Opini
Pengaruh Eksistensi Korean Pop (K-pop) terhadap Cara Berkomunikasi Generasi Milenial
Oleh: Muhammad Nur Firdaus, Rifqy Wardana, Safika (Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman)
Generasi milenial pasti sudah tidak asing lagi dengan budaya korean pop (K-Pop) seperti Girls Generation, Super Junior, BTS, Black Pink ataupun Twice. K-pop menjadi musik favorit di kalangan remaja karena memiliki keunikan dan ciri khas dengan musik beat dan tariannya yang enerjik.
Budaya Korea saat ini digemari oleh masyarakat dunia, khususnya Indonesia. Mulai dari lifestyle, fashion, lagu, dan drama Korea sangat disukai, khususnya oleh generasi milenial. Tak hanya mengagumi, segala hal yang berhubungan dengan Korea juga menarik perhatian generasi milenial. Seperti halnya membeli album lagu, alat make up, pakaian, makanan khas Korea, dan lain sebagainya. Mereka juga ingin menunjukkan identitas Korea mereka melalui produk-produk yang dibeli maupun dipakai. Sebelumya, kebudayaan Korea sangatlah tertutup, namun seiring dengan perkembangan zaman kini kebudayaan Korea sudah sangat terbuka.
K-Pop yang merupakan bagian dari Korean Wave terdiri dari pop, dance, electropop, hip hop, rock, R&B dan electronic music. Popularitas K-Pop semakin tahun kian meningkat. Dilihat dari daftar negara yang dikunjungi oleh artis Korea Selatan (mulai dari Asia, Australia, United State of America, United Kingdom bahkan Eropa) menunjukkan bahwa "invansi" K-Pop memang sudah mendunia dan tidak hanya sebatas di negara-negara Asia saja. Konser, fanmeeting dan sebagainya tidak akan terjadi jika tidak ada permintaan.
Kemunculan K-Pop juga tak terlepas dari pesatnya perkembangan teknologi dan penyebaran informasi melalui media televisi maupun media online. Komunikasi melalui media, memiliki peran penting dalam mempengaruhi penyebarluasan budaya populer atau diseminasi informasi. Media memiliki kedudukan sangat penting karena secara langsung menyajikan suatu cara dalam memandang realitas. Media massa berperan besar dalam membentuk makna budaya, dan media dapat dipandang sebagai teknologi pembawa budaya.
Menurut Fiske, berdasarkan riset audiens yang ia kaji bahwa, penggemar memang memiliki budaya yang berbeda. Penggemar menjadi pengadaptasi dan pengadopsi awal dari media baru, mereka membawa budaya partisipasi mereka untuk dipraktikkan secara online, di mana mereka bisa lebih terlihat dan mendapat perhatian.
Dengan munculnya budaya K-pop di Indonesia, sikap fanatisme terhadap Idol K-pop juga emakin besar dan meningkat. Generasi milenial menjadi terdorong untuk melakukan imitasi atau meniru kebudayaan Korea dan meniru sesuatu yang berkaitan dengan bias (seseorang yang dijadikan idola dari suatu boyband atau girlband K-pop). Idol K-pop mereka. Perilaku imitasi atau meniru adalah salah suatu pembelajaran yang dilakukan oleh masyarakat untuk dapat menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan fenomena sosial yang ada.
Dampak positif lainnya adalah menambah wawasan terhadap budaya Korea, dengan mengikuti informasi yang berkaitan dengan idolanya menjadi mengerti dan lebih mengenal kebudayaan Korea, salah satunya mempelajari bahasa Korea dan tulisan Hangul Korea. Siswa yang sering menonton talk show berbahasa Korea yang menampilkan idolanya akhirnya terdorong untuk mempelajarinya. Hal tersebut agar mereka paham apa yang dibicarakan pada acara tersebut.
Siswa juga mulai menerapkan dan menggunakan bahasa Korea dalam kehidupan sehari-hari, contohnya seperti “annyeong” yang artinya halo, “nee” yang artinya baik, “saranghae” yang artinya saya cinta kamu, dan sebagainya. Namun dibalik dari dampak positif tersebut, tak terlepas pula dampak negatif lainnya seperti lebih sering menggunakan bahasa Korea dibandingkan bahasa nasional yaitu Indonesia yang dapat menyebabkan pergeseran budaya lokal ke budaya Korea. Mengurangi rasa cinta terhadap musik Indonesia seperti melayu dan dangdut. Musik asli Indonesia lama kelamaan akan hilang. Dengan adanya K-Pop ini akan berpengaruh pula terhadap permusikan di Indonesia.
