Nasional

UU BUMN 2025 Batasi KPK Tindak Direksi dan Komisaris, Ini Poin-Poin Krusialnya

Network — Kaltim Today 05 Mei 2025 12:14
UU BUMN 2025 Batasi KPK Tindak Direksi dan Komisaris, Ini Poin-Poin Krusialnya
Ilustrasi kantor KPK. (Sumber: Beritasatu.com)

Kaltimtoday.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menghadapi keterbatasan dalam menindak kasus korupsi yang melibatkan pejabat di perusahaan pelat merah, menyusul berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

UU yang disahkan pada 24 Februari 2025 ini memuat ketentuan baru yang menyatakan bahwa direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan lagi termasuk kategori penyelenggara negara. Implikasi dari ketentuan tersebut membuat KPK tidak lagi memiliki landasan hukum untuk menangani dugaan korupsi yang dilakukan oleh pejabat BUMN, kecuali dalam kondisi tertentu.

Dalam UU BUMN terbaru, terdapat dua pasal utama yang memicu perdebatan:

  • Pasal 3X ayat (1): “Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara.”
  • Pasal 9G: “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

Meskipun penjelasan tambahan menyebutkan bahwa status penyelenggara negara bisa tetap berlaku dalam konteks lain, penghilangan status tersebut dalam konteks BUMN tetap berdampak besar terhadap lingkup kerja KPK.

Mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, lembaga ini hanya berwenang menangani tindak pidana korupsi yang melibatkan: Penyelenggara negara, Aparat penegak hukum, atau Kasus dengan kerugian negara minimal Rp 1 miliar.

Dengan keluarnya pejabat BUMN dari kategori penyelenggara negara, maka KPK kehilangan sebagian besar kewenangannya untuk menyelidiki dugaan korupsi yang terjadi di BUMN, kecuali jika memenuhi kriteria nominal kerugian negara atau melibatkan pejabat negara lainnya.

Merespons perubahan regulasi ini, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menegaskan bahwa pihaknya akan mengkaji lebih lanjut isi UU BUMN, terutama bagian yang berpotensi membatasi penegakan hukum.

“Kajian akan dilakukan oleh Biro Hukum dan Kedeputian Penindakan untuk mengukur dampak nyata terhadap penindakan korupsi di lingkungan BUMN,” ujarnya, Minggu (4/5/2025).

Tessa menambahkan bahwa upaya ini penting agar pemberantasan korupsi tetap berjalan sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menutup kebocoran anggaran dan meningkatkan transparansi di sektor publik.

Perubahan definisi penyelenggara negara dalam UU BUMN dinilai banyak pihak berpotensi menciptakan “zona abu-abu” dalam pengawasan hukum terhadap perusahaan milik negara. KPK pun menegaskan bahwa mereka tetap tunduk pada undang-undang yang berlaku, namun mengimbau agar regulasi semacam ini tidak justru memperlemah upaya pemberantasan korupsi.

“Jangan sampai BUMN menjadi wilayah yang kebal dari pengawasan hukum. Hal ini bisa mengganggu kepercayaan publik dan akuntabilitas negara,” tegas Tessa.

Jika diperlukan, KPK siap memberikan masukan konstruktif untuk menyempurnakan regulasi demi memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.

[RWT]



Berita Lainnya