Advertorial

DPPKUKM Kaltim Tunggu Hasil Uji Sampel Terkait Isu Beras Oplosan

Defrico Alfan Saputra — Kaltim Today 29 Juli 2025 16:59
DPPKUKM Kaltim Tunggu Hasil Uji Sampel Terkait Isu Beras Oplosan
Potret beras di Pasar Segiri Samarinda. (Defrico/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil dan Menengah (DPPKUKM) Kaltim turut melakukan pengawasan, khususnya di wilayah Samarinda dan Balikpapan terkait isu beras oplosan. Pengawasan dilakukan di ritel, pasar tradisional, serta sejumlah pedagang beras. Dari kegiatan tersebut, DPPKUKM Kaltim telah mengambil beberapa sampel beras untuk diuji.

Saat ini, seluruh sampel masih dalam tahap pengujian laboratorium, pihaknya belum bisa sampaikan hasil sampel tersebut. Namun, dalam waktu dekat DPPKUKM berencana mengumumkan hasil pengawasan tersebut secara resmi melalui konferensi pers.

Melalui data dari Polda Kaltim, adapun merek yang tengah diuji antara lain Raja Platinum, Pandan Wangi, Bondy, Sania, Sip, Rojo Lele, Tiga Mangga Manalagi, hingga Berlian Batu Mulia. Hasilnya akan diumumkan kepada publik setelah pengujian selesai dilakukan. Namun dari seluruh proses pengawasan, dua merek beras yakni Rambutan Premium dan Mawar Sejati Premium justru menimbulkan kecurigaan. 

"Kami sudah melakukan pengawasan di berbagai titik distribusi, termasuk pasar tradisional, ritel modern, hingga pedagang beras di Samarinda dan Balikpapan,” ujar Kepala DPPKUKM Kaltim, Heni Purwaningsih, Selasa (29/7/2025). 

Sejumlah sampel beras telah dikumpulkan untuk diuji di laboratorium. Namun hingga kini, hasil pengujian masih dalam proses dan belum bisa dipublikasikan.

“Kami akan kami sampaikan secara resmi melalui konferensi pers. Sementara ini, kami belum bisa menyebutkan brand yang dimaksud karena masih menunggu verifikasi laboratorium,” bebernya.

Pengujian difokuskan pada aspek kualitas beras, terutama untuk mengidentifikasi apakah terdapat praktik pencampuran antara beras medium dan premium tanpa keterangan jelas pada kemasan. Praktik semacam ini dinilai merugikan konsumen secara ekonomi, meski tidak berdampak langsung terhadap kesehatan.

“Secara kesehatan memang tidak membahayakan, karena tetap sama-sama beras. Namun, ini soal transparansi dan kejujuran kepada konsumen. Mereka membayar lebih mahal untuk kualitas yang seharusnya premium,” tutupnya.

[RWT | ADV DISKOMINFO KALTIM] 



Berita Lainnya