Opini
Pilkada Kaltim Terlalu Banyak Drama, Tidak Serius Membangun Daerah
Oleh : Harish Jundana, S.Hut (Ketua Umum PW KAMMI Kaltimtara)
Komisi Pemilihan Umum sejak awal telah mengumumkan pendaftaran paslon Pilkada serentak 2020 dibuka mulai 4-6 September 2020. Jadwal pendaftaran juga dibarengi dengan tahapan verifikasi syarat pencalonan. Kaltim sendiri akan melaksanakan Pilkada di beberapa kabupaten/kota di antaranya Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Bontang, Kabupaten Berau, Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, kabupaten Mahakam Ulu, dan Kabupaten Kutai Timur.
KAMMI Kaltimtara sangat menyayangkan, hampir di setiap momen penting ini masyarakat disuguhi drama politik yang tidak baik bahkan sulit untuk menangkap itikad baik dari setiap partai politik maupun tokoh dalam kontestasi ini.
Ketua Umum PW KAMMI Kaltimtara, Harish Jundana menganggap Pilkada serentak 2020 di Kaltim terlalu banyak drama, terkesan tidak serius membangun daerah.
Masyarakat menjadi semakin antipati dengan proses pemilihan kepala daerah. Kutai Timur terjadi OTT Bupati, Ketua DPRD Kutai Timur dan tersangka lainnya oleh KPK, disinyalir sarat akan intrik politik di antara para elit dan tokoh. Selain Kutim, ada juga Pilkada Balikpapan yang dimana incumbent dikecam karena menerima partai politik pengusul RUU HIP dalam koalisi, isu tentang pertentangan Pancasila dan agama digunakan untuk memanaskan kontestasi. Di sisi lain Pilkada Balikpapan terancam melawan kotak kosong karena kompetitor dianggap tidak cukup kuat melakukan perlawanan.
Beralih pada Pilkada Kutai Kartanegara yang juga terancam melawan kotak kosong karena incumbent yang terlalu kuat serta koalisi penantang yang tidak serius menunjukkan itikadnya untuk bertarung secara konstitusional. Koalisi gemuk di beberapa daerah juga perlu ditantang untuk membuka secara transparan putaran uang di sekitarnya, sudah menjadi rahasia umum tentang mahar politik di pusaran Pemilu.
Harish menambahkan, KPU di berbagai kabupaten/kota juga tidak serius menjalankan demokrasi di Bumi Etam ini. Indikasi itu terlihat dari survei terbuka di beberapa universitas yang tersebar di Kalimantan Timur dimana 90% responden tidak mengetahui kapan pelaksanaan pemilu, bagaimana teknis pemilihan saat pandemi, dan siapa calon yang akan dipilih.
Fungsi dan peran KPU untuk melibatkan elemen masyarakat terlihat sangat lemah jika di lingkungan universitas yang melek informasi saja tidak tersosialisasikan dengan baik bagaimana dengan daerah terpencil dengan taraf distribusi informasi yang sangat rendah. Begitu pula aspek pengawasan Pemilu yang rentan masuk angin,” tegasnya.
Situasi ini mengindikasikan kemunduran demokrasi bukan karena penerapan sistem politik demokrasi, justru karena ketidakseriusan berbagai pihak mulai dari pelaksana pemilu, pengawas pemilu, dan peserta pemilu dalam memberikan kualitas pilkada terbaik. Sampai kapan negeri ini akan terus terpuruk disebabkan tidak ada itikad baik dari berbagai pihak membangun Kalimantan Timur.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Kalimantan Timur-Utara secara serius menyoroti situasi ini, sebagai organisasi mahasiswa yang memiliki visi menjadi wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-keder pemimpin dalam mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang islami, KAMMI menginginkan momentum Pilkada adalah momentum kemajuan peradaban dimana kita optimis menatap masa depan dengan terjadinya regenerasi kepemimpinan yang sehat dan konstitusional.
KAMMI percaya bahwa melalui kepemimpinan dan kekuasaan akan banyak sekali perbaikan dan kemanfaatan yang bisa diberikan untuk masyarakat sehingga rahmatan lil alamin bukan sesuatu yang mustahil. Meningkatkan kualitas pemilihan umum menjadi kunci kemajuan bangsa dan negara dalam mencapai cita-citanya.(*)
*) Opini penulis ini menggelar tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co