Samarinda

Meski Sensitif dan Dinamis pada Perubahan Lingkungan, Hutan Tropis Kaltim Kaya akan Potensi Keanekaragaman Hayati

Kaltim Today
28 Agustus 2020 21:54
Meski Sensitif dan Dinamis pada Perubahan Lingkungan, Hutan Tropis Kaltim Kaya akan Potensi Keanekaragaman Hayati
Salah satu materi mengenai konservasi kehati di multifungsi lanskap hutan tropis Kalimantan yang disampaikan oleh Yaya Rayadin. (Yasmin/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Agenda konsultasi publik terkait penyusunan dokumen Rencana Induk Pengelolaan (RIP) Keanekaragamaan Hayati (Kehati) Kaltim 2020 terlaksana pada Kamis (27/8/2020).

Salah satu narasumber penyusunan dokumen RIP Kehati adalah akademisi dari Fakultas Kehutanan Unmul, Yaya Rayadin. Melalui video conference di Zoom, Yaya memaparkan materi mengenai konservasi keanekaragaman hayati di multifungsi lanskap hutan tropis Kalimantan.

Yaya mengatakan, prinsip konservasi berkelanjutan pun terkait dengan aspek sosial dan ekonomi. Sehingga harus terlaksana secara adil dan seimbang. Bicara soal lanskap, Yaya memaparkan bahwa pemerintah membagi hutan jadi beberapa fungsi. Mulai konservasi, produksi, konversi, dan lindung.

“Tidak benar juga misal, pengembangan perkebunan kelapa sawit itu membuka hutan seluruhnya. Sebab perkebunan sawit bisa jadi hanya di hutan-hutan konversi. Tidak benar pula kalau keseluruhan hutan dibuka karena sebenarnya kita masih punya hutan lindung dan konservasi,” jelasnya.

Di hutan konversi ada kegiatan kelapa sawit, pertambangan, dan pertanian. Di hutan produksi ada kegiatan hutan tanaman, logging, dan pertambangan. Sementara di hutan lindung dan konservasi, pemerintah sangat mengatur penerapannya secara ketat.

Yaya menyampaikan bahwa, selama dirinya mengikuti perkembangan mengenai hutan tersebut, hutan produksi yang paling banyak berkurang. Namun hutan konservasi, konversi, dan lindung justru bertambah. Kemudian, diperlihatkan data mengenai jumlah populasi orangutan. Hampir 78 persen populasi orangutan se-Kalimantan berada di luar kawasan konservasi.

Berdasarkan data tersebut, Yaya berpendapat seharusnya seluruh pihak bisa lebih bergerak di luar kawasan konservasi sebab populasinya lumayan banyak. Di hutan lindung ada 22,1 persen, di daerah perkebunan kelapa sawit ada 19,1 persen, di kawasan pabrik kayu industri sebanyak 6,4 persen, di konsesi penebangan sebanyak 28,8 persen, serta di luar konsesi atau di perkampungan dan pemukiman sebanyak 23,5 persen. Oleh sebab itu, Yaya menegaskan, masalah terbesar ada di luar kawasan konservasi.

Menurutnya, konservasi adalah pemanfaatan dan pelestarian fungsi ekosistem. Fungsi itulah yang dimanfaatkan dan dilestarikan, sehingga harus benar-benar diperhatikan. Seandainya fungsi berubah, maka sudah jelas konservasi pun akan bergeser. Sebagai contoh, ada penanaman pohon banggeris demi memanfaatkan hasil madu. Namun ternyata, pohon tersebut tidak menghasilkan madu. Otomatis fungsinya pun hilang. Oleh sebab itu, Yaya begitu menekankan untuk memerhatikan peran dan fungsi yang ada. Konservasi pun bersifat dinamis.

Pada suatu ilustrasi, Yaya menjelaskan prinsip konservasi lainnya. Semisal, di sebuah hutan nontropis itu jumlah spesiesnya sedikit namun jumlah individu per spesiesnya banyak. Sementara di hutan tropis, jumlah spesiesnya banyak namun jumlah individu per spesiesnya sedikit. Itulah yang menyebabkan hutan tropis Kalimantan cukup sensitif.

Proses pembukaan kawasan hutan primer dan sekunder demi kepentingan lain, pasti akan menurunkan jumlah keanekaragaman hayatinya. Baik dari sisi jenis maupun individunya. Namun di sisi lain, bisa pula muncul jenis yang baru. Maksudnya baru adalah misalkan tidak bisa tumbuh di hutan primer dan hanya di hutan sekunder. Itu merupakan sifat dan dinamika keanekaragaman hayati di hutan tropis. Sehingga, konservasi kawasan dapat menurunkan jumlah jenis tapi bisa menghadirkan jenis baru.

“Sebetulnya kehati dan jumlah individu di hutan sekunder saja cukup besar. Oleh sebab itu saya ingin menyampaikan bahwa proses perlindungan lebih penting ketimbang proses penanaman di area-area seperti itu. Ini harus jadi perhatian bersama bahwa kehati di hutan itu harus mengacu pada pengamanan dan perlindungannya,” lanjut Yaya.

Sedangkan perihal kehati flora, disebutkan Yaya bahwa kehadiran jenis tumbuhan bawah bisa beragam. Pada umur tertentu, bisa mencapai 70 jenis. Tanaman yang direklamasi pun belum tentu mampu menghadirkan satwa. Justru tanaman-tanaman tumbuhan bawah itu yang bisa mendatangkan kehadiran satwa. Namun, tumbuhan bawah juga belum menjadi parameter.

Saat ini masih fokus pada tanaman pokok. Ke depannya bisa dikembangkan. Keanekaragaman mamalia berhubungan dengan keanekaragaman tumbuhan. Makin banyak ragam jenis tumbuhan, mamalia pun semakin banyak jenisnya. Perlu dilakukan konservasi jenis lokal. Jenis-jenisnya bisa diamankan sebelum ada usaha kegiatan. 90 persen kehati ada di konsesi. Perlu menyelamatkan 90 persennya.

“Justru di area-area budidaya dan penggunaan lain yang mengarah pada produktivitas lahan bisa diadakan penambahan kehati. Jadi kegiatan ekonomi bisa selaras dengan alam. Pemulihan fungsi kehati sangat penting dalam pemulihan fungsi ekosistem tropis. Hingga membangun kawasan konservasi atau lindung di dalam konsesi,” pungkas Yaya.

[YMD | RWT | ADV DISKOMINFO]


Related Posts


Berita Lainnya