Daerah

Soroti Proyeksi Penurunan APBD, Pengamat UINSI Sebut Kaltim Masih Terpaku Komoditas Global

Defrico Alfan Saputra — Kaltim Today 31 Mei 2025 12:56
Soroti Proyeksi Penurunan APBD, Pengamat UINSI Sebut Kaltim Masih Terpaku Komoditas Global
Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda (UINSI), Ahmad Syarif. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda (UINSI), Ahmad Syarif menyoroti soal proyeksi penurunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Timur. Menurutnya, Kaltim masih terpaku pada komoditas global, khususnya batu bara. Hal itu bisa berdampak pada struktur perekonomian daerah.

Pemerintah Provinsi Kaltim memproyeksi kemungkinan besar APBD Kaltim Tahun 2026 hanya Rp18 triliun atau mengalami penurunan Rp3 triliun dibandingkan tahun ini atau 2025.

Ia menjelaskan, penurunan APBD, yang merupakan proyeksi dari Musrenbang, RPJMD, dan RKPD, salah satunya disebabkan oleh menurunnya pendapatan asli daerah (PAD) dan dana bagi hasil (DBH). 

"Kaltim itu tidak boleh mengacu dan terikat kepada komoditi pasar, contohnya batu bara. Apalagi di tengah tekanan global ini, ekspor demand di pasar sedang kesulitan," ujar Syarif.

Menurutnya, kondisi ini wajib diantisipasi dengan mengurangi ketergantungan pada komoditas batu bara. Ia pun mendorong peningkatan iklim investasi agar para investor tidak ragu menanamkan modalnya di Kaltim. 

Jika tidak dikelola dengan baik, ia khawatir struktur keuangan daerah bisa hancur-hancuran, terutama jika penerimaan dari pusat juga terganggu.

"Ini memang harus diantisipasi untuk mengurangi ketergantungan komoditas batu bara dan juga harus optimis untuk meningkatkan iklim investasi agar investor itu tidak ragu," tegasnya.

Kemudian, Syarif menggarisbawahi bahaya keterikatan pada sektor tambang. Selain dampak lingkungan yang luar biasa, praktik wanprestasi oleh perusahaan tambang, seperti tidak melakukan reklamasi pascatambang, dapat mengganggu iklim investasi.

"Komoditas layaknya tambang sebenarnya berbahaya karena dampak lingkungannya luar biasa, belum lagi kalau ada praktik-praktik wanprestasi di dalamnya bisa mengganggu iklim investasi," jelas Syarif. 

"Banyak perusahaan tidak menutup lubang tambangnya, ini salah satu masalah kalau kita terikat pada sektor tambang," tutupnya.

[RWT]



Berita Lainnya