Opini

Pendidikan Tinggi Biaya Tinggi: Batu Sandungan untuk Anak Berprestasi dari Keluarga Kurang Mampu

Kaltim Today
24 Juni 2024 12:54
Pendidikan Tinggi Biaya Tinggi: Batu Sandungan untuk Anak Berprestasi dari Keluarga Kurang Mampu
Muh. Alfian, MPA (Pengamat Politik dan Kebijakan Publik). (Istimewa)

Oleh: Muh. Alfian, MPA (Pengamat Politik dan Kebijakan Publik)

Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, akses terhadap pendidikan tinggi di Indonesia semakin sulit dijangkau oleh anak-anak berprestasi dari keluarga kurang mampu. Fenomena ini dipicu oleh meningkatnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata pendapatan per kapita di Indonesia pada tahun 2023 hanya sekitar 50 juta rupiah per tahun. Artinya, biaya kuliah satu semester di program studi tertentu bisa setara dengan seperlima dari pendapatan tahunan rata-rata masyarakat. Kondisi ini tentu memperparah ketimpangan akses pendidikan tinggi bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, meskipun mereka memiliki prestasi akademik yang cemerlang.

Mahalnya biaya pendidikan tinggi tidak hanya berdampak pada aksesibilitas, tetapi juga pada aspek sosial dan psikologis mahasiswa. Banyak anak berprestasi dari keluarga kurang mampu yang harus bekerja paruh waktu atau bahkan penuh waktu untuk menutupi biaya kuliah mereka. Hal ini tentu mempengaruhi fokus dan waktu belajar mereka, yang pada akhirnya dapat menurunkan prestasi akademik mereka.

Selain itu, tekanan finansial yang dihadapi oleh mahasiswa sering kali menyebabkan stres dan masalah kesehatan mental. Mereka harus memikirkan cara untuk membayar biaya kuliah, biaya hidup, serta menjaga prestasi akademik agar tetap bisa mendapatkan beasiswa atau bantuan lainnya. Kondisi ini menciptakan lingkaran setan yang sulit dipecahkan, di mana mahasiswa harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan finansial, tetapi pada saat yang sama, mereka juga harus menjaga performa akademis.

Tingginya UKT juga menimbulkan berbagai kontroversi dan perdebatan di kalangan masyarakat. Beberapa pihak berpendapat bahwa biaya tinggi tersebut diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan fasilitas di perguruan tinggi. Namun, banyak juga yang berpendapat bahwa pendidikan seharusnya menjadi hak yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, terlepas dari kondisi ekonomi.

Pada tahun 2023, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan kebijakan baru terkait pembiayaan pendidikan tinggi. Salah satu kebijakan tersebut adalah pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah yang ditujukan bagi mahasiswa berprestasi dari keluarga kurang mampu. Meskipun demikian, jumlah penerima beasiswa ini masih sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang membutuhkan bantuan finansial.

Selain itu, pemerintah juga mencoba menerapkan skema pembayaran UKT yang lebih fleksibel, seperti pembayaran secara cicilan dan penyesuaian UKT berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa. Namun, implementasi kebijakan ini masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal transparansi dan akurasi penilaian kemampuan ekonomi mahasiswa.

Berdasarkan laporan dari Kemendikbudristek pada awal tahun 2024, sekitar 20% mahasiswa di perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia berasal dari keluarga dengan penghasilan di bawah garis kemiskinan. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 10% yang berhasil mendapatkan beasiswa atau bantuan finansial lainnya. Data ini menunjukkan bahwa masih banyak anak berprestasi dari keluarga kurang mampu yang kesulitan mengakses pendidikan tinggi.

Selain itu, survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Pendidikan Indonesia (LSPI) menunjukkan bahwa lebih dari 50% mahasiswa merasa terbebani dengan tingginya biaya kuliah. Survei ini juga mengungkapkan bahwa sekitar 30% mahasiswa harus bekerja paruh waktu untuk menutupi biaya kuliah mereka, dan sekitar 15% mahasiswa terpaksa berhenti kuliah karena masalah finansial.

Menurut artikel yang diterbitkan oleh Kompas pada Maret 2024, biaya pendidikan tinggi di beberapa universitas ternama meningkat sebesar 5-10% setiap tahun. Artikel tersebut juga mengungkapkan bahwa banyak mahasiswa yang merasa kesulitan untuk membayar UKT, bahkan beberapa di antaranya harus meminjam uang melalui program pinjaman pendidikan atau dari lembaga keuangan lainnya. Selain itu, Tempo melaporkan bahwa pada tahun 2023, jumlah mahasiswa yang mendapatkan KIP Kuliah hanya meningkat sebesar 2%, sementara kebutuhan akan bantuan tersebut meningkat lebih dari 15%.

 Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah-langkah konkret dari berbagai pihak. Pertama, pemerintah harus memperluas cakupan dan jumlah beasiswa KIP Kuliah serta memastikan bahwa proses seleksi dilakukan dengan transparan dan adil. Kedua, perguruan tinggi perlu menerapkan kebijakan UKT yang lebih fleksibel dan berbasis pada kemampuan ekonomi mahasiswa secara lebih akurat.

Selain itu, pihak swasta dan industri juga dapat berperan dalam memberikan beasiswa atau program magang berbayar bagi mahasiswa berprestasi dari keluarga kurang mampu. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya mendapatkan bantuan finansial, tetapi juga pengalaman kerja yang bermanfaat untuk masa depan mereka.

Tidak kalah pentingnya, masyarakat harus meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan dan bersama-sama mendukung upaya pemerintah dan perguruan tinggi dalam menciptakan akses pendidikan yang lebih merata. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa setiap anak berprestasi, terlepas dari latar belakang ekonominya, memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan tinggi dan mewujudkan impian mereka.

Akhirnya, mahalnya biaya pendidikan tinggi di Indonesia menjadi batu sandungan bagi anak-anak berprestasi dari keluarga kurang mampu. Meskipun ada berbagai kebijakan dan program bantuan dari pemerintah, masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk memastikan akses pendidikan yang merata bagi semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini dan menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan adil. Hanya dengan begitu, kita dapat mewujudkan cita-cita bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. (*)(*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co


Simak berita dan artikel  Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp



Berita Lainnya