Kaltim

AJI Balikpapan Peringati WPFD 2025: Jurnalis Didorong Berserikat untuk Lindungi Hak Pekerja

Kaltim Today
11 Mei 2025 06:51
AJI Balikpapan Peringati WPFD 2025: Jurnalis Didorong Berserikat untuk Lindungi Hak Pekerja
urnalis dan aktivis berdiskusi tentang kebebasan berserikat dalam acara AJI Balikpapan memperingati WPFD 2025 di Andaliman Coffee. (Istimewa)

BALIKPAPAN, Kaltimtoday.co - Memperingati World Press Freedom Day (WPFD) 2025, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan mengadakan diskusi bertema “Kerentanan Kerja Jurnalistik dan Jurnalis sebagai Pekerja” serta nonton bareng film Cut to Cut. Acara ini digelar di Andaliman Coffee, Balikpapan, pada Sabtu (10/5/2025), mengangkat isu rentannya posisi jurnalis sebagai pekerja media dan pentingnya berserikat untuk melindungi hak-hak mereka.

Diskusi menghadirkan Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Balikpapan, Ardiansyah, dan jurnalis Kompas.id, Sucipto, sebagai pemantik, dengan Ketua AJI Balikpapan, Erik Alfian, sebagai moderator. Kegiatan diikuti jurnalis dari berbagai media, aktivis, dan praktisi hukum, membahas kebebasan pers, perlindungan hukum pekerja, serta urgensi kebebasan berserikat.

Sucipto menegaskan bahwa kebebasan pers yang sehat bergantung pada independensi jurnalis, yang harus didukung oleh upah layak dan kebebasan berserikat. “Adanya serikat pekerja memberi kami posisi tawar dengan perusahaan,” ujarnya, berbagi pengalaman dari tempat kerjanya. Ia menceritakan bagaimana serikat berhasil menegosiasikan hari libur dari satu menjadi dua hari per minggu selama pandemi Covid-19, serta terlibat dalam pembahasan peraturan perusahaan terkait uang pesangon, memperkuat posisi karyawan.

Erik Alfian menyoroti persepsi keliru bahwa profesi jurnalis dianggap superior karena akses mereka ke berbagai pihak dan tempat. Padahal, jurnalis juga pekerja yang rentan terhadap pemotongan gaji, PHK sepihak, upah di bawah upah minimum kota (UMK), hingga intimidasi.

“Jurnalis sering memperjuangkan hak pekerja lain, tetapi kerap lupa memperjuangkan hak mereka sendiri,” ungkap Erik.

Ia mencontohkan kasus jurnalis CNN Indonesia dalam film Cut to Cut dan kasus serupa di Balikpapan selama pandemi, di mana belasan jurnalis mengalami pemotongan gaji 10-30 persen dan demosi.

“AJI Balikpapan mengecam PHK sepihak tersebut, hingga kasusnya dimenangkan di Pengadilan Hubungan Industrial,” jelasnya.

Ardiansyah menekankan bahwa jurnalis rentan mengalami penggerusan hak, dan solusi utamanya adalah berserikat, yang tidak memerlukan izin dari perusahaan.

“Menghalangi kebebasan berserikat adalah pelanggaran hukum yang dapat digugat secara pidana, termasuk ancaman seperti pemotongan gaji atau PHK,” tegasnya.

Ia mendorong jurnalis untuk melihat isu hubungan industrial sebagai masalah struktural akibat ketimpangan antara perusahaan dan pekerja.

“Banyak jurnalis enggan disebut buruh, padahal ini menghambat semangat berserikat di Balikpapan,” ujarnya.

Ardiansyah menyarankan jurnalis rutin berdiskusi dengan jaringan lain untuk memperkuat posisi dalam menghadapi tantangan hubungan industrial.

[TOS]



Berita Lainnya