Opini

Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres dalam Pemilu 2024

Kaltim Today
16 November 2023 08:28
Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres dalam Pemilu 2024

Oleh: Normansyah (Fakultas Hukum Universitas Mulawarman)

Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 adalah putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memutuskan mengenai batasan usia calon presiden dan wakil presiden. Dalam hal ini pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa pasal 169 huruf q Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Putusan tersebut memutuskan bahwa batasan usia calon presiden dan wakil presiden adalah minimal 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian dari gugatan tersebut, dengan syarat memiliki pengalaman yang cukup untuk menjadi kepala daerah.

Perlu diketehui, keputusan ini menimbulkan kontroversi, karena terdapat empat hakim yang memiliki pendapat berbeda, antara lain Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, Suhartoyo, dan Saldi Isra. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi dan keseragaman putusan Mahkamah Konstitusi. Sehingga terdapat pandangan yang menyatakan bahwa putusan ini merupakan bentuk politisasi Mahkamah Konstitusi.

Pandangan ini muncul, karena keputusan ini dianggap tidak konsisten dengan keputusan sebelumnya dan terdapat kejanggalan dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, Batasan usia minimal 40 tahun juga menimbulkan kontroversi karena dianggap dapat membatasi hak-hak politik warga negara yang lebih muda.

Dalam putusan ini, Mahkamah Konstitusi juga memutuskan bahwa pemohon tidak dapat membuktikan bahwa Pasal 169 huruf q Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mengenai putusan MK 90/PUU-XXI/2023 terdapat pandangan pro dan kontra yaitu, dalam sisi pro memperbolehkan calon presiden dan wakil presiden yang berusia dibawah 40 tahun namun pernah menjabat sebagai kepala daerah untuk mencalonkan diri di Pilpres 2024. Selain itu, keputusan Mahkamah Konstitusi ini merupakan angin segar dan hadiah bagi anak muda Indonesia. Sedangkan dalam sisi kontra, ada yang menyatakan bahwa keputusan MK tidak sesuai dengan putusan MK sebelumnya mengenai objek yang sama dan ada juga yang menilai bahwa putusan MK tidak menjalankan fungsi checks and balances pada kekuasaan eksekutif dan legislative. 

Terdapat beberapa pandangan saya terhadap Putusan MK 90/PUU-XXI/2023, antara lain:

  1. Konflik Kepentingan: putusan ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antara kelompok yang mendukung batasan usia minimal 40 tahun dan kelompok yang tidak setuju dengan batasan usia tersebut. Kelompok yang mendukungan batasan usia minimal 40 tahun berpendapat bahwa batasan usia ini diperlukan untuk memastikan bahwa calon presiden dan wakil presiden memiliki pengalaman yang cukup dalam kepemimpinan. Sedangkan, kelompok yang tidak setuju dengan batasan usia minimal 40 tahun berpendapat bahwa batasan usia ini tidak relevan dan dapat membatasi hak-hak politik warga negara yang lebih muda. Selain itu, konflik kepentingan dapat dilihat dengan hubungan keluarga Anwar Usman, Ketua MK, dengan Gibran Rakabuming, yang disebut sebagai sumber permohonan. Dan juga Anwar Usman, tidak etis serta bertentangan pada Pasal 17 Ayat 5 UU 48 Tahun 2009. Dalam pasal tersebut, jika memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung, maka wajib untuk mengundurkan diri dari persidangan.
  2. Open Legal Policy: putusan ini dapat dianggap sebagai bentuk kebijakan hukum terbuka karena Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengubah batasan usia calon presiden dan wakil presiden yang sebelumnya ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dengan adanya ketentuan ini, batasan usia calon presiden dan wakil presiden menjadi fleksibel dan dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan negara.
  3. Politisasi MK: terdapat pandangan yang menyatakan bahwa putusan ini merupakan bentuk politisasi Mahkamah Konstitusi. Pandangan ini muncul karena terdapat empat hakim yang memiliki pendapat berbeda dalam kesimpulan ini. Namun, pandangan ini masih belum dapat dipastikan kebenarannya.(*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya