Kaltim

Pokja 30 Minta Pemprov Kaltim Buka Draft Pergub Gratispol Sebelum Disahkan

Kaltim Today
17 Maret 2025 20:04
Pokja 30 Minta Pemprov Kaltim Buka Draft Pergub Gratispol Sebelum Disahkan
Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud-Seno Aji. Salah satu program unggulan mereka adalah Gratispol di bidang pendidikan.

SAMARINDA, Kaltimtoday.co - Kelompok Kerja (Pokja) 30 mendesak Pemprov untuk membuka draft Peraturan Gubernur (Pergub) Gratispol sebelum disahkan. Mereka menilai, kebijakan pendidikan gratis ini harus transparan agar publik bisa turut serta mengawal implementasinya. Mulai dari perencanaan hingga implementasinya. Apalagi alokasi anggaran yang bakal digelontorkan untuk program pendidikan Rudy Mas'ud-Seno Aji itu tak main-main. Tahap pertama, tahun ini, nilanya mencapai Rp 750 miliar.

Koordinator FH Pokja 30, Buyung Marajo, menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik adalah hak masyarakat dan kewajiban pemerintah. Menurut Buyung, jika Pergub Gratispol tidak dibuka ke publik sejak awal, dikhawatirkan berpotensi menimbulkan penyimpangan dan ketidakjelasan dalam pelaksanaannya. 

“Ini program untuk masyarakat, maka publik harus tahu isinya sebelum disahkan. Kalau tidak transparan, bagaimana publik bisa mengawasi jalannya kebijakan ini?” ujarnya, Senin (17/3/2025).

Koordinator FH Pokja 30, Buyung Marajo.

Saat ini, draft Pergub Gratispol sudah dalam tahap harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan berada di bawah kewenangan Biro Hukum Setda Provinsi Kaltim. Namun, pihak biro hukum belum bersedia membagikan draft tersebut sebelum proses finalisasi selesai.

“Maaf, belum bisa disebarluaskan karena belum final. Jadi, tunggu sampai Pergub ditandatangani semuanya,” kata Puji Astuti, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda Biro Hukum Setda Kaltim.

Menyikapi hal tersebut, Buyung menekankan bahwa kebijakan yang menyangkut hak masyarakat luas seharusnya dibuka sejak awal, bukan hanya ketika sudah disahkan. Ia khawatir tanpa transparansi, terdapat celah bagi penyimpangan kebijakan, bahkan berpotensi memicu tindak korupsi dalam pengelolaan dana pendidikan.

“Jika pemerintah tidak terbuka, kita tidak tahu apakah kebijakan ini benar-benar berpihak kepada rakyat atau malah menjadi celah penyimpangan. Masyarakat itu bayar pajak, mereka berhak untuk dilibatkan dalam kebijakan yang menyangkut kepentingan mereka,” tegasnya.

[TOS]



Berita Lainnya