Daerah
Warga Margahyu Dituntut Dua Tahun Penjara dalam Kasus Lahan, Pengacara Nilai Tuntutan Jaksa Cacat Hukum

Kaltimtoday.co, Tenggarong - Sengketa lahan antara warga dengan perusahaan perkebunan menyeret seorang warga Desa Margahayu, Kecamatan Loa Kulu, bernama Johny Christian dengan vonis dua tahun penjara. Permasalahan ini memunculkan perdebatan soal sah atau tidaknya dasar hukum yang dipakai Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam Surat Tuntutan Nomor PDM-12/TNGGA/02/2025, JPU menilai Johny terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 107 huruf a UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Tuduhan itu berawal dari aktivitas Johny bersama kelompok tani yang membuka lahan dengan cara menebas hutan kecil, menanam pisang, sayuran, hingga membangun pondok sederhana. Perusahaan menilai tindakan itu menghambat land clearing untuk perkebunan kelapa sawit di area Hak Guna Usaha (HGU) mereka.
Namun, posisi ini dibantah keras oleh Pengacara Johny, Paulinus Dugis atau akrab disapa Paul, yang menyatakan JPU sama sekali tidak mendasarkan tuntutan pada fakta persidangan, melainkan hanya pada salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian.
“Kami menilai hal ini justru mengaburkan kebenaran. Sangat jelas, pendapat ahli yang sudah mundur tidak pernah dibacakan di muka persidangan, sehingga pencantumannya di dalam tuntutan adalah bentuk penyimpangan yang menyesatkan,” ucapnya usai persidangan kepada Kaltimtoday.co di Pengadilan Negeri Kelas 1B Tenggarong , Rabu (27/8/2025).
Lebih jauh, dokumen HGU perusahaan tersebut yang dijadikan bukti utama justru disebut cacat hukum. Paulinus menunjukkan adanya putusan Mahkamah Agung yang telah inkrah, yang menyatakan proses penerbitan HGU tersebut terbukti hasil pemalsuan dokumen.
Keabsahan bukti juga dipersoalkan karena JPU hanya menghadirkan fotokopi HGU di persidangan tanpa pernah memperlihatkan dokumen asli. Kondisi ini, menurut tim pembela, semakin meruntuhkan legitimasi tuntutan.
“Bagaimana mungkin fotokopi bisa menjerat orang dengan ancaman penjara,” katanya.
Persoalan kepemilikan lahan pun dipandang tidak jelas, dimana di satu sisi, JPU bersandar pada klaim perusahaan. Sementara di sisi lain, Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kukar disebut telah menegaskan bahwa lahan itu adalah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik mereka, bukan milik perusahaan. Bahkan, patok batas lahan masih ada, meski sebagian rusak diduga akibat aktivitas perusahaan yang bersangkutan.
Fakta ini, kata Paul, diperkuat lewat rapat dengar pendapat baik di DPRD Kaltim maupun di DPD RI, yang juga meminta perusahaan terkait menghentikan kegiatannya karena belum memenuhi syarat legal sebagai korporasi perkebunan.
Selain itu, Paul menyebut kasus Johny bukanlah yang pertama. Ia mencatat sudah ada belasan laporan dengan pola serupa yang diajukan perusahaan tersebut terhadap warga atau pihak lain. Tuduhan berkisar dari penguasaan lahan hingga pengancaman yang menunjukkan kecenderungan perusahaan menggunakan jalur hukum untuk menekan masyarakat.
Kini, tim pembela berharap majelis hakim benar-benar mempertimbangkan fakta yang terungkap di persidangan.
“Harapan kami, hakim berani memutus perkara ini dengan adil, berdasarkan bukti yang sah, dan menjunjung tinggi rasa keadilan sosial,” pungkas Paul.
[RWT]
Related Posts
- Program Sandes dan BSPS Sasar Ribuan Warga Kaltim
- Irwan Tinjau Progres Pembangunan Rehabilitasi Sekolah di Kutai Kartanegara
- Tinjau Pertanian di Desa Sidomulyo, Irwan Bakal Realisasikan Perbaikan Jalan Usaha Tani
- Desa Mulawarman Kukar Kini Punya Sirkuit Grasstrack Motocross Berstandar Nasional
- Punya Lumbung Pangan, Bupati Kukar Harap Kades Giri Agung Belajar ke Desa Loa Sumber