Budaya musik K-pop yang berkembang di Indonesia memiliki peran yang sangat besar di kalangan generasi milenial dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. K-pop membawa perubahan seperti perubahan pola pikir, tingkah laku dan juga cara berkomunikasi. Jika suka dengan K-pop seharusnya tidak berlebihan dan tidak bersikap fanatik atau berlebihan.
Dengan ini disarankan untuk generasi milenial, khususnya remaja agar tidak terlalu berlebihan dalam menyukai sesuatu untuk menghindarkan diri dari sifat fanatik sehingga mengikuti segala yang dilakukan oleh idolanya tersebut. Lebih bijaksana dalam mengalokasikan waktu untuk melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat. Selain itu, juga disarankan untuk lebih bijaksana dalam menggunakan teknologi. Carilah informasi yang bermanfaat dan aktual untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu pengetahuan. Orangtua pun disarankan untuk selalu mengawasi anaknya dan mengontrol jika sudah terlalu berlebihan dalam menggemari budaya luar.
Selain kesadaran yang penting dilakukan, generasi milenial harus mampu memiliki sikap pengetahuan dengan cara terjun, terlibat dalam menjaga budaya multikultural. Sehingga nantinya mereka dapat mengubah cara pandang tentang kebudayaan asing yang tak harus selalu diikuti perkembangannya, melainkan bagaimana kita dapat meminimalisir dan tidak terpengaruh sehingga melupakan kebudayaan asli.
Merubah cara pandang tersebut tentunya diperlukan berbagai cara klarena sangat sulit untuk mengubah perilaku seseorang yang sudah terdoktrin dengan suatu nilai. Oleh sebab itu, menurut kami, mengubah cara pandang ini membutuhkan peran public relations didalamnya, yaitu berupa komunikasi persuasif.
Komunikasi persuasif merupakan suatu proses yang dapat mengubah sikap, keyakinan, pandangan, atau perilaku. Melalui hal ini, generasi milenial bisa memanfaatkan atau membuat suatu kegiatan dalam merancang suatu pesan dalam bentuk informasi atau berita, dengan menggunakan sejumlah strategi, yang bertujuan untuk membujuk khalayak untuk mengubah opini atau pandangannya.
Dengan demikian tahapan penyadaran terhadap publik, terkhusus kalangan milenial ini sangat dibutuhkan peran aktif pemerintah juga untuk mempromosikan secara massif di tengah-tengah masyarakat, baik melalui media cetak, elektronik, media sosial maupun berbagai konten atau event budaya yang menarik.(*)
Referensi
Arif, Sherly Amalia. (2021). Perilaku Komunikasi Maya Internasional K-Pop Fandom Dunia Online. Jurnal Mahasiswa Ilmu Komunikasi. Vol 2(1), 1.
https://onesearch.id/Record/IOS4109.54508?widget=1&repository_id=4202
Hasanah, Nur. (2016). Komunikasi Virtual (Kajian Fenomena Hallyu Wave Terhadap Gaya Hidup Remaja di Purwokerto). Skripsi. Purwokerto: IAIN Purwokerto
Purnawati, Syafira Aulia. (2019). Pop Culture Sebagai Simbol Komunikasi Generasi Milenial Di Surabaya (Studi Pada Penggemar Korean Wave). Jurnal Ilmu Komunikasi, 27-28. https://123dok.com/document/ynp6ep0z-culture-sebagai-simbol-komunikasi-generasi milenial-surabaya-penggemar.html
Putri, Octavia Firdausi. (2019) “Peran K-pop terhadap Siswa Masa Kini dan Dampaknya dalam Kehidupan Sehari-hari”. Jurnal Bimhingan dan Konseling, 3-4.
https://www.researchgate.net/publication/337959197_Peran_K pop_terhadap_Siswa_Masa_Kini_dan_Dampaknya_dalam_Kehidupan_Sehari-hari
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.