuasaan demi menopang rezim yang ada.

“Ini semacam bentuk relasi patron-klien. Jadi ketika diberi fasilitas dan itu diterima, artinya ada keuntungan bagi pemerintahan Jokowi karena ada dukungan,” jelasnya.

Yon Machmudi, pakar politik Islam dari Universitas Indonesia, mengatakan ormas yang menolak ini tidak seaktif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam mendukung pemerintahan Jokowi.

“Manfaat bagi ormas tergantung bagaimana mereka mengelolanya. Jika kader memiliki sumber daya manusia dan dapat menjalankannya, program ini dapat membantu pendanaan untuk ormas agar menjadi independen dan menopang dari sisi ekonomi. Tapi jika gagal, izin itu hanya sebatas hadiah,” ujarnya.

Pendapat ini menguatkan pandangan bahwa izin tambang ini tak lebih dari bentuk "terima kasih" Jokowi kepada ormas keagamaan yang telah membantu kemenangan Prabowo Subianto dan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pemilu Februari lalu.

[TOS | BENARNEWS]



Berita Lainnya