Nasional

Investigasi Ungkap Dampak Gelap Proyek Strategis Nasional: Mulai Kriminalisasi, Perampasan, hingga Ketimpangan

Kaltim Today
29 Mei 2025 11:16
Investigasi Ungkap Dampak Gelap Proyek Strategis Nasional: Mulai Kriminalisasi, Perampasan, hingga Ketimpangan
Diskusi peluncuran buku investigasi “Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional” di Swiss-Belinn Wahid Hasyim, Jakarta, Rabu (28/5/2025). (Dok AJI Indonesia)

JAKARTA, Kaltimtoday.co - Buku berjudul Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional (PSN) resmi diluncurkan di Jakarta pada Rabu, 28 Mei 2025. Buku ini berisi kumpulan hasil liputan investigatif kolaboratif oleh 14 jurnalis dari Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara, bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Walhi, LBH, dan Tempo Witness.

Buku tersebut secara kritis menyoroti dampak negatif proyek-proyek strategis nasional terhadap kehidupan masyarakat lokal. Salah satu temuan mencolok berasal dari Maluku Utara, di mana warga kehilangan lahan secara paksa untuk kepentingan pertambangan. Pemerintah daerah setempat turut serta dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati untuk membeli lahan warga dengan harga yang jauh di bawah nilai pasar.

“Warga yang menolak menjual tanahnya bahkan terancam kriminalisasi. Ironisnya, perusahaan tak pernah menunjukkan legalitas jelas atas konsesi lahan,” ujar Bayu Wardana, perwakilan AJI Indonesia, dalam peluncuran buku.

Kasus serupa ditemukan di Kalimantan Timur terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Penajam Paser Utara. Masyarakat adat setempat dianggap menyerobot tanah perusahaan, yang ternyata memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Prabowo Subianto. “Masyarakat yang sudah turun-temurun tinggal di sana malah dituduh menyerobot tanah konsesi perusahaan,” tambah Bayu.

Di Jawa Barat, investigasi mengungkap dugaan korupsi terkait Dana Bagi Hasil (DBH) dari industri panas bumi. Perusahaan mencatatkan DBH berbeda dengan laporan pemerintah daerah, namun kasus ini dianggap hanya sebagai "kesalahan pencatatan" oleh pejabat setempat.

Diky Anandya dari Auriga Nusantara mengungkapkan bahwa pembela lingkungan yang mempertahankan hak-haknya dalam konflik lahan PSN kerap mendapatkan stigma negatif sebagai "penghambat pembangunan". "Jumlah ancaman terhadap pembela lingkungan terus meningkat sejak 2017," ungkap Diky.

Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, selama periode 2020-2023, terdapat 115 konflik agraria akibat PSN. Konflik-konflik ini disertai dengan kriminalisasi warga, minimnya partisipasi masyarakat, serta praktik kekerasan oleh aparat dan perusahaan.

Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyebut bahwa praktik PSN menghilangkan sumber pangan dan pekerjaan tradisional masyarakat adat. Menurutnya, hal ini jelas bertentangan dengan konvensi internasional dan regulasi HAM yang berlaku di Indonesia.

Sementara itu, Yosep Suprayogi dari Tempo Witness mengingatkan pentingnya data komprehensif dalam liputan investigatif. "Liputan ini seharusnya lebih jauh menelusuri penggunaan dana DBH secara konkret," sarannya.

Peluncuran buku ini dihadiri berbagai narasumber dan aktivis, dengan moderator Musdalifah dari AJI Indonesia. Diseminasi menyimpulkan pentingnya kolaborasi antar komunitas terdampak, masyarakat sipil, lembaga hukum, serta media untuk menghadapi dampak buruk pembangunan yang hanya mengutamakan infrastruktur tanpa keadilan sosial.

[TOS]



Berita Lainnya