Opini

Merdeka Seutuhnya

Kaltim Today
23 Agustus 2022 14:06
Merdeka Seutuhnya

Oleh: Dewi Murni, [email protected], Praktisi Pendidikan Al-Quran, Balikpapan Selatan

Tujuh belas Agustus 2022, usia kemerdekaan Indonesia genap 77 tahun. Tahun ini masyarakat bergembira sebab dapat kembali memeriahkan perayaan HUT RI setelah dua tahun belakang harus ditiadakan karena pandemi Covid-19. Mengingat hal itu, tema kemerdekaan Indonesia tahun ini adalah, Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.

Euforia memperingati hari kemerdekaan selama 77 tahun bukanlah waktu sebentar. Dari dulu sampai sekarang, masyarakat selalu merayakannya dengan kegiatan yang sifatnya seremonial, memasang bendera, perlombaan, dan jalan santai berhadiah ditutup doa bersama, setelah itu selesai.

Memaknai kemerdekaan hendaknya melebihi hal-hal tersebut. Kita tidak boleh lupa bahwa kemerdekaan telah dibayar mahal dengan kerasnya daya juang pahlawan terdahulu. Proklamasi kemerdekaan bukanlah tujuan akhir dari mengusir penjajah bersenjata. Kemerdekaan adalah awal yang disiapkan pejuang terdahulu untuk diteruskan hakikatnya oleh kita sebagai generasi penerus, menuju level merdeka yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu, kita perlu menyentil ingatan apakah Indonesia telah meraih kemerdekaannya dengan hakiki ataukah hanya berpindah ke gaya penjajahan model baru?.

Sekalipun masyarakat Indonesia sudah menjadi bangsa merdeka, kenyataannya masih banyak, baik individu ataupun masyarakat, tidak benar-benar merasakan kemerdekaan tersebut. Peluru dan meriam memang tidak ditembakkan lagi. Namun, racun-racun ide kehidupan menyerang pemikiran pemuda, masyarakat hingga kelas penguasa. Sekulerisme, liberalisme, hedonisme, materialisme, individualisme dan lainnya adalah senjata baru penjajah yang lebih mematikan ketimbang peluru yang menembus dada. 

Kerja paksa rodi dan romusha memang tiada, tapi pemikiran-pemikiran barat itu menjadi lingkaran syaitan yang membelenggu, menekan dan memaksa kita sibuk memenuhi standar-standar yang dibuat oleh penjajah. Standar kesuksesan, kecantikan dan kebahagian yang bermuara pada materi dan fisik. Akibatnya gaya hidup dan cara pandang mulai condong kebarat-baratan yang tidak sesuai dengan jati diri Indonesia, khususnya kaum muslimin. Bersamaan dengan itu, kita dibuat abai dan jauh terhadap agama, lupa akan peran kita sebagai hamba Allah. Aturan agama diganti dengan aturan bernama kebebasan. Diperbudak oleh nafsu duniawi. Akibatnya lagi, masyarakat rentan depresi dan bunuh diri, pengkhiatan amanah rakyat dengan maraknya korupsi, krisis iman dan akhlak.

Mirisnya saat masyarakat ingin mengekpresikan keyakinan agamanya (islam) secara kaffah, menghamba kepada Allah secara totalitas, justru mendapat pertentangan dan stigma negatif seperti radikalisme, intoleran, teroris dan kaum pecah belah. Padahal realitasnya Indonesia adalah negeri yang penduduknya mayoritas muslim. Inikah merdeka?

VOC pun tiada lagi. Namun sistem ekonomi liberal-kapitalis mencengkram perekokonomian Indonesia. Ekonomi liberal-kapitalis melanggengkan jurang ketimpangan ekonomi yang kian menganga lebar. Yang kaya semakin kaya. Miskin semakin miskin. Sebab kepemilikan harta ditentukan siapa yang punya uang atau modal. Tanpa peduli apakah harta itu milik umat ataukah bukan.

Indonesia tanah surga. Lautannya membentang dari Barat hingga Timur, namun garam masih perlu diimpor. Daratannya dipenuhi tanah subur, dataran tinggi, sungai, gunung dan hutan, namun tambangnya di kuasai asing, cabai dan minyak goreng mahal.

Selain ekonomi, dunia pendidikan kita hari ini masih jadi PR besar. Biaya pendidikan yang mahal menyebabkan banyaknya anak putus sekolah. Padahal ia merupakan hak dasar masyarakat yang wajib dipenuhi negara. Kesejahteraan guru yang masih terabaikan. Kesenjangan pendidikan antara di perkotaan dan pedesaan masih terlihat jelas. Hasil dari pendidikan yang masih menyisakan potret suram generasi. Pelajar tawuran, narkoba, seks bebas dan bullying.

Soal kesehatan, slogan ‘orang miskin dilarang sakit’ rupanya kian relavan di tengah mahalnya berobat. Jaminan kesehatan di negeri ini masih terkesan dikomersialkan. Padahal harusnya negara menjamin penuh kesehatan masyarakat, baik yang miskin maupun kaya.

Kesengsaraan, penderitaan, kemiskinan dan beragaman masalah di atas menunjukkan bahwa kita belum seutuhnya merdeka. Penjajah hanya mengubah cara, namun isinya tetaplah menjajah. Aturannya tetaplah sama. Sekulerisme, liberalisme, kapitalisme, yang semua aturan itu dari penjajah. Aturan buatan manusia.

Islam sejak awal kedatangannya mempunyai misi membebaskan manusia dari perbudakan hawa nafsu. Bentuk melepaskan perbudakan hawa nafsu adalah dengan tunduk kepada aturan Allah. Menerapkannya di seluruh sendi-sendi kehidupan. Aturan tersebut tertuang sempurna dalam al-Quran dan as-Sunnah. Seperangkat aturan di dalam Islam sangat detil mengatur jalannya roda ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, politik hingga dimensi kekuasaan negara. Semua itu dimaksudkan agar manusia tidak terpelosok ke jurang kesengsaraan. Sebab Islam tidak hanya menghendaki kebaikan akhiat, tetapi juga menghendaki kebaikan dunia bagi umat manusia. 

Hawa nafsu yang selalu dipertuhankan membuat manusia memimpin dimuka bumi dengan sombong. Menolak aturan dari Tuhan lalu mendesain sendiri aturan hidup padahal ia tempatnya lemah dan salah. Wajar jika hingga hari ini kita menyaksikan kerusakan dimana-mana. Sistem kapitalisme sekuler tidak mampu memerdekan umat dari beragam ketindasan. Justru sistem tersebutlah sebagai pelaku penjajah. Sekulerisme telah meminggirkan bahkan hampir-hampir menghilangkan agama dari aktifitas kehidupan dunia. 

Rasulullah bersabda, “ada tiga perkara yang membinasakan: kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan membanggakan diri.” (HR. Al-Baihaqi).

Untuk itu kita wajib melepaskan perbudakan hawa nafsu yang tersistemik demi melahirkan keselamatan, kemerdekaan dan kebahagian. Membangun negeri, mengharumkan namanya, mensejahterahkannya dan menjaganya dengan mengikuti perintah-perintah dari Allah semata. Bukan yang lain. Karena kemerdekaan yang sempurna itu hanya bersumber dari penghambaan yang benar kepada Allah Yang Maha Esa. Inilah yang disebut merdeka dengan takwa. Merdeka yang seutuhnya. Dengan demikian manusia akan meraih kemerdekaannya juga ridhaNya. Merdeka!(*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya