Opini

Pemulihan Pendidikan dan Merdeka Belajar 

Kaltim Today
24 Mei 2022 11:02
Pemulihan Pendidikan dan Merdeka Belajar 

Oleh: Unu Nurahman (Guru Penggerak SMAN 1 Leuwimunding, Jawa Barat dan Dosen FIB Unsap Sumedang)

Sesuai tema Hardiknas tahun 2022, ada hal signifikan yang harus dilakukan insan pendidik Indonesia yaitu memimpin pemulihan sesuai dengan filosofi kepemimpinan Ki Hajar Dewantara dan terus bergerak untuk mensukseskan merdeka belajar. 

Sesuai dengan Keppres Nomor 316/1959, tanggal 02 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Hal ini merupakan apresiasi atas jasa Ki Hajar Dewantara (KHD) atau mana aslinya RM. Suwardi Suryaningrat bagi dunia pendidikan Indonesia yang dilahirkan pada 2 Mei 188.

KHD merupakan Menteri Pengajaran Indonesia pertama dan mendapat julukan Bapak Pendidikan Nasional Pemerintah menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional pada 28 November 1959 melalui Keppres Nomor 305/1959.

Peringatan Hardiknas tahun 2022 mengambil tema “Pimpin Pemulihan, Bergerak untuk Merdeka Belajar”. Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan kemunduran proses akademik dalam hal ini hilangnya kompetensi pengetahuan dan sikap secara umum maupun spesifik yang lazim disebut learning loss.

Memimpin pemulihan (recovery) pembelajaran tidaklah semudah membalikan telapak tangan dan prinsip kepemimpinan yang telah KHD ajarkan terkait asas kepemimpinan Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan atau contoh), Ing Madya Mangun Karsa (ditengah-tengah menciptakan prakarsa dan ide) dan Tut Wuri Handayani (dari belakang memberikan dorongan atau arahan).

Di samping itu, KHD mengamanatkan asas lain; Taqwa (Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan taat kepadaNya), Waspada (waspada mengawasi serta sanggup memberi koreksi kepada yang dipimpin maupun diri sendiri), Ambeg Parama Arta (bijak memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan), Prasaja (sederhana dan tidak berlebihan), Satya (sikap loyal dari atas ke bawah, dari bawah ke atas mau pun ke samping), Gemi Nastiti (membatasi penggunaan dan pengeluaran sesuai kepentingan), Belaka (bertanggungjawab atas tindakan-tindakan diri sendiri) dan Legawa (keikhlasan untuk pada saatnya menyerahkan jabatan dan kedudukan kepada generasi berikutnya). Dikeluarkannya kurikulum merdeka diharapkan dapat mengatasi learning loss dan mendukung pembelajaran yang berpihak kepada murid.

Kemendikbud mengeluarkan kebijakan merdeka belajar pada tahun 2019 untuk melakukan transformasi pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang unggul dan berprofil Pancasila. Mengutip penjelasan Mendikbud Nadiem Makariem, merdeka belajar adalah kemerdekaan setiap unit pendidikan untuk berinovasi dan kemerdekaan berpikir para guru untuk mengubah belajar di dalam kelas menjadi di luar kelas (outing class) sehingga nuansa pembelajaran agar menjadi lebih nyaman dan menyenangkan, 

Merdeka belajar pada hakikatnya pembelajaran berpihak atau berpusat kepada murid (student-centered learning) yang sudah dikembangkan oleh KHD sejak tahun 1922 di perguruan Taman Siswa. Dalam hal ini, murid memainkan peranan penting dengan bimbingan guru.

Minat, gaya, dan kesiapan belajar siswa diletakan sebagai prioritas sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning). Pengembangan karakter (budi pekerti) harus sesuai dengan perkembangan budaya bangsa sebagai sebuah kontinuitas menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi) dan tetap memiliki sifat kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentris). 

KHD menanamkan kepada muridnya nilai – nilai religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kerja cerdas, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.

Aksentuasi terhadap nilai–niai moral sejalan juga dengan komisi masa depan pendidikan UNESCO dalam laporannya berjudul “Reimagining Our Futures Together” pada Oktober 2021 yang menyatakan pembelajaran terbaru harus dirancang dengan menanamkan nilai – nilai solidaritas, welas asih, etika dan empati.

Menurut KHD, pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) adalah saling bersinergis. Tujuan pendidikan adalah memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Sedangkan pengajaran merupakan bagian dari proses pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. 

Lebih lanjut, KHD menyatakan bahwa pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah yaitu kemiskinan dan kebodohan. Sedangkan pendidikan mengarah pada memerdekakan manusia dari aspek hidup batin yaitu otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik. Pendidikan hendaknya disesuaikan dengan kodrat alam yang berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan anak berada serta kodrat zaman yang merupakan muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya di Indonesia.

Kesuksesan pemulihan pendidikan dan merdeka belajar tentunya ditentukan oleh kemauan insan pendidik untuk keluar dari zona nyaman sistem pembelajaran saat ini, pengalaman mengajar sesuai dengan merdeka belajar, referensi, keterampilan mengajar dan fasilitas pembelajaran serta kerja sama tri sentra pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan pemerintah sehingga ekspektasi generasi emas pelajar Indonesia pada tahun 2024 dapat terwujud.(*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya