Kutim

Ratusan Massa Geruduk Kantor Bawaslu Kutai Timur, Tuntut Lembaga Pengawas Jaga Netralitas

Kaltim Today
14 Desember 2020 11:18
Ratusan Massa Geruduk Kantor Bawaslu Kutai Timur, Tuntut Lembaga Pengawas Jaga Netralitas
: (Dari kiri) Munir Perdana selaku pelapor, Tim Advokasi Mahyunadi-Kinsu Abdul Karim, dan Komisioner Bawaslu Kutai Timur Budi Wibowo usai klarifikasi pernyataan dan laporan. (Anggi Pranata).

Kaltimtoday.co, Sangatta - Kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kutai Timur (Kutim)  didatangi massa, Minggu (13/12/2020) malam. Mereka menggelar unjuk rasa untuk mendesak lembaga pengawas demokrasi itu untuk menjaga netralitasnya.

Sekira pukul 20.00 Wita, massa mulai mendatangi kantor yang beralamatkan di Jalan Yos Sudarso II nomor 1, Desa Sangatta Utara, Kecamatan Sangatta Utara itu. Aksi unjuk rasa tersebut mendapat pengawalan ketat dari aparat TNI/Polri dan Satpol PP.

Satu per satu, perwakilan massa menggelar orasi. Berbagai persoalan dicurahkan. Salah seorang pengunjuk rasa, Edi Hoddi mengatakan, masyarakat ingin keadilan. Itulah mengapa, tanpa dikoordinir mereka berbondong-bondong datang ke kantor Bawaslu Kutim.

“Yang pasti, massa ini datang tanpa dikoordinir. Tiba-tiba saja langsung kumpul karena adanya pernyataan kontroversial yang disampaikan salah seorang komisioner Bawaslu di salah satu media online, yang menyatakan bahwa, tidak ada pemungutan suara ulang di Kutim,” katanya.

Padahal, lanjut dia, banyak indikasi kecurangan pada pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilaporkan ke Bawaslu Kutim. Namun, hingga saat ini masih menggantung.

“Kami berharap supaya pelaporan diproses dan tidak digantung,” kata pria yang juga ketua Gerakan Relawan Membangun (GRM) Kutim itu.

Kendati demikian, tidak satu pun komisioner Bawaslu Kutim yang menemui pengunjuk rasa. Namun, Minggu sore sebelum aksi unjuk rasa, Munir Perdana selaku pelapor didampingi Tim Advokasi pasangan Mahyunadi-Lulu Kinsu sempat mendatangi kantor Bawaslu Kutim untuk mengklarifikasi laporan dan pernyataan komisioner Bawaslu Kutim, Budi Wibowo yang menyatakan bahwa, di Kutim tidak ada lagi pemungutan suara ulang (PSU).

“Yang pertama, kami datang ke sini mempertanyakan laporan kami per 12 Desember 2020 kemarin. Karena sesuai regulasinya itu, teman-teman di Bawaslu, semenjak laporan itu masuk punya waktu 2 x 24 jam untuk menganalisa awal,” kata Munir didampingi Tim Advokat Mahyunadi-Kinsu, Abdul Karim dan Albert.

: (Dari kiri) Munir Perdana selaku pelapor, Tim Advokasi Mahyunadi-Kinsu Abdul Karim, dan Komisioner Bawaslu Kutai Timur Budi Wibowo usai klarifikasi pernyataan dan laporan. (Anggi Pranata).
: (Dari kiri) Munir Perdana selaku pelapor, Tim Advokasi Mahyunadi-Kinsu Abdul Karim, dan Komisioner Bawaslu Kutai Timur Budi Wibowo usai klarifikasi pernyataan dan laporan. (Anggi Pranata).

“Ini tanggal 13, artinya kenapa kami lebih awal mempertanyakan itu, karena terkait statement salah satu komisioner Bawaslu, yaitu yang menyatakan bahwa di Kabupaten Kutai Timur tidak akan ada lagi PSU (pemungutan suara ulang). Inilah yang menjadi acuan kami,” sambungnya.

Statement ini, lanjut dia, menyurutkan semangat tim yang sampai dengan saat ini masih berproses untuk memasukkan laporan. Sementara, laporan belum diklarifikasi. Karena dalam 2 x 24 jam, Munir sebagai pelapor seharusnya dimintai klarifikasi. Apakah ada perbaikan terhadap laporan atau sudah lengkap dan teregister di Bawaslu.

“Tapi dapat penjelasan di Mas Budi (Budi Wibowo, Red.), bahwa pernyataan itu terkait dua TPS (tempat pemungutan suara) yang disebutkan tadi. Jadi tidak secara general bahwa Kabupaten Kutai Timur tidak ada lagi PSU,” jelasnya.

Menurutnya, hal ini harus diluruskan karena seluruh proses pilkada belum selesai. Siapa yang akan menjadi pemenang belum tahu.

“Kalau dari prosedural prosesnya, karena ini baru selesai pleno di tingkat kecamatan dan pleno di tingkat kabupaten juga belum selesai. Ini yang saya maksud tadi terlalu dini untuk menyikapi kondisi terkini di Kutim. Apalagi ini dikeluarkan statement-nya oleh komisioner Bawaslu,” jelasnya.

Pihaknya ingin agar Bawaslu menjadi wasit, menjadi penengah yang baik di antara kontestan di antara penyelenggara pemilih. Tapi setelah mendapat konfirmasi dari Budi Wibowo, menurutnya perlu diluruskan. Ini spesifik tentang dua TPS itu. Tidak secara general.

“Selanjutnya kami dari tim Mahyuunadi-Kinsu terus berproses, baik menindaklanjuti proses laporan yang kami masukkan, atau menindaklanjuti laporan-laporan baru karena memang ada waktunya,” katanya.

Sedangkan Abdul Karim menambahkan, pihaknya selaku tim kuasa hukum Mahyunadi-Kinsu yang menyampaikan beberapa pelanggaran yang dilakukan pasangan calon, datang ke kantor Bawaslu Kutim untuk mengklarifikasi dan mengecek sejauh mana progres dari laporannya.

“Yang mana laporan itu telah kita sampaikan per tanggal 12 Desember kemarin. Karena memiliki tenggang waktu yang begitu sempit, sehingga beberapa hari ini setelah laporan kita sampaikan, kita merasa belum ada klarifikasi langsung dari Bawaslu. Sehingga kita memiliki inisiatif sendiri untuk langsung mempertanyakan sejauh mana proses ini berjalan,” katanya.

Sehingga, lanjut dia, untuk memastikan tahapan-tahapan dalam proses ini bisa tepat waktu. Kemudian terkait adanya beberapa kesimpulan, terkait PSU di Kutim.

“Ini adalah dalam masa proses masih berjalan. Apakah proses ini nanti menyimpulkan sebuah keputusan, itu yang akan kita tunggu. Tapi selama proses ini masih berjalan, hal-hal yang terkait beberapa statement itu tolong dihindari dulu,” harapnya.

Sementara, komisioner Bawaslu Kutim, Budi Wibowo mengatakan, Bawaslu RI setiap saat pasti rilis. Namun, pihaknya juga merilis kegiatan. Di mana, sumber rilis dari Bawaslu RI itu berdasarkan laporan-laporan yang dikirim oleh daerah.

“Di hari kemarin itu ada beberapa TPS yang terdapat pelanggaran di dalamnya. Kebetulan pelanggaran yang terjadi adalah, salah satunya mencoblos dua kali menggunakan C6 pemberitahuan orang lain. Hal-hal begitu yang kemudian, jika kita melihat sekilas, itu menjadi potensi, yang kemudian syarat PSU masuk ke dalamnya,” katanya.

Pada saat dilaporkan, lanjut dia, Bawaslu Kutim belum proses. Namun, pada saat proses di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) sudah klir. Bahwa kasus di beberapa TPS itu masuk dalam pidana pemilihan. Bukan administrasi, juga bukan etik.

Terkait pelanggaran, Bawaslu Kutim sedang memproses.

“Yang pasti lebih dua digit, dari awal pilkada, bahkan ada 20 laporan yang kita registrasi. Seluruh laporan itu berproses. Kita akan selalu meng-update laporan ini,” katanya.

Budi Wibowo menambahkan, Bawaslu Kutim punya kewajiban untuk meluruskan. Terutama terkait keberadaan beberapa TPS, apakah memang benar ada atau tidak. Karena menjadi perhatian publik dan kepolisian.

“Terkait netralitas dan integritas, di kami, semua pelanggaran dan laporan yang masuk, kami jalankan sesuai prosedur,” tegasnya.

[NON]

 


Related Posts


Berita Lainnya